hjkscripts

an ordinary girl with full of dreams.


Junkyu berjalan menuruni tangga setelah salah satu maid-nya menyampaikan pesan bahwa kedua tuan besar memanggil sang putra. Jika ditanya pasal hubungannya dengan orang tuanya, Junkyu bingung bakal menjelaskan seperti apa. Hubungannya sederhana, layaknya orang tua dan anak hanya saja lebih formal.

Sejak kecil Junkyu ditinggal melalang buana mengurus bisnis. Tak ada rasa membuncah ketika mendapat kabar mereka pulang setelah berminggu-minggu dari negri orang.

Hahhh...

Helaan napas kasar dihembuskan tatkala dihadapannya, mama dan papa telah duduk lengkap dengan berkas, laptop, dan kopi. Serius deh, Junkyu seperti datang pada wawancara kerja.

“Mah, Pah..” Panggil Junkyu; mencoba menunjukkan eksistensinya.

Hi, sweetheart.” Wanita cantik, nampak masih begitu muda padahal umurnya telah melewati 40 tahun. Senyumnya menawan, sama percis seperti milik Junkyu.

“Udah makan malam? Mau mama masakin apa?”

Junkyu tersenyum tipis, menggelengkan kepalanya menolak, “Junkyu kenyang.”

“Tadi kamu habis darimana? Sama siapa?” Si pria manis mengerlingkan bola matanya jengah. Papanya selalu begini.

“Temen.” Balasnya singkat.

“Ajak kesini papa mau ketemu.”

Deg

Bentar, bentar papanya ini kenapa? Kan Junkyu sudah katakan kalau Watanabe Haruto itu cuma temen.

“Apaan sih, Pa orang cuma temen.” Junkyu mencebik, kesal namun terlihat menggemaskan.

“Kamu pikir papa nggak di rumah jadi mengabaikan anak papa. Kamu pikir papa nggak tau kalau kamu udah jarang sama Yoshi. Temen? tiap papa nerima laporan kamu selalu dengan anak yang sama.”

Inilah yang Junkyu benci menjadi anak tunggal. Orang tuanya pergi, namun matanya ada dimana-mana. Lebih memilih menerima laporan dari tangan kanannya ketimbang meluangkan waktu 1 menit tuk menelepon putranya sendiri. Setres!

“Anak mana? Siapa orang tuanya? Bagaimana latar belakangnya?”

Bagi papa Junkyu strata kehidupan diatas segalanya.

“Papa, udah dong Junkyu kan bilang cuma temen. Biarinlah mau berteman sama siapa aja.” Ungkap sang mama, mencoba menengahi sebelum terjadi perang mulut antar keduanya.

“Nggak bisa gitu, Ma. Anak ini masih terlalu polos, naif belum saja dibodohi oleh orangㅡ”

Brak

“Pa, Haruto tidak seperti itu ya!”

Keduanya saling melempar tatapan sengit. Seluruh tubuh dilingkupi ego masing-masing.

“Pokoknya kamu bawa anak itu kemari, papa yang bakal menilai sendiri apa dia cocok untuk kamu.” Perintah sang papa tegas dan valid. Tidak boleh ada yang menggugatnya lagi. Setelah itu, sang papa membereskan berkasnya, berlalu pergi dari meja makan yang suasananya sudah berubah jadi lokasi bertempur.

Junkyu memejamkan mata cantiknya, pusing sama kelakuan papanya sendiri. Orang tua itu-.

“Jadi... Haruto namanya? Cowok yang kamu buatin kue kering waktu itu?”

Junkyu mengangguk, tak ada celah untuk berkilah. Sebenarnya, sang mama adalah tempat yang cocok untuk mengadu. Sejak dulu hanya wanita cantik ini yang selalu menyalurkan sifat baik yang Junkyu punya sekarang. Kendati demikian seluruh keputusan tetap ada ditangan sang papa.

“Mama sebenernya nggak masalah kamu mau dekat dengan siapapun, dari taraf hidup manapun. Tapi maaf sayang, lagi-lagi papa harus ikut campur.”

Iya, Junkyu sangat mengerti meskipun tidak juga(?)

Apa boleh buat, sekarang mari kita cari bagaimana cara untuk mengajak Haruto datang menghadap papanya.


`teuhaieyo.


Tepat pukul 19.00 kedua pemuda itu keluar dari gedung bioskop. Junkyu pun Haruto meregangkan otot-ototnya. Film horor dengan sentuhan cerita romantisㅡ well, interesting.

Haruto menengok kesamping, mendapati Junkyu yang juga tengah menatapnya penuh harap.

“Kenapa?” Pemuda jangkung dengan rupa manis itu meringis. Sorot matanya diarahkan pada daerah perut hingga Haruto menggeleng dibuatnya.

“Laper...” Lirihnya. Malu, pasalnya saat film tengah memutar scene sunyi perutnya dengan kurang ajar berbunyi keras.

Yang lebih tinggi mengambil tangan Junkyu, mengeratkan jemarinya erat. Sampai saat ini pun Haruto masih tak percaya, tangan cantik milik Junkyu sangat pas dalam genggamnya.

“Mau makan dimana?” Sembari berjalan bersisihan, mereka juga mengamati resto ala mall dengan segala keramaian di dalamnya.

Junkyu menggeleng, bibirnya maju dua senti. Makanan dalam mall itu membosankan.

“Pengen angkringan deh.” Gumamnya. Pelan, namun masih tertangkap gendang telinga pemuda disampingnya.

“Hah?! Serius?”

Ketika obsidian elang itu menangkap anggukan yakin dari lawan bicaranya, maka mereka putuskan makan malam hari ini lesehan di angkringan.


Haruto pikir Junkyu pernah makan di angkringan. Nyatanya, pengalaman si manis akan warung sederhana dengan tema khas lesehannya itu adalah 0. Junkyu tau nama angkringan dari mulut ke mulut, namun belum tau bagaimana rupa sesungguhnya. Berbeda dengan Haruto, angkringan itu teman nostalgianya.

“Ini apa?” Tanya Junkyu untuk yang kesepuluh kali pada makanan tusuk berwarna dasar coklat.

“Itu namanya sate telur puyuh, enak.” Si manis mengangguk, mengambil satu tusuk lalu dicicip satu. Reaksinya selalu sama, dahinya mengernyit saat lidahnya diperkenalkan oleh rasa baru. Jika sudah begitu, piring nasi goreng Haruto jadi sasarannya.

“Nggak enak.”

Makanan yang malang, padahal sate telur itu paling dicari jika sedang nongkrong di angkringan.

“Kalo ini apa?”

Haruto menghela napas kasar, piring nasi gorengnya penuh hingga nasinya tak nampak. Lebih banyak lauknya ketimbang nasi. Haruto bukannya melarang Junkyu untuk mencoba semua, harga makanan angkringan sebanyak apapun Haruto sangat sanggup membayar. Hanya saja membuang makanan, hal paling tak terpuji menurutnya.

“Itu ceker pedes. Udah gausah dicobain kalo nggak mau. Tunggu mie goreng kamu jadi aja.” Baik, kali ini Junkyu memilih diam. Meskipun instingnya masih berkelana kesana kemari ingin mencicip seluruh makanan kecil di depannya

20 menit kemudian

Hari semakin malam, cuaca semakin dingin. Inilah nikmatnya makan diangkringan, angin berhembus lirih, nuansa remang-remang ditambah nyanyian jangkrik. Memang sederhana, namun nyaman berlama-lama.

Haruto meletakkan piring kosongnya. Perutnya begah akibat memaksakan seluruh sate-satean milik Junkyu, mengambil gelas berisi jeruk nipis hangat, lalu diteguk perlahan sembari manik tampannya mengintip si manis.

Refleks, jemari Haruto terulur, mengusap pipi semirip mandu perlahan. “Pelan-pelan.”

“Hahh..kenyang.” Ungkapnya penuh ceria.

Pada waktu ini entah mengapa suasana jatuh menuju canggung, ditambah pengunjung angkringan semakin berkurang tak seperti biasanya semakin malam semakin ramai.

“Nggak kerasa udah tinggal bentar sekolahnya, besok-besok udah pada sibuk ngisi nilai kelulusan.” Bener, biasanya setelah ujian tengah semester siswa/i masih bisa berleha-leha sejenak. Tapi tidak bagi murid kelas akhir. Jadwal ujian praktik hingga ujian kelulusan sudah di depan mata.

Haruto turut mengangguk setuju, “Iya...”

“Kamu lanjut kuliah?” Lanjut Junkyu, kembali dihadiahi anggukan kecil. Haruto masih ragu jujur saja.

“Oh ya?”

“Masih belum nentuin sih, niatnya nyari beasiswa disekitar sini tapi kan belum tau lagi.” Haruto kembali menyeruput sedikit minuman yang telah mendingin. Kerongkongannya mendadak kering, niat awal hingga duduk disini adalah untuk meminta pendapat tentang rencana mengejar beasiswa ke luar negri

“Kalau akuㅡ” Belum selesai melanjutkan, keheningan yang terjadi dibuyarkan oleh nada dering ponsel Junkyu.

Oke nggak sekarang...

Haruto membiarkan Junkyu bercakap sejenak.

“Siapa?” Tanya Haruto setelah Junkyu kembali memasukkan ponselnya pada saku celananya.

“Oh, Yoshi dia ngasih tau kalo papa sama mama pulang. Tadi kamu mau ngomong apa?”

Pemuda dengan visual rupawan itu tersenyum, “Nggak kok, udah semua kan? Ayo aku anter pulang.”


Junkyu merapatkan dadanya pada punggung tegap. Lengannya memeluk erat pinggang sedikit berisi sosok yang tengah fokus jalan raya.

Lagi-lagi begini, posisi paling favorit saat sedang bersama Watanabe Haruto. Junkyu suka tatkala aroma maskulin Haruto sampai pada hidungnya samar. Tanpa patah katapun Junkyu selalu nyaman dibuatnya.

“Kyu!” Panggil Haruto tiba-tiba, sedikit menggoyangkan bahu kiri tempat dagu si manis selalu bertumpu.

“Iya, Har kenapa?” Balasnya juga dengan nada tinggi karena harus beradu dengan angin malam.

“Yoshi itu memangnya siapa kamu?”

Hah? Tiba-tiba?

Gak tau kenapa tubuh Junkyu mendadak merinding, darahnya berdesir hingga jantungnya berdebar.

Ini Haruto lagi mastiin gue free?inner Junkyu.

“Dia itu temen dari kecil, yang ngenalin ya papa. He's quite kind loh aku hampir tiap hari ketemu dia, main sama dia, dan aku bisa ngerti sih kenapa dia jadi overprotektif gitu. Biasalah anak kecil cerobohㅡ”

Mau tak mau bibir Haruto ikut menyunggingkan senyum tipis, “Sampai sekarang pun kamu ceroboh.”

“ㅡwaktu itu lagi main terus pas lari keserempet. Padahal nggak ada yang nyalahin, tapi emang orangnya suka nyalahin diri sendiri. Yoshi tuh kalo dikasih tugas harus perfect, keluarganya perfeksionis jadi ya gitu deh. He promised in the name of my father to always protect me tapi kayaknya jadi goes wrong deh.”

Mendengar semua makin membuat Haruto nggak nyaman. Yah, salahnya sendiri harus membawa topik Yoshi ditengah adegan peluk mesra diatas motor, tapi rasa penasaran mengenai fakta hubungan Junkyu dan Yoshi lebih besar. For him, everything about Yoshi is just perfection and once again Haruto comes down to the bottom of his confidence.

Haruto termenung dibuatnya, menatap jalan senggang dengan tatapan kosong, enggan bertanya lebih. Mendengarkan tiap penuturan Junkyu tentang Yoshi mengusik hatinya. Junkyu mengenal Yoshi dengan baik pun sebaliknya. Jika begini adanya, Haruto terlihat bukan siapa-siapa. Hanya orang asing sederhana dengan tanpa tau diri masuk ditengah keduanya.

“HAR! HARUTO?!” Dipukul keras pundak Haruto hingga kesadarannya kembali.

“Eh-iya.. maaf.”

“Emang kenapa sih kok jadi bahas Yoshi?”

Junkyu dapat menangkap gerakan gelengan dari lawan bicaranya, “gapapa cuma mau memastikan seberapa kuat lawan aku.”

Junkyu dibuat semakin bingung, maksudnya?

“Terus kalo kamu kalah kuat? Kalah dong!”

“Bukan kalah tapi ngalah sejenak, mundur sejenak buat memantaskan diri terus lanjut maju lagi.”


`teuhaieyo.


Bagi mereka berlima Redlight itu surga. Berbeda seperti bar lainnya dengan berbagai riuh ricuhnya muda mudi bergerak sensual, Redlight lebih menawarkan tempat bercengkrama. Ketimbang musik memekakkan telinga, Hyunsuk; pemilik bar skala kecil ini lebih memilih memutar musik Jazz yang menenangkan.

Terkadang guna melampiaskan rasa sesak di dada akan masalah dunia. Tempat tenang dengan segelas alkohol lebih dibutuhkan daripada lokasi ramai.

Cheers!” Ucap kelima pemuda bersamaan. Dentingan gelas kaca terdengar saat ujung-ujungnya saling bertemu. Warna-warni cairan alkohol menjadi saksi betapa bebasnya kehidupan mereka saat ini.

