chapter twenty three.
Malam ini para anak akan menuju dewasa. Merayakan detik-detik terakhir masa SMA. Pesta ini sebagai langkah awal, pijakan pertama mereka keluar menantang dunia sesungguhnya. Suka, duka biarlah menjadi kenangan masa lalu. Tersimpan erat hingga akhirnya diceritakan kembali saat keadaan telah berubah menjadi lebih baik.
Tepat pukul 8 malam, lokasi perayaan kelulusan sudah nampak ramai. Kerlap kelip lampu turut menghiasi, menambah kesan meriah dalam ruangan. Makanan, minuman tertata rapih, cantik sesuai dengan tema yang diusung malam ini.
“Selamat malam, siswa Treasure!” Sapa pembawa acara menjadi pertanda susunan acara telah dimulai.
Riuh bincang-bincang serta candaan seketika berhenti kala seluruh atensi tertuju pada panggung besar ditengah mereka. Mereka semua memperhatikan berbagai sambutan serta wejangan dari ketua yayasan hingga perwakilan siswa. Dan acara pun dilanjutkan sesi ramah tamah diiringi persembaban musik dari band sekolah.
“Cheers!” Sorak sorai mereka, gelas minuman diangkat bersama, selanjutnya diteguk cairan sirup warna warni dalam gelas.
Disanalah geng Hyunsuk, berdiri tepat dipojok ruangan memperhatikan gerak-gerik temannya dalam pesta. Tengah ngobrol sambil bercanda entah apa yang selalu membuat kebersamaan mereka begitu menyenangkan.
“Eh iya besok jadi jam 10?” Hyunsuk menyenggol lengan Haruto. Mengambil atensi pemuda yang jauh lebih tinggi darinya. Haruto sejak tadi diam, pandangannya terkunci pada satu tujuan; Junkyu, si manis disana sempurna mendamping Papanya.
Haruto membenahi posisi berdirinya, kali ini memperlihatkan lawan bicaranya, “Iya, lu semua jangan pada molor ye!” Kata Haruto memperingatkan.
Haruto sangat ingin diantar oleh sahabatnya, terlebih Junkyu jika hari ini dia berhasil mengambil hatinya kembali. Niat datang menghadiri perayaan kelulusan tak hanya mengucap tinggal pada almamaternya, juga menyelesaikan semua rasa penyesalan.
Langit semakin gelap tanda malam semakin larut. Namun, tak sama sekali menyurutkan semangat siswa yang datang meskipun baju yang dikenakan semakin lusuh atau make up hasil polesnya semakin luntur.
“Guys, bisa minta perhatiannya sebentar?” Lagi-lagi pembawa acara menginterupsi padahal sudah pada sesi bebas. Semua mata memperhatikan penuh sirat tanya.
“Ada yang mau nyumbang suara nih katanya buat confess ke seseorang.” Mendengar kata confess makin dibuat penasaran, semua dibuat bertanya siapa gerangan.
“Oke kita sambut aja pangeran sekolah kita. Prince Yoshi!“
Wah gila! seketika semuanya berkerumun di depan panggung. Jarang-jarang pangeran dingin mereka menawarkan diri menjadi pusat perhatian. Lagi, katanya akan confess ke seseorang.
Junkyu, kah? Seolah nama pemuda manis satu itu telah tertanam jika bersangkutan dengan Yoshi. Siswa-siswi bersorak ketika Yoshi sampai diatas panggung, auranya tegasnya menguar, tak ada kesan gugup sama sekali. Sesekali mereka juga mengedarkan pandangan diantara lautan manusia yang datang, mencari keberadaan Junkyu.
“Ekhem, lagu ini saya persembahkan buat kamu yang diujung sana.” Kini banyak kepala ikut menoleh. Hampir berteriak karena mungkin tebakan mereka benar. Junkyu disana, bersama Mashi juga Asahi.