“Anjir lega banget dah selesai ujian.” Pemuda dengan headband dikepalanya menyandarkan punggung sempitnya pada sofa sesekali menyesap cairan bening dalam gelasnya. Meskipun after taste yang dirasakan adalah tenggorokan panas terbakar, namun rasanya lega bukan main.

“Sekarang lega, tapi kalo dipikir-pikir lagi malah semakin deket sama ujian-ujian menuju kelulusan.” Sahut pemilik nama Jeongwoo. Sorot tajamnya bergerak kesana-kemari mendapati gerombolan wanita tak jauh dari tempatnya duduk.

Keempatnya mengangguk setuju. Ternyata begitu cepat waktu berjalan hingga tak terasa telah sampai dipenghujung masa SMA.

“Pada lanjut kuliah kan?” Kali ini Hyunsuk yang bertanya. Mereka boleh dikata bandel, hobi menghamburkan uang keluarga tanpa takut besok kemalangan.

Jauh... jauh dari pikiran orang mereka concern akan pendidikan. Mereka hanya pemuda pemilik mimpi yang harus dikejar. Biarlah orang berkata halah, abis lulus ya kerja di perusahaan papanya.

“Iyalah, kaga kuliah bokap gua mencak-mencak anjing.” Sahut Doyoung sembari membenahi headband-nya.

“Bener, gue kaga kuliah gimana mau ngajak anak orang nikah. Lu tau sendiri bokapnya Asahi gelarnya profesor.” Tutur Jaehyuk; masih terus fokus dengan ponsel pintarnya.

Semua tertawa, kecuali pemilik mata elang yang sedang bergelut dengan batin serta pikirannya. Jari telunjuknya berputar di atas bibir gelas kaca berisi cola. Satu-satunya pemuda yang tak pernah mabuk disini.

“Woy ngelamun mulu!”

“Anjr-”

Haruto bersumpah akan membalas siapapun pelaku pemukulan terhadap dirinya saat mood-nya kembali baik.

Ditatap keempat sohibnya yang tengah cekikikan dengan tatapan sebal. Terlebih Yoon Jaehyuk yang berhasil menggeplak kepalanya tadi.

“Apaan anjeng, mukul pala bikin bego!” Sungutnya marah.

“Ya abisnya kita lagi ngobrol situ diem ae. Kenapa nih ada masalah apalagi? Sini cerita sama abang Jae!”

Haruto mendengus menanggapi. Abang Jae? Sial ngeri banget.

“Gimana, To? Lu kuliah kan? Jangan bilang lagi mikir nyari sugar mommy buat bayar biaya kuliah?”

“Sialan lu, otak gue cerdas gini yakali kaga dipake daftar beasiswa.” Jawabnya sombong, namun memang bukan rahasia lagi bahwa Haruto begitu pintar.

“Wissh, sombong. Kuliah dimane lu? Atre lagi?”

Pemuda ganteng itu diam sejenak. Maunya sih memang mencari beasiswa disana, masih dekat dengan orang tua, teman-temannya. Entah mengapa tawaran ke Belanda mulai mengusik hati kecilnya.

Bayangkan gelar sarjana bisnis universitas terbaik di Belanda tersemat dibelakang namanya. Orang tuanya dibuat bangga luar biasa, taraf hidupnya mungkin bisa diangkat karena diterima pada perusahaan ternama, dan yah... jodoh mana bisa menolaknya.

“Ada pendaftaran beasiswa. Tapi sekolahnya kudu ke luar negri... Belanda, universitasnya bagus. Tapi gue masih ragu.”

Mendengar penuturan Haruto suasana mendadak canggung. Baru beberapa detik Jeongwoo bersuara.

“Bagus dong! Belanda cuy gila kaga tuh kalo lord Haruto kita keterima?”

Haruto tersenyum kecut. Tergambar jelas hidupnya sedang diambang dilema.

“Emang apa yang bikin lo ragu?”

“Banyak, orang tua gue bakal sendirian disini, kalian, sama. .. Junkyu.”

Doyoung menepuk pundak sobatnya beberapa kali. Mengelusnya perlahan seraya menengangkan.

Begitupun Hyunsuk, tersenyum paham layaknya seorang bapak yang mengerti kegundahan hati anaknya.

“Pertama, orang tua lu pasti bakal bangga banget kalo lu bisa dapetin beasiswanya, toh mereka yang rekomendasiin. Keduanya, kita berempat dukung lu 100% meskipun sedih anjir udah kaga bisa fullteam ngumpul. Ketiga, keknya lu harus ajak ngomong Junkyu perihal rencana masa depan lu. Urusan diterima atau nggak, Junkyu juga perlu tau.”

Jaehyuk meletakkan ponselnya, perhatiannya saat ini ikut terpaku pada sahabatnya. “Kalo kata gue sih gas aja ikut. Pikirin cita-cita lu yang katanya mau bahagiain mas bro sama mama. Kalo entar pulang lu sukses jangankan Junkyu. Yang lebih baik dari dia aja dapetinnya gampang.”

Bener, nggak ada satupun yang salah dari penuturan Hyunsuk pun Jaehyuk. Haruto memang menginginkan Junkyu, namun dirinya sadar bahwa setelah Tuhan, orang tuanya lah yang patut dibahagiakan terlebih dahulu.

“Bener, gue emang sayang sama Junkyu tapi gue lebih sayang sama orang tua gue.”

Dari sini Haruto mulai sadar, mungkin jalannya menuju Junkyu tidak semudah itu. Mungkin dewa cinta diantara mereka masih ingin bukti seberapa Haruto pun Junkyu berkorban waktu untuk kebersamaannya dihari esok. Masih mungkin, karena kita tak pernah tau dengan siapa tiap insan akan berjodoh.


`teuhaieyo.


Pemuda Watanabe itu tengah terkekeh geli. Kedua mata elang bergerak sinkron dengan ibu jarinya yang tengah menari di atas keyboar ponsel pintar. Dandanannya telah rapih, khas anak muda yang akan keluar untuk sekedar bermain. Tanpa Ia sadari kegiatannya sedang menjadi perhatian kedua paruh baya yang juga duduk di depannya.

“Mas, kamu beneran nggak mau makan dulu?” Tanya yang paling cantik sembari mengambilkan nasi untuk suaminya.

“Enggak, Mah nanti mas makan disana aja. Maaf yah.” Balas sang anak. Haruto menatap ibundanya dengan tatapan penuh rasa bersalah.

Jennie; wanita sederhana dengan segudang kepintaran hanya tersenyum maklum. “Ngapain minta maaf sih, kan Mama cuma mastiin soalnya ini cuma masak dikit, takut mas mau juga.”

“Oh- enggak kok. Mama sama Ayah aja makan yang banyak.” Haruto lanjut menunduk menatap layar ponselnya.

Pandangan kedua orangtuanya tak sengaja bertemu. Namun, mereka seakan tau apa yang sedang ada difikiran masing-masing. Han; Ayah Haruto menggeser kursi tempatnya duduk kebelakang, lalu beranjak menuju kamar.

Tak berselang lama Ayah kembali duduk. Alih-alih menyentuh makanan, malah membelai lembut lengan anaknya.

“Mas lihat, Ayah sama Mama punya apa.”

Haruto mengintip sebentar. Dilihat Ayah dan Mamanya tengah menatap dengan pandangan serius. Haruto pun seolah mengerti, meletakkan ponselnya dan memberi seluruh atensi pada kedua orang yang paling Ia sayangi.

“Habis ini mas udah mau lulus ya?” Tanya sang Mama. Perjalanan masa SMA-nya masih panjang, tetapi jika dibilang sebentar lagi juga tidak salah. Tinggal setengah semester.

“Kenapa, Mah? Yah?” Haruto bingung, jam hampir menunjukkan pukul setengah 7 malam yang artinya Ia mau berangkat main, malah dihadang diskusi serius dengan orang tuanya.

Sang Ayah menyerahkan sebuah dokumen, isinya formulir pendaftaran beasiswa kuliah jurusan bisnis. “Katanya mas mau kuliah jurusan bisnis.”

Haruto tertegun sejenak, Belanda? Jauh banget.

“Ini kalau mas keterima sekolahnya di Belanda?” Jennie maupun Han mengangguk.

Haruto jujur belum berpikir untuk sekolah sejauh itu. Maunya hanya mencari beasiswa disekitaran, kuliah seperti biasa kalau bisa sambil menjadi part timer. “Mas nggak tau apa mas siap.”

Lagi-lagi Mamanya tersenyum maklum, “Sambil dipikirkan ya, Mas. Kalau kamu memang nggak mau Mama sama Ayah nggak maksa kok.”

Ayahnya pun mengangguk setuju, mereka berdua memang ingin memberikan yang terbaik. Namun, jika yang terbaik adalah anaknya tetap bersekolah disini ya dia bisa apa selain mendukung. Toh, sekolah bagus hingga keluar negeri jika tidak dilakukan dengan ikhlas sama saja membuang waktu.

“Ayah sama Mama ini maunya ya yang terbaik mas buat kamu. Tapi, Ayah yakin apapun yang menjadi keputusan kamu nanti pasti itu yang terbaik untuk kita.”


`teuhaieyo.


Hari ini tepat satu hari sebelum ujian tengah semester dilaksanakan. Sekolah memang tetap masuk namun seluruh mata pelajaran ditiadakan. Daripada menikmati hidup, lingkungan sekolah tampak sepi karena hampir semua siswa memilih belajar.

Sama seperti siswa lainnya, geng Hyunsuk; geng yang terkenal chill, tukang bolos, bodo amat sama pelajaran, kali ini mereka tengah serius menggerakkan pensil di atas kertas. Sesekali, suara lirih terdengar meminta pendapat serta penjelasan lebih mengenai materi matematika pada Haruto.

“To, ini kenapa dah dikali yang ini?” Tanya Jeongwoo yang memang tepat berada disebelah Haruto.

Haruto memberikan atensinya, membalikkan buku sakti berisi catatan rumus.

“Nih kan dari awal gue udah jelasin rumusnya kaya gini. Jadi kalo dimasukin ya alhasil 45 dikali 6.”

Jeongwoo membulatkan bibirnya membentuk huruf O. Haruto sebenarnya sudah menjelaskan tadi dengan soal yang lain, tapi memang dirinya pelupa.

“Paham kaga lu?”

“Iye ah, bang jago nih!”

Balasan Jeongwoo membuat si pemuda mendapat toyoran di kepala.

Selang dua puluh menit bel istirahat kedua berbunyi. Sunyi, hening, penuh konsentrasi telah berganti desahan lega dan ucapan canda. Ramai langkah sepatu mulai terdengar, bergerak menuju arah dua kantin.

“Buset ngebul otak gue.” Ujar Doyoung setelah menutup buku catatannya, meletakkan kepala disela lipatan lengannya.

“Ayok ah kantin!” Perintah Hyunsuk yang telah berdiri sembari meregangkan otot-ototnya.

Jeongwoo masih fokus berselancar pada layar ponsel pintarnya. Rautnya serius seolah mencari sesuatu. Setelah dapat di seluncurkan ponsel tersebut ditengah-tengah temannya.

“Duduk dulu!” Titah Jeongwoo pada keempat sobatnya.

Dengan bingung mereka menurut, memilih duduk seperti semula dengan menatap Jeongwoo penuh tanda tanya.

Pemuda ganteng itu menyisir rambutnya ke belakang, obsidiannya bergerak sana sini memastikan perpustakaan telah sepi.

“Junkyu kemaren ada chat gua marah-marah. Lu beneran lagi ngehindarin dia?”

Jeongwoo menepuk bahu lebar milih Haruto. Pemiliknya mengerutkan dahi dibuatnya. Ia baru tau Junkyu mencari sebegitunya. Bentar! ditatap Jeongwoo dengan intens bikin jantungnya mau copot, perasaan gelisah itu hadir.

“Gue...Gueㅡ” Balasnya gugup. Niatnya biarkan ini menjadi kekhawatirannya saja, enggan melibatkan kawannya lagi. Toh Haruto bukannya menghindar, sekali lagi dirinya masih mencari sebuah keputusan akan kelanjutan perkara hatinya. Belakangan ini Haruto makin hilang percaya diri, membandingkan dirinya dengan lelaki lain terdekat Junkyu pun Haruto hanya seujung kuku. Junkyu mungkin berkilah dibalik kata tidak apa-apa, jauh disana pemuda bermata elang itu mana sanggup melihat Junkyu berada dalam kesusahan bersamanya.

“Gimana? Jelasin..” Tuntut Jeongwoo. Bukan, bukan Jeongwoo ingin ikut campur. Namun disini Ia merasa berhak meminta penjelasan, karena jika besok Junkyu bertanya padanya Ia tau harus bereaksi seperti apa.

Haruto menghela nafas berat, tubuh tingginya melorot kebawah. Bahu tegapnya tak lagi kokoh sejajar.

“Gue jujur juga bingung sebenernya sama apa yang lagi gue pikirin. Saat gue berdua sama dia, gue jadi cowok paling percaya diri sedunia. Gue yakin bisa jaga dia, bikin dia seneng. Disisi lain, saat liat dia sama yoshi disitu mental gue down, gue ngetawain diri gue sendiri, gue dibuat sadar betapa jauhnya gue sama Junkyu.” Pandangannya sendu mengingat beberapa kali perasaan dilema itu muncul. Haruto memang bukan lelaki pengecut, dia gigih bukan main. Namun entah kenapa pemuda Kanemoto Yoshinori selalu bisa bikin dia inget dimana tempat seharusnya Haruto berdiri. Yoshi selalu bisa bikin dia mundur tanpa sentuhan atau tutur kata.

Haruto menunduk bersamaan belaian lembut dari tangan kecil milik Hyunsuk. Hanya mengelus punggung yang seketika jadi lesu.

“Gapapa, gue paham kok.” Katanya menenangkan.

“Kalo gue nyerah, apa iya gue jadi pengecutㅡduh bangsat sakit!

Mereka berempat tertawa ketika tangan jahil Jaehyuk berhasil melayang pada kepala Haruto. Hingga empunya berteriak kesakitan.

“Pengecut itu kalo lu nyerah sebelum usaha. Udah bonyok terus jadi artis spesialis spill gini mah namanya mundur terhormat.” Lanjut Jaehyuk ditanggapi dengan anggukan setuju dari Doyoung dan Jeongwoo.

“Kata gue sih, kalo capek ya istirahat. Take your time, bro. Nggak semua hidup lu tentang ngejar Junkyu, besok ada ujian lu kudu fokus, bentar lagi lulus siapa tau besoknya sukses baru dah semesta nemuin lu sama Junkyu. Gue emang gedek banget liat kelakuan lu yang insecure gini, tapi kalo maju bikin lu berantakan gue hormatin keputusan yang ini.” Ujar Doyoung panjang lebar.

Teman-temannya ini memang terlihat brandal, slengekan, negative vibes. Bagi Haruto setelah Tuhan dan keluarga kecilnya, mereka diurutan nomor 3 sebagai harta yang berharga.

“Ciahh gaya lu semesta, nonton channel mana lagi semalem?” Goda Jeongwoo.

“Bangsat!”

Seketika gelak tawa menguar. Bahkan Haruto yang tengah gundah pun ikut terkekeh. Setidaknya perasaannya lebih lega.

By the way, To. Abis ujian temuin Junkyu. Jelasin semuanya, jangan bikin dia bingung juga.” Saran terakhir dari Hyunsuk menjadi penutup acara diskusi serius dari lima orang sahabat. Harus buru-buru ke kantin sebelum bel istirahat usai berbunyi kembali.

Tunggu! Setelah aku dapet jawabannya, aku pasti dateng ke kamu.


`teuhaieyo.


ting ting ting

Suara sendok garpu beradu dengan piring kaca. Hampir semua pasang mata mengamati kegiatan pemuda lucu yang tengah melamun dengan tatapan jengkel. Pasalnya semenjak 2 menit yang lalu suara itu terus menginterupsi fokus mereka yang tengah menikmati makan siang.

Pemuda dihadapannya sadar. Segera dicekal tangan lembut yang sejak tadi lebih memilih memukul piring daripada menyendok nasi.

“Junkyu?” Panggilnya lembut, mencoba menarik perhatian si manis.

Ketika syaraf ditangannya merasakan belaian dari seseorang, atensi Junkyu kembali. “Eh iya kenapa, Yosh?”

Yoshi, pemuda yang digadang gadang menjadi pangeran sekolah mengarahkan pandangannya pada piring Junkyu. Nasinya telah mencuat kemana mana.

Junkyu meletakkan sendoknya, Ia tak sadar telah melakukan begitu.

“Mikirin apa sih? Dari tadi ngelamun terus?” Tanya Yoshi sembari mengusap pipi Junkyu, membersihkan dari beberapa butir nasi yang menempel.

Desahan nafas kasar terdengar. Junkyu nggak tau bisa bilang ke Yoshi atau nggak. Masalahnya yang sejak tadi ada di pikirannya adalah dimana sosok Watanabe Haruto? Niat hati ingin meminta maaf lebih benar, batang hidungnya belum nampak sejak tadi pagi.

Junkyu tersenyum kecut lantas menggeleng sebagai jawabannya.

Yoshi memilih tak melanjutkan. Tapi dia tau apa yang sedang terjadi disini. Watanabe Haruto itu benar benar menguji kesabarannya.

Junkyu menarik tangannya dari genggaman milik Yoshi. Sedikit berlari menghampiri lelaki tak kalah manisnya yang baru saja masuk ke area kantin.

“Jihoon! Jihoon!” Panggil dengan teriakan tak sabar.

“HAH? APA?” Jihoon ikut panik sendiri.

“Liat Haruto gak?” Sebutnya to the point.

Jihoon menggeleng, dia juga nggak tau. Bahkan dia juga lagi sebel pacar sama gengnya ngilang gitu aja. Alhasil Jihoon ke kantin sendiri.

“Tuh liat Hyunsuk sama gengnya aja nggak ada. Tau dah kemana. Gue duluan ya laper banget.”

Jihoon berlalu meninggalkan Junkyu. Sedangkan Junkyu kembali ke meja dengan lesu.

Demi, Haruto kalo ketemu aku pukul! Batinnya menggebu.


Yoshi memutuskan untuk mengajak Junkyu pada markasnya. Sebuah rooftop terbuka diatas gedung utama. Junkyu maju mendekat pembatas kaca, terkesima akan view yang ada, mengabaikan angin kencang yang tengah merusak tatanan rambut coklat miliknya.

“Ati-ati jatoh!” Teriak Yoshi sambil menggelar karpet kecil miliknya. Memang sengaja diletakkan disana.

Junkyu berbalik setelah melihat Yoshi sudah nyaman dengan posisi rebahan menatap langit biru. Ia pun turut meletakkan pantatnya di atas karpet.

“Mashi masih marah sama kamu?” Beberapa menit setelah suasana hening, Junkyu mengangkat suaranya.

“Ya gitu.” Balas Yoshi pasrah. Jika diingat-ingat lagi Yoshi jadi kepalang pusing.

deserve

Yoshi pun setuju. Dia yang bodoh. Sifat posesifnya yang bikin dia begini. Udah berusaha, menghiraukan Junkyu bergaul dengan Haruto hingga pria itu menaruh hati pada si manis. Namun lagi, Yoshi selalu ingin ikut campur hingga menyakiti perasaan tunangannya tuk yang kesekian kali.

“Gapapa kan dia udah aku ikat pake cincin.” Balas Yoshi santai.

Junkyu geram, kok bisa ada orang pikirannya secetek Yoshi. Junkyu mendekat pada Yoshi, menyentil dahi terbuka itu keras hingga pemiliknya mengaduh.

“Orang yang nikah bertahun-tahun aja bisa pisah apalagi cuma dijanjiin cincin doang.”

Yoshi bangun dari posisinya, kali ini Ia yang menatap Junkyu intens.

“Aku percaya sama Mashi, tapi aku gak percaya sama kamu.” Tuturnya lirih. Yoshi bukannya posesif, ada nada khawatir dalam suaranya. Junkyu paham akan sifat Yoshi yang begini.

“Yoshiㅡ”

“ㅡ kalau aku bilang aku suka sama Haruto gimana?”

Ucap Junkyu sangat berhati-hati. Maniknya menelisik setiap perubahan ekspresi dari lawan bicaranya. Kiranya Yoshi akan mulai mengerutkan dahinya, pria itu malah tersenyum kecil.

“Aku nggak tau.” Jawabnya jujur. Yoshi berada ditengah dilema, menarik atau melepaskan. Yoshi benar-benar nggak tau.

“Haruto baik, sopan, he's take care of me well, just like you. But not as brother. Rasanya nggak ketemu dia itu bikin aku khawatir.”

Aku tau, Junkyu. Aku tau dia serius sama kamu. Pun aku tau kamu telah jatuh dalam rengkuhnya.

Yoshi mengangkat tangannya, menyelipkan rambut coklat Junkyu yang diterpa angin dalam telingannya.

“Ijinin aku jaga kamu lebih lama lagi. Aku mau lihat lebih jauh usaha dia.”


`teuhaieyo.

i will bring you as high as your games level, honey.WNH a harukyu alternative universe.


⚠️trigger warning⚠️ mature🔞, sex toys, comedy, harsh words.


Oke guys, karena hari ini gue yang finish posisi pertama sesuai janji Mas Har bakal traktir gue bakso selama 5 hari.”

Pemuda lucu dengan pipi mirip mandu itu masih berbicara menatap kamera dengan suara cemprengnya. Mengatakan dengan ceria betapa senangnya bisa mengalahkan sosok pemuda lain yang tengah memandang jengah ke arah si lucu. Ini kali pertamanya menang sejak mereka mulai membuat konten taruhan berkedok game.

Haruto dan Junkyu, dua youtuber amatir yang baru memulai channel gaming-nya 6 bulan yang lalu. Berkat visual rupawan tak lupa skill gaming di atas awan, keduanya berhasil mengumpulkan setidaknya 3 juta subscribers dalam waktu singkat. Entah penontonnya hanya ingin melihat wajah, kekocakan keduanya saat live streaming atau belajar taktik gaming.

Mas Har wajahnya asem banget abis kalah.

Ajun gemes banget sih, sini uyel-uyel.

Bagi link gamesnya dong, bang kemarin nyari nggak ada ya.

Begitulah komentar yang ditinggalkan penonton live streaming malam hari ini. Traktiran bakso bagi pemenang game Kart Rider.

“Berhubung udah jam 8 malem dan Mas Har udah ngambek, kita stop streaming sampai sini ya! Jangan lupa nantiin video kita yang pasti selalu seru, don't forget to like and subscribe Harjun TV and- see you next game!

Junkyu; atau biasa dipanggil Ajun menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Kesepuluh jarinya bergerak cekatan di atas keyboard lalu berpindah mengeklik mouse, menutup seluruh tab internet hingga layar PC-nya menunjukkan wallpaper khas pecinta games.

“Udah?” Suara baritone menginterupsi kegiatan si manis. Junkyu menoleh, terkekeh gemas melihat kelakuan yang lebih tua 4 tahun. Padahal cuma kalah main game tapi ngambeknya seperti anak 5 tahun. Junkyu jadi bingung sendiri.

“Ih udah dong ngambeknya, mukanya Mas kusut gitu. Jelek!” Bibir semerah ceri itu mencebik lucu.

“Bukan ngambek ini laper.” Balasnya datar. Haruto memang begini sikapnya, dingin. Kendati demikian hanya Junkyu yang tau kalau Haruto punya sisi lembutnya tersendiri.

“Sana makan duluan! Aku masih mau ngejar event.” Junkyu memang mematikan komputernya, namun pemuda jangkung itu makin menyamankan tubuhnya pada kursi gaming, mengambil smartphone-nya dan mulai login game lain disana.

Haruto acuh, memilih keluar kamar lantas berjalan ke arah dapur. Melewati meja makan dengan beberapa lauk diatasnya, cowok ganteng satu itu mengambil gelas, mengisinya dengan air dingin, lalu diminum perlahan.

Kalau dipikir-pikir apartemen sebesar ini terlalu sepi hanya ditinggali berdua. Terlebih, dirinya pun kekasihnya, Junkyu jarang keluar dari kamar.

Ting Tong

Lamunannya buyar, Ia meletakkan gelas kosong asal. Berlari sedikit menuju intercome.

“Ya?”

“Paket, pak!” Jawab paruh baya dibalik pintu.

Tanpa menjawab lagi Haruto membuka pintunya. Menerima kotak besar dari si kurir, lalu masuk ke dalam kembali sesudah berucap terima kasih.

Haruto duduk, dalam kesendirian di ruang tamu. Membuka paket yang baru saja diterima. Jujur empunya bingung, terlalu banyak barang yang dipesan melalui aplikasi online membuatnya lupa isi paket yang datang. Baru terbuka, rahang tegas Haruto jatuh dibuatnya.

Bajingan gila mana yang mengirim benda maksiat sebanyak ini?

Shit!” Haruto menggeser kardus itu sedikit menjauh. Desahan nafas berat terdengar, pemuda tampan itu tengah memijat pangkal hidungnya, pusing.

Eh tapi-

Barang sudah datang, alangkah baiknya bila dicoba. Iyakan?


Setelah beberapa menit diluar, Haruto masuk kembali. Kali ini langkahnya sedikit kesusahan, kardus paket yang Ia terima memang cukup berat. Pun saat masuk, Junkyu tak sama sekali menghiraukannya. Masih fokus pada mengejar ranking game online-nya.

Haruto hanya melirik kekasihnya dari sudut mata elangnya, “Lihat saja setelah ini, apa masih bisa fokus pada game diponselmu?” Batinnya.

“Beli sepatu lagi?” Sahut Junkyu tanpa mengalihkan matanya dari layar ponsel.

“Nggak.” Jawabnya singkat.

Haruto melangkah menuju sisi kasur yang lain, duduk dipinggirannya sambil meneliti satu-satu benda kurang ajar di dalamnya. Jijik, tapi rasa penasaran terlampau besar.

“Gak jadi makan, Mas? Kok cepet sih.”

Haruto menggeleng meskipun Ia tau Junkyu tak melihat aksinya. “Ini baru mau makan.”

Junkyu mengintip sebentar, hanya memastikan jika kekasihnya sedang makan. Haruto itu susah sekali jika soal menjaga kesehatan.

“Mana? Kok gada piring...”

Pemuda yang tengah sibuk dengan bulatan silver serupa cincin itu terkekeh. “Mau makan kamu.”