Junkyu terkekeh kecil, malah menimbulkan konklusi dipikiran seluruhnya. Faktanya, Junkyu menertawai cara klise yang Yoshi lakukan untuk mendapatkan pemuda kecil yang tengah mematung disampingnya. Memang klise, yang membuat ini konyol adalah Junkyu tidak tau bahwa Yoshi bisa tunduk begini dihadapan cintanya. Melakukan hal tak pernah terpikirkan dalam benak siapapun.
I know you're somewhere out there Somewhere far away I want you back, I want you back
-
At night, when the stars light up my room I sit by myself Talking to the moon Trying to get to you In hopes you're on the other side talking to me, too Or am I a fool who sits alone talking to the moon?
Deretan lirik usai, suasanya jadi sunyi. Entah mengapa seluruh perasaan yang Yoshi tuangkan dalam lagu yang dibawakan membuat seluruhnya sedih. Kiranya Yoshi akan menyanyikan lagu romantis, berbalik membawakan lagu dengan pesan penyesalan. Yoshi turun dari panggung, suara sepatu mahalnya menggema dalam ruangan, jalannya lurus, obsidiannya terpaku pada pria manisnya.
Wajahnya memerah, air mata menumpuk dipelupuk mata. Mashi; mungkin semua orang pikir lagu itu untuk orang lain, namun Ia paling tau bahwa Yoshi tengah berusah menariknya kembali dan itu berhasil meruntuhkan egonya. Sebelum tetesan air mata pertama jatuh, tubuh kecilnya lebih dahulu ditarik dalam rengkuhan hangat, erat seolah tak ingin lagi kehilangan sosok mungil tersayang.
Mashi membalasnya, juga menumpahkan seluruh rasa kesal, kecewa, haru, rindu, dicampur rata dengan bumbu kasih sayang melalui tangisan.
“I'm sorry...” Hanya itu yang sanggup Yoshi katakan. Seluruh pidato panjang yang sudah Ia siapkan luntur begitu saja dalam otaknya.
Manusia disana tercengang dibuatnya. Masih tak percaya bahwa pemilik hati si pangeran dingin sebenarnya adalah sosok bukan siapa-siapa. Masih tak percaya bahwa pangeran yang mereka eluh-eluhkan begitu lemah dihadapan cintanya.
Junkyu tersenyum, tulus. Satu masalah hari ini selesai sudah. Tinggal dirinya, masih menunggu waktu hingga hatinya siap.
Apa bisa?
Haaahhh...
Beberapa kali desahan kasar dilancarkan si manis sembari maniknya tertuju pada langit gelap penuh sebaran bintang.
Si manis tengah menyendiri, menghiraukan hingar bingar pesta di dalam yang makin runyam akibat jajaran guru sudah pulang. Memilih keluar dengan beban, mencari angin segar ketimbang botol alkohol.
Srak
Junkyu; si manis terkesiap tatkala gendang telingan menangkap langkah seseorang mendekat. Tatapan sendunya berubah gemetar ketika bertemu dengan milik pria tinggi dihadapannya.
“Aku boleh duduk disini?” Tanyanya meminta izin.
Junkyu ragu, tujuannya menyendiri juga tengah menyiapkan hati untuk mengajak pria ini berbicara. Maksud Junkyu nanti biarkan Ia sendiri yang datang, buka lebih dulu dihampiri. Tapi, Ia tak punya waktu untuk menolak. Jadi Junkyu akhirnya mengangguk.
“Aku besok berangkat.” Tuturnya to the point.
Junkyu lagi-lagi mengehela napas, menunduk lalu mengusap wajahnya frustasi. Maksud kamu apa, Haruto?
“Aku mau lihat kamu di bandara, boleh?”
Senyuman miring tergambar pada bibir si manis. Tak habis pikir dengan kata-kata Haruto yang menurutnya nggak sopan, egois. Setelah apa yang terjadi daripada menjelaskan pria ini memilih bungkam.