Junkyu mendengus, orang laper emang suka aneh-aneh kalo ngomong.

“Sayang, mau teh sisri gula batu nggak?” Tanya Haruto tiba-tiba. Kedua tangannya tengah sibuk mengaduk minuman berwarna coklat. Pemuda itu mendekat, menyerahkan gelas kaca pada tangan si manis yang memang siap menerima “minuman” dari mas pacar.

Tanpa rasa ragu ataupun curiga Junkyu meneguk habis. After taste-nya aneh, manis tapi Junkyu tau ini bukan teh sisri gula batu biasanya. Enak meskipun ada rasa pahit diakhir. Baunya juga lebih mirip obat daripada sirup.

Brak

Haruto menjatuhkan kotak paket dibawah kakinya. Menarik kursi gaming miliknya, lalu duduk nyaman. Kedua obsidian elangnya menatap lekat si manis yang masih asik dalam dunianya. Namun, mulai nampak gelagat aneh.

“Kok panas ya? Mas Har itu AC– nya turunin suhunya tolong.” Pinta Junkyu sembari mengipasi lehernya, gerah.

Haruto tersenyum nakal, enggan beranjak dari sana. Membiarkan netranya dimanjakan gerakan tak nyaman dari si manis. Kulit putihnya mengkilap, tanda kelenjar keringat tengah bekerja keras memproduksi peluh. Junkyu ini hebat, disituasi dalam tubuhnya terbakar fokusnya tak terpecah sama sekali.

“Massshh... panasss.” Tanpa Junkyu sadari satu desahan halus meluncur tak terhormat dari bibir kecilnya.

Yang lebih tua merinding, bulu kuduknya berdiri. Melirik kebawah, gunung kecil telah muncul disela-sela selangkangannya.

Sabar, belum waktunya adik kecil.” Katanya pada diri sendiri.

Haruto menarik kursi Junkyu mendekat, menaikkan kedua kakinya. Otak liarnya telah berkelana kesana kemari memikirkan seluruh skenario ngeres untuk menggoda Junkyu.

Si manis sendiri tengah kacau, kemeja terbuka 3 kancing, rambut acak-acakan, raut sendu, serta kakinya bergerak tak tentu arah. Seolah menahan gejolak yang terjadi dalam dirinya.

Kaki kanan Haruto bergerak perlahan. Menggerayangi paha putih yang terekspos akibat celana yang Junkyu gunakan terlalu pendek. Semakin naik, naik, naik hingga jemarinya dapat merasakan benda tak bertulang dibalik balutannya. Bibir tampannya tersenyum puas, digesekkan pelan telapak kakinya, bergerak dengan tempo lambat naik, turun, hingga memutar.

“Masss... jangan...” Pinta Junkyu. Badannya makin panas, disentuh bagian sensitifnya demikian semakin membuatnya pusing. Sensasi geli dari usapan kaki Haruto pada penisnya malah memanggil hasrat seksualnya keluar.

“Ayo bermainlah denganku, sayang.” Ajaknya dengan suara serendah mungkin. Dari sejuta afeksi yang pria itu miliki, demi apapun Junkyu paling membenci suara baritonnya. Apalagi saat tengah memerintah untuk memuaskan nafsunya.

Junkyu hampir saja jatuh, jatuh dalam perangkap setan penuh kenikmatan. Tidak bisa, event game kali ini lebih penting daripada nafsu birahi pria yang bangsatnya adalah sang kekasih.

Besok, Junkyu janji akan menyerahkan tubuhnya digempur habis-habisan. Tapi tolong jangan malam ini.

Haruto pun Haruto, pria dingin dengan segala kegigihannya. Mengacuhkan adalah cara bodoh untuk menghentikan kegiatannya. Sang dominan menurunkan kakinya, lantas menunduk seperti tengah memilih entah apa. Detik kemudian kaki Junkyu ditarik membuatnya merosot. Tanpa ampun, ditanggalkan seluruh kain yang menutupi bagian bawahnya.

“YAK! APA YANG KAMU LAKUKAN?!” Junkyu kepalang malu, penis setengah ereksi itu ditatap lapar oleh kekasihnya.

“Lanjutkan permainanmu, aku akan mengurus permainanku sendiri.”

“Mas! Mas...! Mass ahhh...”

Belum sempat melayangkan protes, paha berisi Junkyu dibuka lebar mempertontonkan kerutan lubang berwarna merah jambu, kontras dengan warna permukaan kulit yang memang seputih susu. Sang dominan mengulum jemarinya sendiri, melumuri dengan saliva hingga basah.

“Ssshhh.. eungghh... aakhh!” Junkyu mendesis ketika rasa geli menyerang syarafnya, detik kemudian berganti dengan perih. Lubang sempitnya seperti disobek, dipaksa terbuka. Ya Tuhan ini baru satu jemarinya...

Haruto mulai menggerakkan jari tengahnya, mengaduk lubang sempit kekasihnya maju mundur konstan. Haruto puas, Junkyu nampak tersiksa oleh permainannya. Pegangan pada ponsel pintarnya mulai melemah akibat kedua tangannya bergetar hebat, kepalanya sesekali menengadah saat tumbukan jari Haruto menyentuh titik nikmatnya. Bibir mungilnya terbuka lebar tengah mendesah.

Sialan Kim Junkyu, aku ingin memasukimu sekarang juga.

“Masshhh...nggghh...uuhh..ssshh...aahh.. stooooppahh-”

“Desahkan namaku, sayang...”

Persetan dengan ranking, Haruto tidak bisa dihentikan. Ponsel yang masih menampilkan arena peperangan itu akhirnya jatuh. Kesepuluh jemari cantik meraba apapun guna menjadi tumpuannya. Gerakan dua jari kekasihnya di dalam lubangnya semakin liar pun tangan bebasnya digunakan untuk mengocok penis tegang Junkyu.

“Uhhmm...Uhh...sialan..kamuuhh.., Mashh..”

Nafsu birahinya memuncak, Junkyu tak pernah tau bahwa permainan kekasihnya jauh lebih menyenangkan.

“Ahhhh...Ahhh...Hmm... akuh..keluar.. Mass..” Ditengah desahan penuh kenikmatan perutnya melilit bukan main, Junkyu akan keluar. Tapi sebelum itu gerakan kekasihnya melemah. Tatapan kecewa dilayangkan sang submasive.

“Tidak sekarang, cantik.”

Dahi Junkyu mengkerut bingung, lengannya ditarik hingga tubuh jangkung ikut tertarik. “Menungginglah.” Titah Haruto.

“Kau gila? Di kursi ini?!” Teriak Junkyu tak terima. Ayolah, ada kasur king size di depan mata tapi pria ini malah menyuruh Junkyu menungging di atas kursi gaming.

“Kamu betah duduk disana seharian, pasti nyaman juga digunakan untuk berhubungan badan.” Balasnya enteng.

Argumen Haruto terdengar kacau. Namun entah mengapa Junkyu patuh. Dengan hati-hati, pria manis itu memposisikan dirinya di atas kursi, membiarkan pantat berisinya terbuka lebar dihadapan kekasihnya.

Haruto kepalang gemas, diusap perlahan pipi pantat putih itu lalu ditampar keras hingga empunya memekik kaget.

“Aaawww..”

Puas menggodai pantat Junkyu hingga memerah. Haruto berjongkok mengambil bulatan silver serupa cincin. Dipasang perlahan pada penis menggantung milik si manis.

“Ya..ya..ya..! Mas mau membunuhku?” Protesnya.

Haruto acuh, mulai menyalakan benda oval kecil. Melumuri sedikit dengan lubricant lalu dimasukkan tanpa aba-aba dalam lubang hangat kekasihnya.

“Yaaa- ahh.. eughh.. uuhh..ahh, shit!” Tubuhnya merinding, getaran benda kecil dalam lubang kemaluannya membuatnya gila. Punggungnya ikut bergerak naik turun dibuatnya. Rasanya campur aduk, sakit, geli, resah, namun membuatnya melayang tinggi di udara.

“Masshh...lebih cepathhh..uughh..” Haruto tetap acuh, permainan kali ini Ia yang mengatur. Kim Junkyu hanya sebuah karakter yang mampu bergerak sesuai pemainnya.

Haruto lagi-lagi menunduk, mengambil satu benda mirip penis. Diarahkan pada bibir kecil Junkyu yang tengah terbuka. Seakan tau maksudnya tanpa perintah lebih Junkyu mengulum penis plastik itu sensual. Dijilat ujungnya lalu dilahap hingga setengah batangnya masuk dalam mulutnya. Cukup basah, Haruto menjauhkannya, kali ini sasarannya masih pada lubang basah milik Junkyu.

Double penetrating, Haruto memasukkan sekaligus dildo pada lubang sempit Junkyu. Digerakkan maju mundur hingga memutar memberikan sensasi dua kali luar biasa bagi submasivenya.

Panas, kamar yang biasanya mengeluarkan suara-suara dari game online berubah menjadi penuh alunan desahan erotis dari bibir si manis.

“Ouhhh...hhggg... ahhh...eeummm.. ssshhh...fuck! Mass lepaskan..akuu mauu kelurr ahh..” Junkyu pening dibuatnya. Penisnya mengeras, rektumnya berkedut. Perutnya sakit bukan main, cairan precum mulai keluar dari lubang penisnya.

Haruto iba, akhirnya melepaskan cincin yang membelenggu batang penis si manis sembari terus menumbuk lubang kemaluan milik Junkyu dengan gerakan cepat.

“Akkhhhhggg aahhh.. ahhh.. uunggh..ahhh..hhgggg... AHHHH...”

Junkyu mencapai pelepasan pertamanya. Cairan putih meluber hebat membasahi kursi hingga meleleh melewati paha mulusnya. Punggungnya melengkung tanda tubuhnya begitu lega. Kelopak matanya terpejam, dadanya naik turun dua kali lebih cepat. Kepalanya bersandar pada punggung kursi, diistirahatkan sejenak sembari mengisi rongga dadanya dengan oksigen.

Lelah, tangan dan kaki yang Ia gunakan untuk bertumpu menjadi kebas. Peluh membasahi seluruh tubuh hingga kaus tipis pelapis tubuh bagian atasnya basah kuyup.

Haruto lagi-lagi terkekeh. Mengusap rambut basah berantakan itu sayang, dikecup juga beberapa kali. Junkyu saat ini dua kali lebih indah, lekukan tubuhnya ah adik kecilnya semakin tak sabar.

Pria bermata elang itu mengeluarkan seluruh alat dari tubuh kekasihnya. Melepas celananya sendiri hingga terkejut, penis kebanggaanya telah panjang mengeras. Haruto mengusap sisa lelehan sperma Junkyu lantas melumuri penisnya sendiri hingga basah. Ia menggendong tubuh lelah kekasihnya, duduk pada kursi gaming-nya sendiri, lalu mengarahkan raga pasrah sang submasive untuk duduk di atasnya.

“AHH...” Desah Junkyu ketika tubuhnya lagi-lagi terisi. Namun kali ini rasanya ingin muntah, sakit, penuh, panjang. Penis milik pria ini benar-benar berbahaya.

Junkyu menyandarkan punggungnya menempel pada dada bidang Haruto. Kepalanya pun mendarat manis pada pundak dominanya. Haruto tak tinggal diam, dihirup, dikecup penuh nafsu leher jenjang nan putih. Wangi vanilla bercampur keringat menggugah nafsu seksualnya semakin tinggi. Dihisap dan digigit kecil hingga timbul ruam merah keunguan membuat empunya mendesis. Setelah puas, kepala Junkyu diarahkan menghadap wajahnya. Diraup habis bibir ceri yang telah basah, mengulum, menggigit bibir bawahnya, hingga menghisap rasa manis sampai belahan itu membengkak.

“Uhhmm...” Junkyu terbuai, jamahan bibir tebal kekasihnya membuatnya melayang. Rasa nikotin mendera indra perasanya ketika benda merah muda tak bertulang itu saling melilit satu sama lain.

“Ahhh... uughh..” Desahnya tertahan. Syarafnya mendadak tegang akibat jemari panjang Haruto menggerayangi dadanya. Diusap halus kedua puting kecoklatan hingga menggeras. Selanjutnya, tak lupa memilin dan mencubit keduanya gemas.

“Eunngghh..”

Haruto tersenyum disela bunyi kecipak antara dua bibir yang saling beradu. Rasa bangga dan memabukkan bercampur jadi satu.

“Hhhh.. ahhh...shhhh..” Haruto merelakan pangutannya terlepas, memberikan jeda agar kekasihnya menarik napas. Tak berselang lama lengan berototnya mengangkat paha berisi Junkyu. Memberikan cela sedikit untuk bergerak.

“Ahh.. Mass..”

Tubuh jangkung Junkyu diangkat, lalu diturunkan perlahan. Dalam posisi begini, penis Haruto makin dalam menumbuk lubang sempit Junkyu. Pun Haruto sesekali menggeram rendah, ketika rasa sakit akibat jepitan rektum Junkyu pada batang penisnya.

“Aahhh.. uuhhh... mass...enakk..ssshhh...agghh.. sakitthh..” Junkyu gila, Haruto di dalamnya membuat semakin gila. Pinggulnya bergerak seirama pinggul dominannya. Sesekali Junkyu memekik hebat ketika ujung penis kekasihnya menyentuh titik kenikmatan di dalamnya.

Jemari keduanya saling tertaut erat, mengalirkan setiap rasa kenikmatan dari kegiatan kali ini.

Shit lubangmu sayangghh..”

“Hahhh.. eeummm...Ahhh..akh! Eungghh... Mass Harr...”

Say my name Junkyu.. Hhmmm..”

“Mmaa-ss..Ha..AKH!”

Tak ada yang bisa menghentikan mereka sekarang. Permainan yang mereka buat telah mencapai level infinity. Jauh tinggi dibuai kenikmatan satu sama lain. Saling menggerakkan pinggul dari gerakan konstan hingga menjadi liar, keduanya punya misi yang sama, mencapai level puncak, dimana permainan akan tamat.

“aaahhhh...masss lebih cepat...”

“Tentu saja sayang..”

“Keluarrghh... Ssshhh...ahhh.. mass..”

“Bersama sayang”

Haruto mengeratkan pelukannya di pinggang Junkyu. Menumbuk lubangnya cepat tanpa ritme, mencari secepat mungkin puncak pelepasannya.

“ARRGGHHH JUNKYUHH...”

“AAAHHH...”

Haruto merasakannya, cairan putih hangat melewati kedua lututnya. Junkyu pun begitu, lubangnya penuh dan sekarang basah. Haruto mengeluarkannya di dalam. Lagi-lagi punggungnya jatuh lemas bersandar pada bidang tegap milik dominannya. Telinganya bisa mendengar debaran jantung saling bersautan bersamaan napas memburu.

“Kamu hebat sayang.” Bisik Haruto tak lupa menyematkan kecupan pada pipi gembil Junkyu.

“Dasar mesum! Tapi aku mencintaimu.” Balas Junkyu.

Terakhir, Haruto mengecup belah ranum beberapa kali sebelum dilekatkan lama, saling menyampaikan rasa sayang dari hati paling dalam.

The End


©privxtter.


Benar saja tak berselang lama bel pulang sekolah berbunyi, hujan deras disertai petir menghadang aktivitas sebagian civitas sekolah. Tak khawatir, sebab sekolah Treasure banyak dari mereka yang menggunakan mobil. Hujan badai pun dilalui dengan nyaman.

Berbeda dengan siswa anak orang kaya, disini Haruto masih senantiasa berdiri. Melindungi diri dibawah atap pelataran sekolah sembari jemarinya dengan sengaja diserahkan pada air hujan. Basah, bau petrichor khas air hujan beradu tanah membuat suasana hatinya menjadi lebih tenang.

“Har!” Sapa seseorang dari arah belakang. Tepukan dipundaknya membuyarkan seluruh lamunan yang tengah si jangkung bayangkan.

Haruto tersenyum teduh, mengetahui yang datang adalah sosok manis yang tengah Ia tunggu sejak 10 menit yang lalu.

“Nunggu lama ya? Sorry tadi diajak ngomong masalah tugas dulu sama temen kelas.” Tuturnya detail, padahal Haruto nggak peduli kenapa si manis keluar terlambat toh masih sebentar. Tapi, Junkyu memanglah seperti ini. Haruto sudah kelewat hafal gestur dan kebiasaan kecil si gemes.

“Hujannya deres, kamu beneran mau nunggu? Nggak mau nelpon supir aja?” Haruto malah melemparkan sebuah pertanyaan lebih pada saran. Melihat hujan masih sangat deras dan dirasa langit mendung gelap tak bersahabat. Ini pasti akan lama.

Junkyu menempatkan tubuh jangkungnya disebelah Haruto, kini tangannya mengikuti gerakan yang lebih tinggi menadah air hujan. “Aku udah bilang mau pulang bareng kamu, gimanapun keadaannya ya kamu yang harus tanggung jawab anterin aku sampai rumah.”

Haruto mau tak mau semakin menyunggingkan senyumnya. Frasa Kim Junkyu adalah pria yang berbahaya benar adanya. Dalam keadaan suram, perasaan Haruto diobrak abrik dengan tiap kalimat manisnya.

“Oiya tadi mana hadiah buat aku?”

Kedua kelompak mata Haruto mengerjap, diam sejenak lalu membuka tasnya yang memang sedikit menggembung. Junkyu menunggu dengan tidak sabar, bola matanya bak seekor anak kucing menunggu tuannya memberi makan.

Haruto menarik benda besar dari tasnya, disambut sumringah serta pekikan kagum dari si manis. “Tadaaa!!!”

“Waahhh... bagus banget, buat aku? Beneran?” Sorak bahagianya, memastikan berkali-kali bahwa helm berwarna ungu yang masih mengkilap itu benar diberikan padanya.

“Iya biar kalo kemana-mana nggak hampir kena tilang lagi.”

Junkyu pun Haruto tertawa geli mengingat beberapa hari yang lalu mereka menghindari polisi lalu lintas layaknya buronan.

“Suka nggak?”

Tak perlu ditanya, binar mata yang dipancarkan milik Junkyu menjadi jawaban bagi Haruto. Haruto turut bahagia dibuatnya.

“Tiap hari aku bawa biar kalo pulang atau mau kemana sama kamu nggak bingung.”

“Bagus deh, dijaga yang baik ya.” Titah Haruto sembari mencuri cubit pada pipi memerah si manis.

Halus, kenyal, addicting. Jujur ini baru pertama kali Haruto seberani ini, tapi niat untuk memegang memang sudah ada dari lama. Hingga Junkyu yang diperlakukan seperti itu semakin tersipu dibuatnya.

Kim Junkyu jangan gemes gemes banget, kasian hati Haruto nggak kuat.


Masih ditemani hujan yang mengguyur tiada henti, sosok dingin itu berjalan menyusuri koridor. Obsidian yang selalu memancarkan kilatan menakutkan terlihat dua kali lebih dari biasanya. Sorotnya tak lepas dari dua anak adam yang tengah bersenda gurau diujung koridor. Sosok yang sering dieluh-eluhkan dengan sebutan pangeran itu tau betul siapa gerangan.

Sepatu pantofel mahal menimbulkan suara menggema. Namun, kedua pemuda yang ada disana masih larut akan obrolan santainya. Hingga tak sadar pemuda bersurai ash grey sudah berada didekat mereka.

“Junkyu.” Panggilnya menginterupsi. Keduanya langsung menghentikan candaan yang saling dilayangkan, memberikan seluruh atensi pada pria yang tengah berdiri disana.

“Yoshi? Loh, aku kira kamu udah pulang.” Sergah Junkyu, setaunya Yoshi memang tidak suka berlama-lama disekolah. Sedangkan Haruto diam menunduk menghindari tatapan mengintimidasi dari mata dingin itu.

“Ada urusan sama kepsek bentar. Ayo pulang kamu ngapain masih disini?!” Ajaknya lebih mengarah pada perintah mutlak.

Junkyu melirik Haruto sebentar lalu menggeleng tanda menolak ajakan Yoshi. “Aku bareng Haruto.” Cicitnya.

“Pulang!” Ucapnya lagi namun dengan nada lebih tinggi.

“Enggak mau, kan udah bilang aku bareng Haruto.” Junkyu pun begitu, masih bersikeras menolak ajakan Yoshi.

Suasana berubah drastis jadi canggung. Apalagi udara dingin dari cuaca hujan makin membuat keadaan buruk. Haruto benci berada diantara pertengkaran begini. Ada benarnya juga Junkyu harus segera pulang, hari semakin larut. Haruto tak apa jika pulang dengan basah kuyup namun bersama Junkyu, Haruto mana bisa.

Haruto sedikit oleng saat lengannya dicengkeram erat oleh Junkyu. Si manis tengah meminta pertolongannya, masih tegas memilih pulang dengannya.

Namun dengan berat hati, meksipun dalam dirinya masih bimbang, Haruto melepas genggaman tangan Junkyu dari lengannya. Ia menatap kedua manik si manis yang cukup terkejut akan sikap penolakan Haruto.

“Kamu pulang sama Yoshi ya...” Ujar Haruto sembari tersenyum kecil, mencoba memberikan sedikit pengertian pada pemuda yang lebih kecil.

Junkyu menggeleng tegas, namun Haruto seakan menyuruhnya untuk pergi. “Aku nggak mau kamu nunggu disini sampai malam, udaranya dingin, hujan juga. Aku takut kamu sakit.”

Junkyu kali ini menatap Yoshi nyalang, dia tuh gapapa mau nunggu sampai besok asal sama Haruto tapi kenapa Yoshi dateng dan ngerusak semuanya. Junkyu jujur kecewa, dia gajadi nyobain helm baru nan lucu pemberian Haruto, dia gajadi meluk cowok itu dari belakang, nyium bau khas cowok itu sambil naruh dagunya di bahu lebarnya.

“Ayo, pulang!” Ajak Yoshi sekali lagi, mematahkan semua harapan Haruto yang mungkin akan mempertahankannya.

“Aku pulang ya, Haru. Maaf gajadi nemenin kamu.Thanks helm-nya.”

Yoshi mengerlingkan bola matanya jengah, memilih berjalan lebih dulu membuka payung yang memang sudah ditangannya. Sedangkan Junkyu berjalan setengah hati, sesekali menengok dan memberi lambaian selamat tinggal pada Haruto sebelum tubuhnya dirangkul posesif oleh Yoshi dibawah lindungan payung.

Haruto masih disana, pendar matanya meredup. Masih menelaah jauh kedua punggung yang tengah berjalan semakin menjauh ditengah hujan.

Aku kalah lagi, Kyu. Seberapa besar aku terus nyoba maju selalu ada yang mukul aku mundur. Apa ini pertanda kalau kamu memang bukan takdir buat aku.


`teuhaieyo.


⚠️trigger warning⚠️: mature🔞, sexual disorder, sadomasochism, fetish, harsh words, violent act, blood.


Sadomasochism

`the derivation of pleasure from the infliction of physical or mental pain either on others or on oneself.

Seoul, 21.46 p.m

Gemerlap lampu menerangi megahnya sebuah bar di sudut kota. Debuman musiknya terdengar bahkan sebelum masuk di dalamnya. Saat melangkahkan kaki ke dalam, netra akan dimanjakan oleh gerakan bebas pengunjung yang tengah meliukkan tubuhnya. Bau alkohol begitu menyeruak bercampur bau keringat. Jika belum pernah datang, baru setengah langkah dari pintu masuk kepala pusing dibuatnya.

Hal ini tentu tak berlaku bagi sosok pria berjas hitam formal yang baru datang bersama Mercedez hitam doff-nya. Sepatu pantofel gelap mengkilap menimbulkan suara enak didengar saat sosoknya berjalan. Rambut lebatnya ditata rapih dengan gel rambut menambah kesan bak eksekutif muda.

Berada di dalam membuatnya menjadi pusat perhatian, selalu begini. Siapapun yang dilewati dapat menangkap aura dingin misterius yang memancar. Namun, wajah tampan dengan mimik datar yang selalu sang pria tunjukkan belum pernah gagal menghipnotis tiap wanita. Inilah dia, Tuan Yoon Jaehyuk. Pelanggan VIP, pemilik setengah saham pembangunan bar.

“Selamat datang, sajangnim. Silahkan sebelah sini.” Ujar salah satu pegawai mempersilahkan Tuan Yoon menuju ruangan yang telah disiapkan.

Jaehyuk mengikuti langkah si pegawai, sesekali bola matanya bergerak liar memandangi keadaan bar yang ramai. Saat ini tengah menanmpilkan pertunjukan penari striptis pria. Jaehyuk tersenyum tipis, suhu tubuhnya mendadak meningkat.

Sepertinya Ia juga harus bersenang-senang sebelum pergi dari sini.

Lantai dua benar berbeda daripada dibawah. Disini sunyi sepi, hanya ada beberapa pelanggan yang mondar mandir bersama barang belanjaannya menuju kamar.

“Ahh tidak, saya tidak mau! Jangan!!!”

Bruk!

Jaehyuk setengah oleng, kedua tangannya berhasil mencegah tubuh pemuda mungil yang menabraknya. Jaehyuk meneliti setiap inci tubuh si mungil. Kulit putih sehat dengan beberapa memar pada permukaannya, wajahnya cantik bagi sosok pria, bibirnya... wah, merah muda menggoda dihiasi semburat merah kontras dengan warna kulitnya.

“Tolong...” Pintanya lirih dengan bahasa korea kaku. Jaehyuk yakin dia salah satu pekerja ilegal.

Entah mengapa perasaan iba hadir pada diri Jaehyuk. Apalagi obsidian indah itu telah basah akan air mata. Pun Jaehyuk bisa merasakan getaran ketakutan pada rematan jari di atas jas mahalnya. Jaehyuk tidak suka melihat dia menangis.

“Keluarkan saya dari sini, pria tua itu ingin menikahi saya...” Jelasnya lagi.

“Ya Asahi! Bagaimana bisa kau begini pada bosmu jalang kecil! Cepat kembali layani Tuan Park!” Tubuh kecil itu kembali ditarik hingga pegangannya terlepas. Kepalanya menggeleng dengan iris hitam legam masih menatap Jaehyuk penuh harap.

“Tunggu!ㅡ”

“ㅡ akan kubeli dia berapapun biayanya.”


Keduanya tengah berada pada satu ruang kamar mewah. Bukan hotel, tapi ini salah satu ruangan suite dalam bar. Harganya selangit, hanya pengusaha dengan jabatan tertinggi atau orang penting lain yang biasanya menyewa.

Jaehyuk duduk diatas sofa, termenung sejak tadi namun kedua pendar matanya tak lepas dari pekerja kecil yang baru saja Ia beli. Gila memang, baru kali ini Jaehyuk sudi mengeluarkan uang hampir 3 miliar hanya untuk seorang pekerja sex, terlebih dia adalah seorang pria.

“Jadi, siapa namamu?” Tanya Jaehyuk dengan nada rendah. Yang ditanya berjengit hingga merinding mendengar suaranya.

“Asahi, Tuan... Hamada Asahi. Baru tiba kemarin dari Jepang.” Balas si kecil dengan bahasa berantakan namun masih bisa dimengerti.

Jaehyuk paham sekarang bagaimana bisa pria bernama Asahi ini masih memiliki penampakan tubuh yang bagus. Barang baru ternyata.

Jaehyuk tersenyum miring saat otaknya muncul ide cemerlang. Yah, sudah dibeli belum afdol jika tidak dicoba. Mari bermain, Asahi.

“Bukankah seharusnya kau berterima kasih padaku?”

Asahi yang sedaritadi menunduk, memberanikan diri menatap lawan bicaranya. “Mak-maksudnya tuan?”

“Show me.. show me what you know, Asahi.”

Asahi boleh terlihat polos, tetapi Asahi tidak bodoh. Asahi tau pasti maksud kalimat Jaehyuk. Asahi rasa Ia memang harus berterima kasih pada pria dihadapannya.

Asahi berdiri, jari-jari lentiknya membuka kancing kemeja putih longgar yang tengah membungkus badan kurusnya. Membiarkan kemeja itu terhempas ke tanah. Setelahnya, Ia beranjak melucuti celana kain panjang. Pun dibiarkan jatuh menyisahkan celana pendek guna melapisi bagian vitalnya.

Jaehyuk masih disana, bersandar pada sofa empuk. Nampak nyaman padahal suhu tubuhnya telah meningkat beberapa derajat. Keringat dingin membasahi punggung. Raut wajahnya terlihat tenang namun debaran jantungnya berisik tak karuan. Kedua netranya lurus, menelisik setiap gerakan sensual pria kecil dihadapannya tanpa sadar gundukan kecil dibalik lapis celananya sudah tecetak jelas.

Asahi mendekat, berjongkok berhadapan dengan kedua lutut Jaehyuk. Si manis menggigit bibirnya seraya terkekeh geli. Pria ini imannya sangat rendah. Berhadapan dengan tubuh telanjang Asahi sudah mampu memompa libidonya hingga setinggi ini.

Kesepuluh jemari cantik dimainkan apik, menggerayangi paha pria yang beberapa tahun lebih dewasa. Sesekali sengaja menyentuh gundukan daging dibalik celana hitam. Ingin rasanya Ia buka sekarang juga, Asahi penasaran seberapa besar batang milik sang Tuan.

Jaehyuk menahan napasnya, tubuhnya merinding bukan main tatkala tangan nakal Asahi mengelus penisnya dari luar. Gerakannya perlahan namun ritme yang diberikan membuatnya gila. Tubuhnya semakin merosot, kepalnya menengadah sesekali menggeram tertahan. Barang baru yang dimiliki bar ini memang belum pernah mengecewakan.

Jaehyuk tak bisa lagi sabar, Ia membuka lebar-lebar pahanya. Melepaskan setiap helai yang menjadi pelindung hidup dan matinya. Pria tampan itu terkekeh saat mimik wajah Asahi berubah terkejut saat benda panjang miliknya muncul begitu saja. Wajah putihnya berubah memerah bak kepiting rebus.

Jaehyuk mengambil dagu si manis, diangkat perlahan hingga pasang mata keduanya bertemu. “Puaskan dia cantik.”

Asahi mengangguk kaku. Tangan hangatnya mulai menyentuh canggung daging panjang milik sang Tuan. Digenggamnya sedikit erat, setelahnya bergerak naik turun seraya mengocok. Tangan kanannya menarik penis itu perlahan lalu ditekan kembali kebawah terus begitu dengan ritme konstan. Sedangkan jemari kirinya memainkan kedua biji menggantung bergantian.

“Hhgggg...” Satu desahan nikmat terucap dari bibir tebal Jaehyuk.

Suasana meningkat panas, pending ruangan sama sekali tak berfungsi. Dalam ruangan sunyi, hanya terdengar desahan dan geraman sebagai alunan musik indah.

Shit, you little bitch!

Jaehyuk bersumpah Asahi membuatnya gila. Apalagi ketika benda tak bertulang disebut lidah itu menjilati ujung penisnya. Lembek, basah namun membangkitkan nafsu. Jaehyuk menarik helai rambut Asahi, memposisikan penis tegang itu tepat dimulut kecil. Dihentakkan kasar hingga seluruh batang masuk dalam rongga hangat si manis.

“Uhuk.. eughh...”

Asahi berpegangan erat pada kedua paha sang tuan. Air matanya mengalir ketika ujung penis besar itu menumbuk tenggorokannya kasar. Sakit, mulut kecilnya dipaksa terbuka lebar, menelan benda yang besarnya bukan main. Kepalanya digerakkan maju mundur paksa hingga liurnya meluber dari bibir membasahi dadanya.

“Eugh.. ahhh...”

“Ssshh sialan! Mulut kecilmu hhhh...”

Dalam gerakan maju mundur beberapa detik Asahi mulai memberontak. Kedua tangan kecilnya memukul paha Jaehyuk minta dilepaskan. Penis Jaehyuk semakin besar dalam mulutnya.

“Sebentar lagiihhmm....”

Jaehyuk menggeram semakin dalam, matanya menutup erat mengadakan betapa nikmatnya permainan kali ini. Kepalanya pusing hingga dirasa kesadarannya melayang. Pinggulnya masih bergerak, kejantanannya mulai berkedut, semakin besar. Jaehyuk sampai sebentar lagi.

“Hhmmm... ARGH...” Desah Jaehyuk akan pelepasan pertamanya. Ia membenamkan penisnya sejenak dalam mulut kecil Asahi, membiarkan seluruh cairan sperma keluar sepenuhnya.

Tak bisa Jaehyuk pungkiri wajah polos kesakitan Asahi sangat indah di matanya, apalagi bibir basah yang mengeluarkan sperma bercampur saliva.

Napas Asahi memburu, berusaha meraup seluruh oksigen dalam ruangan. Mulutnya terbuka lebar membiarkan sebagian sperma Jaehyuk meleleh bebas. Seksi, cantik, Jaehyuk belum pernah menemukan lelaki seindah Hamada Asahi. Tubuh kurusnya tak membuat Jaehyuk berhenti menaruh nafsu pada sosoknya.

Jaehyuk beranjak, menggendong si kecil asal. Membawanya pada kasur king size guna melanjutkan permainan yang ada. Asahi bergerak gelisah, ditatap dengan mata lapar Jaehyuk membuatnya sedikit takut.

“Kau melakukannya dengan baik anak manis. Sekarang biarkan tuanmu melayanimu.” Ujarnya dengan nada rendah.

Jaehyuk berjalan menjauh, memungut ikat pinggang mahal miliknya. Detik kemudian Ia telah mengungkung si kecil rapat. Kedua lengan Asahi ditarik keatas kepalanya, diikat kuat hingga pemiliknya meringis sakit.

Jaehyuk menjauh sedikit, mengamati setiap inci pahatan indah ciptaan Tuhan. Tubuh tanpa sehelai benang itu menggeliat tak nyaman dibawah lampu temaram. Namun dalam pengelihatan Jaehyuk, Asahi luar biasa mempesona.

Si tampan menyeringai, mengeluarkan pisau metal kesayangannya. Pisau berwarna silver yang menjadi penghuni utama saku celananya selama ini. Dimainkan sebentar, diputar tanpa rasa was-was melukai tangannya. Seperti, pisau itu adalah sahabat lamanya.

“J.. Jangan...tuan..” Mohon Asahi lirih. Nadanya bergetar hebat ketika pisau itu dimainkan diatas permukaan kulit pipi mulus si manis.

Bagi Asahi, Jaehyuk hanyalah sosok kaya raya dibalut wajah tampan. Namun saat ini Jaehyuk tak lebih dari sosok psikopat gila yang berhasil menyandra mangsanya.

“Tuan... jangan bunuh saya. Sa-saya janji akan melayani tu..tuan.. dengan baik.”

“Ssshhh...” Jaehyuk semakin menghimpit si kecil, mendekatkan wajahnya diatas raut ketakutan Asahi. Jemari bebasnya membelai bibir kecil yang telah bengkak. Dikecup lembut bibir semerah stroberi, mengecap rasa manis bercampur sperma yang masih tertinggal.

damn, your lips so fucking addicting.” Batinnya.

Dikecup lagi, lagi, dan lagi. Setelah itu, dihisap perlahan belah bibir semanis madu itu. Bak menghisap narkoba, Jaehyuk kembali dibawa melayang. Hingga kecupan yang terjadi menjadi lumatan liar penuh nafsu birahi.

“Ughh... Eumm...Ahh..”

Jaehyuk tersenyum kecil disela kegiatan menjamah bibir si manis. Desahan lembut yang keluar semakin memompa semangatnya. Jaehyuk bertaruh desahan menggemaskan hanya milik Asahi dan itu membuat dirinya semakin gencar melecehkan bibir Asahi.

“Ahhh...Angghh...”

Sang dominan semakin memperdalam pengutannya, memasukkan benda kenyal dalam rongga hangat menggairahkan, bertarung hebat dengan benda kenyal milik sang submasive. Bunyi kecipak antara bibir dan bibir menjadi nada lagu terindah dalam ruangan.

Saat Asahi mulai jatuh pada permainan sang dominan, dibuat tinggi melayang, tangan kanan Jaehyuk yang mulai melancarkan aksinya, digoreskan perlahan pisau tajam pada tangan Asahi.

“AAAA!!!” Asahi menjerit sebab rasa sakit mulai terasa lengannya.

“Sakit.. tuan jangan...”

Tanpa sadar Asahi mulai menangis. Lengannya teramat perih. Sebenarnya permainan apa yang tengah dilakukan oleh tuannya.

Mengesampingkan tangisan Asahi, Jaehyuk menatap tangan penuh darah dengan tatapan lapar. Bola matanya telah berubah menjadi merah sempurna. Jaehyuk meneguk liurnya kasar. Fuck, he's so damn hot.

Jaehyuk melepaskan ikatan pada lengan Asahi. Menarik kasar yang penuh darah, diciumi penuh nafsu lengan itu, dihisap perlahan tanpa rasa jijik. Hell darah termanis yang pernah Ia rasakan.

“Akhh... Tidak! Lepas hiks sakit... tolong tidak.” Asahi mulai memberontak, menarik tangannya menjauh tapi nihil, Jaehyuk memilih tuli, jatuh pada hasrat tak tertahankan akan darah semanis gula.

Menyudahi aksinya, Jaehyuk memposisikan tubuh Asahi kembali. Tindakannya tak lagi selembut sutra, kedua tangannya melebarkan paksa paha ringkih si manis. Jaehyuk lagi-lagi mengambil pisaunya, menatap Asahi remeh karena hanya mampu memohon dan menangis. Tanpa rasa ampun ditorehkan kembali luka panjang hingga darah segar mengalir.

“AAAAAA HIKSㅡ”

“ㅡ tolong ja..jangan sakiti lagi...hiks”

Asahi salah menganggap Jaehyuk pria biasa dengan nafsu birahi. Jaehyuk adalah binatang buas dibalik proporsi manusianya. Jaehyuk, pria dewasa pengidap sindrom sadomasokis. Semakin Asahi menangis dalam kesakitan disitulah titik paling menyenangkan dalam berhubungan seks.

Jaehyuk mengarahkan jari pada paha penuh darah, dibalurkan sedikit pada dua miliknya. Ia mengarahkan jarinya tepat di depan lubang merah muda rapat milik Asahi. Kedua matanya berbinar, indah, segala tentang Asahi begitu indah. Asahi sangat sempit sebab Ia masih perjaka.

Tanpa aba-aba kedua jari sang dominan menerobos masuk. Mengoyak paksa lubang yang belum pernah terjamah siapapun. Asahi memekik dibuatnya, dadanya membusung sebagai respon rasa perih yang menyerang bagian bawahnya.

“Akkhhhhggg... Ssshhh.. pelann..pelahhnn..”

Kedua jari itu bergerak cepat, enggan peduli dengan teriakan kesakitan empunya. Semakin Asahi beteriak maka gerakannya semakin kasar tak beraturan.

“Hiks...aaakkhh...euughh... tuan..ngghh.. ouuhh..heuummm..akhh ssstop...”

Tubuh kecil Asahi bergerak naik turun seirama genjotan jari panjang sang tuan dalam lubangnya.

Sakit, hanya itu yang Asahi dapatkan. Tiada rasa nyaman, kenikmatan yang diterima. Raganya lelah, jika begini lebih baik Asahi dibunuh dalam satu tusukan. Toh hidupnya sudah tak berarti semenjak keluarga tirinya berhasil menjual dirinya.

“Hikss...huaaaa...hiks.” Tangis Asahi tumpah. Inginnya pasrah namun Ia tak berhasil membendung seluruh rasa yang berhasil dipendam. Asahi malu harus menangis disaat seperti ini. Lelaki kecil itu menutup seluruh wajahnya agar tuan tidak melihat.

Pada ujung birahinya Jaehyuk berhenti. Seluruh raganya bergeming ketika tangisan pilu Asahi berhasil memasuki gendang telinganya. Monster dalam tubuhnya ditarik pergi, mengembalikan Jaehyuk pada sosok semula.

“Jangan menangis!” Tuturnya.

Asahi berusaha, naas tangisnya malah semakin pilu dan keras. Seperti tengah meluapkan seluruh emosi dalam dirinya.

“JANGAN MENANGIS!”

Jaehyuk tumbang, jatuh terduduk diatas lantai dingin. Air wajahnya amat ketakutan entah pada siapa. Jaehyuk terus berteriak seolah dirinya tengah disakiti seseorang.

“AAAAA JANGAN! PERGI KAU PELACUR SIALAN! JANGAN SENTUH!”

Asahi tentu terkejut, harusnya dia yang berteriak ketakutan. Si manis beranjak, menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Berjalan tertatih menghampiri Jaehyuk yang tengah meringkuk histeris.

“Tuan Jaehyuk? Anda baik-baik saja?” Tanya Asahi ragu. Tangannya maju untuk membelai rambut basah akibat keringat.

“WAAHH! BERHENTI DISITU!”

Asahi berjengit mundur. Menatap bingung gerak gerik Jaehyuk yang tiba-tiba bangkit. Pria dominan itu hanya berjalan menjauh, memakai bajunya acak, lalu keluar kamar meninggalkan Asahi dengan seluruh tanda tanya dalam benaknya.

Tuan Jaehyuk, siapa sebenarnya dirimu?


Kediaman Jaehyuk, 12.30 p.m

Disinilah Asahi berdiri, tepat di depan pagar rumah minimalis tetapi berkesan elegan. Asahi berhasil mendapatkan alamat kediaman Yoon Jaehyuk dari Kim Junkyu, pengelola bar tempatnya bekerja.

“Menurut rumor yang tersebar Yoon sajangnim pengidap kelainan seksual. Kami selalu mencari pasangan seks baru untuknya karena pekerja disini takut melayaninya untuk kedua kali.”

Begitu cerita dari Junkyu hyung sembari mengobati setiap luka yang Asahi dapatkan.

Junkyu cukup terkejut saat Asahi malah ingin menemui Jaehyuk disaat pekerja yang lain enggan bersimpangan dengan pria itu. Namun, bagi Asahi Ia harus tetap berterima kasih telah dilepaskan dari belenggu biadab yang ingin menikahinya. Tubuhnya telah menjadi hak milik sah Yoon Jaehyuk. Miris memang raganya dihargai dengan nominal, tapi beginilah nasib hidupnya sekarang.

Tok Tok Tok

Menunggu sekian detik, pintu kayu akhirnya dibuka. Asahi kira Ia akan bertemu dengan pembantu, ternyata saat ini obsidian cantiknya bersitatap kembali dengan sorot dingin Yoon Jaehyuk.

Jaehyuk pun begitu, belum pernah baginya menerima tamu di rumah. Pikirnya siapa yang datang dan sosok kecil yang beberapa hari ini Ia coba lupakan berdiri, masih dengan wajah polos menggemaskan dihadapannya.

Asahi tertegun, Jaehyuk normal seperti pertama kali mereka bertemu. Senyumnya mengembang ketika si dominan meletakkan gelas berisi minuman dingin untuknya. Lalu Asahi jadi gugup saat Jaehyuk duduk berhadapan dengannya.

“Apa yang membawamu kemari?” Tanya si pria to the point.

“Saya belum selesai berterima kasih.” Balas Asahi, gugup tapi berusaha setenang mungkin.

“Lupakan, anggap saja saya mengasihanimu kemarin. Kau bisa pergi, aku akan memberimu beberapa uang untuk menyewa rumah danㅡ”

Asahi menggeleng tak setuju, “Tidak... Saya tidak mau dikasihani.”

Kalau boleh jujur, Asahi juga menikmati setiap sentuhan Jaehyuk waktu itu. Datang tanpa pengalaman seks, dihadirkan pengalaman baru tak terlupakan. Bagaimana pria itu menjamah bibirnya hingga melayang. Mengoyak bawah tubuhnya kasar. Mengingat semua itu Asahi kembali horny.

“Lantas apa maumu?”

“Kau, saya mau Yoon Jaehyuk.”

Asahi menekan pundak Jaehyuk. Merendahkan tubuh dominannya untuk duduk dipinggir kasur. Asahi duduk sensual diatas paha Jaehyuk, sengaja bergerak abnormal menggesekkan pantatnya pada daging yang masih terhalang kain.

Jaehyuk masih tertegun, Asahi jauh datang untuk melayaninya. Well Jaehyuk mana menolak, membiarkan si kecil memimpin sesuai keinginannya. Libidonya kembali diuji, raut sendu si manis selalu berhasil menggodanya.

Jaehyuk melirik kebawah, begitu lincah jemari lentik melucuti kemejanya sendiri menyisahkan tubuh mulus. Atensi Jaehyuk jatuh pada lengan Asahi, bekasnya masih ada disana hingga perasaan bersalah hinggap didada.

Telapak Asahi mengelus rahang Jaehyuk pelan, mengambil kembali seluruh perhatian sang dominan. Kepalnya mendekat, lantas memiringkan wajahnya saat kedua hidung mereka bersentuhan. Asahi memberikan kecupan ringan, menggoda sedikit si bibir tebal. Dilumat lembut sesekali digigit kecil belah bibir bawah Jaehyuk menyesap saliva bercampur rasa nikotin. Manis sedikit asam, Asahi terbuai dibuatnya.

Kedua lengan Jaehyuk merengkuh posesif pinggang Asahi, takut-takut si mungil jatuh akibat gerakan penuh nafsunya. Dibalik tubuh Asahi hingga posisinya Jaehyuk mengungkung Asahi. Jaehyuk melepaskan seluruh pakaiannya tak sabar, juga menarik paksa celana selutut yang masih menutup tubuh Asahi. Jaehyuk dibuat tercengang, Asahi bertandang tanpa memakai celana dalam hingga saat ini raganya polos. Kucing nakal.

Jaehyuk kembali menindih Asahi, tangan nakalnya diarahkan pada penis yang baru setengah bangun sembari bibirnya melumat bibir candu milik si manis.

“Eungghh... Ahhh...” Desahan kecil kesukaan Jaehyuk akhirnya lolos juga.

Asahi pusing, kedua kakinya bergerak gelisah sebagai respon kenikmatan. Tangan besar Jaehyuk menggenggam penuh penis kecil Asahi, diurut sebentar sebelum dikocok naik turun sesekali meremas kedua bola kembar dibawah sana.

“Hhhggnn... keluar..”

Disela-sela cumbuannya Asahi memberi peringatan, perutnya melilit hingga tanpa sadar meremat kulit punggung dominannya. Dalam tubuhnya panas merinding merasakan sensasi baru dalam berhubungan seks.

Jaehyuk melepaskan ciumannya, fokus menaik turunkan remasannya pada penis Asahi yang mulai berkedut. Saat cairan precum mulai meluber Jaehyuk menghentikan kegiatannya.

not yet, babe.

Demi Tuhan Asahi ingin memukul tuannya. Perutnya sakit bukan main, namun Jaehyuk malah mempermainkannya.

Jaehyuk merebahkan tubuh hampir nakednya disamping Asahi. Memberi kode pada si manis untuk naik diatasnya. Asahi naik dengan malas, memposisikan bongkahan putih tepat di depan bibir tebal Jaehyuk, sedangkan Ia menantang batang besar panjang milik sang dominan.

Tanpa aba-aba Jaehyuk mulai menjilati permukaan rektum Asahi, dibahasahi sejenak, dijilat kembali dengan ujung lidah memberikan sentuhan menggelitik. Sedangkan dibawah sana Asahi mendesah hebat sembari kedua tangannya sibuk bermain dengan penis kesukaannya. Fokusnya diuji antara nikmat yang diberikan pada lubangnya atau kewajiban yang harus Ia lakukan.

Asahi memasukkan penis besar dalam rongga mulutnya, menggerakkan kepalanya naik turun konstan sesekali dijilati seluruh batang penuh nafsu.

“Akkhh.. ssshhh...” Pekik Asahi ketika rasa perih menyerang lubangnya. Baru jari tapi sakitnya bukan main.

Jaehyuk mendiamkan sejenak, Asahi selain virgin juga sangat ketat, jaringa diremat kuat oleh lubang rektum si manis. Tak sabar kejantanannya dimanjakan langsung olehnya.

“Hhhmmm...” Kali ini Jaehyuk menggeram rendah. Asahi selalu hebat dalam permainan memuaskan penisnya. Gerakan lincah ditambah mulut sialan milik submasive tak pernah gagal membuatnya gila.

“Asahi.. Shhmmm... AAHH..”

Desahan dari mulut Jaehyuk menandai pelepasan pertamanya. Tanpa jijik Asahi menelan seluruh sperma milik tuannya. Belum lama meraup oksigen tubuhnya kembali dibuat merinding dengan permainan jari panjang dibawah sana.

“Oohh... tuan ahhh”

Asahi bergerak gelisah, tangannya kesana kemari mencari tumpuan sebelum melampiaskan dengan meremas sprei dibawahnya. Tubuh Asahi tersentak ketika lubangnya kembali terasa penuh, Jaehyuk tanpa ampun menambah satu lagi jemari menjadi tiga di dalam. Ketiganya bergerak maju mundur mengoyak isi lubang ketat itu.

“AAAKH!” Jaehyuk menampar, meremas pipi pantat putih yang memantul tepat di depan wajahnya.

“Aahh... ahhh... uughmm.. ahhh.. keluar- akhh keluar.. lebih cepat-”

As you wish baby” Jaehyuk mempercepat gerakannya. Sedangkan Asahi semakin menaikkan pinggulnya.

“UGH- AHH...” Seluruh tubuh Asahi lemas hingga ambruk diatas dominannya. Ini pelepasan pertamanya selama 20 tahun hidup. Rasanya aneh, namun menggairahkan.

Jaehyuk mengecupi pantat putih Asahi, membiarkan si kecil rehat sejenak. Jaehyuk yakin ini pengalaman pertamanya. Jaehyuk tak boleh terbawa nafsu seperti beberapa hari lalu.

“Ayo kita mulai bagian intinya.” Bisik si tampan dengan suara bariton.

Diangkat perlahan raga lemah Asahi, direbahkan senyaman mungkin diatas kasur yang telah berantakan. Jaehyuk terkekeh dengan wajah lelah si manis. Tubuh indah itu layaknya berlian akibat tertutup tertutup keringat.

Jaehyuk mengangkat satu paha Asahi, sebelum pria kecil itu menghentikan.

“Tunggu!”

Asahi beranjak sejenak, menimbulkan ribuan pertanyaan pada kepala Jaehyuk. Saat Asahi kembali, Jaehyuk tercengang dibuatnya. Asahi memberikan pisau kecil padanya. Tangan Jaehyuk bergetar. Apa maksudnya?

“Asahi apa ini?” Tutur Jaehyuk enggan mengerti.

Asahi beringsut, mengalungkan lengannya apik pada leher dominannya. Mengecup ringan tulang selangka serta menggigit sedikit memberikan bekas merah keunguan disana. Asahi menggigit cuping Jaehyuk ringan, menjilat seduktif sebelum akhirnya meminta.

Hurt me, daddy.” Bisiknya sensual.

You don't have to be so gentle with me. My body is yours already.” Lanjutnya.

Asahi mengecup bibir Jaehyuk, kembali memposisikan dirinya terlentang dibawa kungkungan Jaehyuk

Jaehyuk berpikir sejenak, antara Asahi dan kesenangan jiwanya. Ya Jaehyuk memang sakit, namun pria ini sudah berusaha tuk sembuh.

Jaehyuk melempar pisau kecil dengan yakin, menatap manik Asahi dengan penuh afeksi. “No, i won't hurt you anymore.

Sang dominan mengambil satu paha milik si manis, disampirkan pada pundak polosnya. Jaehyuk mengocok penis panjangnya sejenak, meludahi telapaknya lalu mengocok kembali menjadikan pelumas alami. Detik berikutnya, diposisikan kepala penis itu di depan lubang ketat berkedut, seperti memanggil kejantanan Jaehyuk untuk segera dipuaskan. Jaehyuk menggesekkan sebentar menimbulkan desisan geli dari submasivenya.

“Ssshh...”

“Rileks sayang, ini akan sakit sebentar.” Ujar Jaehyuk menenangkan ketika nampak raut khawatir sang pihak bawah.

Asahi pun begitu, jantungnya berdebar 5 kali lebih cepat, perutnya bergejolak tak nyaman. Jemarinya sudah meremat erat seprei dibawahnya.

“Aaakkhhh.. no no no stop, tuan. Itu sangat sakit.”

Baru kepala penisnya yang masuk, Asahi sudah berteriak kesakitan. Jaehyuk itu besar, panjang, dan luar biasa. Pada awalnya Asahi juga ragu apa lubangnya mampu menghimpit penis sebesar ini.

“Tahan, sayang hhmmm...” Menghiraukan teriakan Asahi, Jaehyuk fokus mendorong kejantanannya, memaksa masuk sesekali menggeram sakit akibat rematan dinding rektum sempit.

Shit! you're so fucking tight, Asahi.

“Aahhgg... sakitthh... hiks”

“AHHH.. YES!” Dalam sekali hentakan terakhir benda panjang tegang berhasil masuk sempurna dalam lubang hangat milik Asahi.

Jaehyuk mendiamkan sebentar sembari mengecupi seluruh wajah kesakitan Asahi. “Kamu indah, kamu hebat.” Bisiknya menenangkan.

Bibir tebalnya bergerilya diatas permukaan leher Asahi. Mengisap kulit putih itu hingga berubah kebiruan.

“Bergeraklah.” Titahnya.

As you wish.

Jaehyuk menggoyangkan pinggulnya. Perlahan namun pasti agar Asahi terbiasa dengan miliknya di dalam.

“Euugh... aahh...ahhh..” Desahan Asahi akhirnya, Jaehyuk semakin gencar menumbuk lubang Asahi. Desahan Asahi bagai energi baru untuk Jaehyuk.

Jaehyuk bergerak semakin cepat namun teratur. Asahi dibuat melayang di udara, seluruh akal sehatnya direnggut bersamaan gerakan maju mundur yang terjadi. Sakit, perih, nikmat bercampur jadi satu dibawah sana. Gerakannya nyaman, pun Asahi sulit mengimbangi dominannya. Dibawah sana penuh, sesak namun tubuhnya dimanja habis habisan hingga tak rela dihentikan sebelum puas.

“Jaehyuk lebih cepat ahhh..ahhggnn..uhhh aaahh..”

Asahi pun Jaehyuk berantakan. Gerakan yang tadinya penuh ritme sekarang tak tentu arah. Tubuhnya basah akibat begitu panas kegiatan penuh birahi yang mereka lakukan.

“hhmmm... Asahi lubang kamuuhh..,” Jaehyuk menikmati hingga menengadah, jepitan lubang Asahi menguras habis kejiwaannya. Bahkan tanpa kegiatan menyakiti gairah Jaehyuk berhasil dibawa menuju puncak tertinggi oleh pria cantik dalam kungkungannya.

“AKKKHH!” Pekikan Asahi. Jaehyuk menyeringai bangga saat tepat menemukan titik kenikmatan si manis. Gerakan cepat jadi melambat namun hentakannya kasar. Asahi mememik beberapa kali akibat kepala penis Jaehyuk menumbuk titik lemahnya.

“Jaee- Ahhh! Keluar...im cumming.”

“Bersama sayang... shit euuhhmm...”

“Ahhh...Uhhh...Ahhh..Hgghnn...Uhh...Jae..AAHHH....”

“UNGHH...”

Lenguhan panjang keduanya menadai pelepasan akhir dari kegiatan panjang menguras tenaga pada siang hari. Jaehyuk mengeluarkan penisnya perlahan tak membiarkan sedikitpun spermanya keluar. Sedangkan dada kurus Asahi membusung merasakan pelepasannya dan rasa hangat dalam perutnya.

Jaehyuk jatuh membawa raga lemas Asahi dalam pelukannya. Membelai rambut yang basah dan lepek perlahan. Jaehyuk tersenyum puas akan hasil karya diatas kanvas putih milik Asahi, ibu jarinya mengusap bibir membengkak yang masih basah. Jaehyuk bersumpah bibir dan desahan Asahi menjadi favoritnya sekarang.

“Lelah?” Pertanyaan retoris dilayangkan dominan. Tak perlu dijawab pun sudah tau hasilnya.

“Asahi?” Panggil Jaehyuk lembut. Dengan tenaga tersisa dan mata yang semakin berat Asahi menatap Jaehyuk.

“Hmm..”

“Tinggalah disini.” Titahnya.

Asahi tersenyum lemah juga memberikan anggukan tanda setuju.

“Jadilah milikku.” Finalnya.

Perasaan bahagia itu hadir, apalagi ketika gendang telinganya menangkap debaran menakjubkan dari milik Jaehyuk. Asahi malu, memilih menyembunyikan wajah memerahnya pada dada bidang milik dominannya.

Terakhir Asahi menjawab, dengan bisikan namun penuh keyakinan.

You don't need to propose me like that, after all me is already yours.

The End


©privxtter.


Pemuda tinggi itu berjalan penuh kehati-hatian, dibawah sinar mentari sore yang masih cukup terik. Sesekali punggung tangannya Ia gunakan mengusap wajah tampannya yang telah penuh air keringat. Helaan napas berat namun pasrah terus Ia keluarkan entah karena lelah atau kesal dengan segala kesialan yang menimpanya hari ini.

Hampir diskors akibat salah paham, sudah lelah ingin segera beristirahat malah dihadapkan dengan motor matic barunya dengan rantai teruntai di tanah. Sungguh malang nasib Haruto. Dosa apa yang telah Ia perbuat dimasa lalu.

Sudah 20 menit terhitung langkah gontai Haruto sembari menuntun Jennieㅡ nama motor Haruto. Sesekali mata elangnya melalangbuana mencari bengkel. Naas, sekolah elite yang Ia tempati sebagai sarang menimba ilmu belum pernah dijumpai bengkel disekitar.

Setelah menempuh jalan selama 5 menit barulah nampak sebuah kios bengkel kecil. Hanya ada sang pemilik, seorang bapak yang sudah lumayan berumur tetapi cukup cekatan.

“Duduk dulu disitu mas.” Haruto mematuhi, duduk pada kursi tunggu kayu sederhana. Memilih menonton tangan sang bapak yang tengah mengotak atik motornya sesekali memperhatikan jalan raya yang tengah ramai kendaraan.


Haruto masih disitu, larut akan keindahan cakrawala senja. Iris coklatnya berbinar diterpa sinar matahari sore. Pikirannya dibawa melayang entah kemana hingga larut dalam lamunan.

“Haruto!!!” Teriak seseorang dari Jauh.

Pemuda jangkung yang tengah melamun dibuat kaget. Sebagian dirinya yang sudah berada diluar tubuh mendadak kembali secepat kilat. Kepalanya bergerak kesana-kemari mirip burung hantu mencari suara yang berhasil mendapat atensinya.

Kedua matanya menyipit ketika seseorang pemuda lainnya mendekat, masih buram karena membelakangi sinar matahari. Hingga tubuh pria itu berhasil masuk dibawah atap bengkel barulah Haruto bisa mengidentifikasi siapa gerangan yang datang.

“Junkyu?”

“ㅡngapain disini?” lanjutnya.

“Aku nggak sengaja liat kamu dari mobil, motor kamu kenapa? Aku temenin boleh ya?”

Haruto mau tak mau mengangguk kaku, “Sebentar...”

Pria itu mengeluarkan sapu tangan yang memang setiap hari selalu Ia bawa disaku. Menggelarnya diatas kursi plastik disampingnya. Tanpa sengaja beliau pemilik bengkel memperhatikan setiap gerakan Haruto dengan senyum tipis. Kisah romansa anak SMA.

“Duduk sini!”

Junkyu selalu tersipu dengan setiap perhatian kecil yang diberikan Haruto padanya, Ia kira Haruto berlebihan namun sekarang Junkyu sadar bahwa Haruto melakukan ini secara nggak sadar.

“Makasih. Jadi motor kamu kenapa?” Tanya Junkyu lagi mengingat tadi Haruto belum memberi penjelasan.

“Nggak tau, tiba-tiba rantainya udah misah.”

Junkyu mengangguk tak lupa bibirnya ikut mengerucut, lucu, gemesin. Haruto pengen banget nguyel-nguyel pipinya.

“Ulah anak-anak pasti.” Gumam Junkyu lirih tapi Haruto masih bisa denger.

“Nggak kok, namanya juga motor belinya bukan baru. Biasa hal kayak gini.”

Dahi Junkyu mengerut hingga kedua alisnya menyatu. Sorot matanya menatap Haruto tidak suka. Junkyu yakin kok kalo Haruto lagi dikerjai. Coba pikir, rantai motor yang lagi diem diparkiran bisa putus, apa mungkin?. Kadang Junkyu nggak habis pikir, Haruto ini kelewat baik atau memang masih naif. Bagaimana bisa apapun kejadian yang menimpa dirinya selalu diarahkan pada hal positif?

Tanpa sadar Junkyu geram, pada akhirnya memukul lengan Haruto cukup keras.

“Duh kok dipukul?!” Protes Haruto nggak terima. Lagi diem padahal kok dipukul.

“Kamu tuh!ㅡ” Marah Junkyu.

“ㅡ jangan terlalu baik jadi orang! Ini kamu pasti lagi dikerjain sama anak-anak, kamu boleh marah bukan diem pasrah kayak gini!” Lanjutnya.

Haruto malah tertawa. Junkyu ini bener bener bikin hatinya kacau, lagi marah bukannya serem malah gemesin.

“Iya besok aku marahin ya mereka. Gemes banget sih” Jawab Haruto main-main, ingin membuat Junkyu puas.

Setelah berbincang sebentar, Haruto mendadak beranjak. Junkyu segera meraih pergelangan tangan Haruto, takut ditinggal sendirian.

“Mau kemana?” Tanyanya dengan wajah super melas juga takut.

“Beli minum. Kamu disini aja.”


Mereka berdua sibuk meneguk air dingin masing-masing. Merasa segar saat rasa manis dari minumannya menyentuh lidah.

Junkyu sesekali melirik minuman milik Haruto. Junkyu sering melihat yang seperti itu, minuman es sachet diseduh dalam kantung plastik. Meskipun begitu belum pernah Junkyu mencobanya.

“Kenapa ngeliatin kaya gitu?” Suara bariton menginterupsi kegiatan Junkyu.

“Mau nyoba punya kamu.” Pintanya.

“Nggak usah itu aja, ini bikin batuk.”

Junkyu mengerlingkan bola matanya. Tolong ya Junkyu bukan anak kecil lagi, nyoba dikit gak bikin dia batuk. Lagi pula Junkyu sebenernya cuma ingin merasakan sensasi megang dan minum es dari plastik begitu.

Melihat wajah melas yang ditunjukkan membuat Haruto iba. Dengan pasrah diserahkan es plastik seharga recehan pada Junkyu.

Haruto menggeleng, Junkyu begitu bahagia saat berhasil menyeruput air sirup dalam plasti lewat sedotan. Gerakan menggenggam plastik esnya begitu kaku menandakan Junkyu baru pertama kali akan pengalaman ini.

“Udah gaboleh banyak banyak.” Lagi-lagi Junkyu dirundung kecewa. Haruto mengambil minumannya kembali, Junkyu seperti bayi yang dotnya diambil oleh ibunya.

“Udah mau gelap kamu pulang aja, supir kamu pasti nunggu.” Titah Haruto. Memang langit sore telah pudar sinarnya. Bayangan bulan mulai nampak mulai mengemban tugas menggantikan tugas mentari.

“Aku pulang bareng kamu. Supir udah aku suruh duluan.” Putus Junkyu.

Haruto kadang nggak ngerti sama jalan pikiran pemuda manis satu ini. Daripada naik mobil mewah, duduk nyaman hingga sampai rumah malah memilih menemaninya di emperan belum nanti diterpa angin malam. Jujur, Haruto makin dibuat bingung. Ketika Haruto berusaha berusaha keras rasanya sulit menggapai Junkyu, saat Haruto memilih untuk pasrah, mengikuti alur yang ada Junkyu malah disini, semakin mendekat padanya, seolah Haruto diberi titik terang untuk terus mengejarnya.

Berada diposisi ini ujian terberatnya adalah dengan diri sendiri. Hati kecilnya setuju namun otaknya selalu mengulang setiap cacian fakta menyakitkan yang dilontarkan Yoshi. Dan ya... Haruto dilema.

“Mas silahkan dicek dulu.” Ujar pemilik bengkel sepertinya telah berhasil memperbaiki si Jennie.

Setelah dicoba satu putaran, Haruto merasa puas. Ia membayar untuk semuanya dan mengajak Junkyu pulang.


“Aku baru tau deh kalo naik motor bisa senyaman ini.”

Tiba-tiba Junkyu bersuara. Haruto kira Junkyu tidur karena pundaknya terasa berat.

Haruto berdehem, mata elangnya seperti biasa fokus pada jalanan.

“Aku kira karna suasananya atau angin sepoi-sepoinya. Tapi kayaknya ya karna aku digonceng sama kamuㅡ”

“ㅡ motor Jeongwoo boleh bagus tapi guyonan anaknya aneh” Haruto ngakak bukan main mendengar satu kejujuran dari bibir merah muda Junkyu. Tau banget dia guyonan aneh dari sobatnya satu itu. Junkyu patut kalo nggak nyaman.

“Ternyata sampai sini aku paham, yang bikin nyaman bukan naik motornya. Tapi sama siapanya...”

Tawa Haruto kali ini mendadak berhenti. Wajahnya kembali datar namun dalam tubuh, jantungnya berdebar nggak karuan. Kepalanya telah basah akan keringat menunggu kalimat demi kalimat yang keluar dari Junkyu.

“Aku kayaknya udah jatuh. Jatuh kelewat nyaman sama kamu.”


`teuhaieyo