“Bukannya kamu terlalu egois ya, Har? Aku minta penjelasan bukan hanya kalimat perpisahan.” Kali ini Junkyu berani menatap matanya. Menyampaikan betapa takut serta kecewanya.
Haruto mengangguk paham, “Sejujurnya aku juga takut hal kayak gini terjadi. Aku takut lihat ekspresi kamu yang kayak gini, bikin aku gak mau pergi dari kamu.”
Maaf, tapi aku memang takut kamu pergi...
Satu tetes air mata akhir lolos dari mata cantik Junkyu. Haruto dengan secepat kilat mengangkat tangannya, ingin mengusap namun ditahan.
Tidak... tolong jangan menangis.
“Kamu tau nggak sih sikap kamu yang kayak gitu malah bikin aku jadi orang bodoh hiks!” Tangisnya. Junkyu rapuh, Ia bingung harus bagaimana selain menangis. Seluruh tubuh bergetar dibuatnya. Lelah, tapi lega bisa ungkap kegundahan hatinya langsung dihadapan Haruto.
Haruto menggeser duduknya mendekat, mengambil raga yang tengah menangis dalam sebuah dekapan. Haruto tau apapun keputusannya, memberitahu Junkyu cepat atau lambat Ia harus dihadapkan dengan situasi seperti ini. Bodoh, jika sudah begini apapun hasilnya Haruto mau tak mau meninggalkan. Tak sempat memberikan kesan terindah pada pujaan hatinya.
“Aku takut, Har... aku takut kehilangan kamu hiks. Aku tuh udah terlanjur jatuh, aku jatuh cinta sama kamu dan aku pikir kamu punya rasa yang sama, tapi melihat aku nggak tau apa-apa tentang kamu...I'm a stranger to you.”
Dekapannya semakin erat seakan takut Junkyu melepaskan, Haruto menggeleng tak setuju. Kenyataan bahwa Haruto yang pertama kali menaruh hati pada si manis, jauh...jauh sebelum si manis mengenal dirinya.
“Enggak.. enggak, Kyu kamu bukan orang lain. Kamu spesial, kamu berharga, kamu adalah salah satu manusia di bumi yang ingin aku bahagiakan setelah orang tuaku. Tapi aku memang harus pergi melakukan ini semua.”
Dengan sangat terpaksa Junkyu melepaskan pelukannya. Ia menghapus sendiri sisa-sisa tangisnya. Diambil kedua tangan yang lebih besar, diremas, diusap penuh perhatian lalu dipertemukan kedua obsidian mereka.
“Jawab aku dengan jujur, sebenernya kamu melakukan ini buat siapa? Demi Tuhan kalau kamu melakukan ini karena omongan papa, gunjingan Yoshi, dan segala betuk insecure dalam diri kamu please stop. I want you because it's you, i don't care about your strata, where your family came from, or how much money inside your bank. I fall for you though we do nothing but at least we are together.” Ungkap Junkyu menjelaskan. Jelas Junkyu akhirnya paham dimana duduk perkaranya, apa yang sebenernya jadi penghambat hubungan mereka.
Haruto melepaskan genggaman tangan Junkyu. Memindahkan keduanya menangkup wajah si manis. Haruto semakin menatap matanya, intens. “Junkyu denger. Aku melakukan ini karena memang ini salah satu mimpiku. Papa kamu, Yoshi mereka semua nggak ada korelasinya. Meskipun mereka begitu baik sama aku, aku tetap akan ambil kesempatan ini. Aku ingin banggain ayah sama mama, berharap kedepannya punya pekerjaan bagus, kalian hidup dengan baik nggak kelaperan, nggak mikir dua kali buat beli sesuatuㅡ”
Seakan terhipnotis Junkyu sama sekali tak menyela, hanya diam mendengar seluruh lantunan kalimat yang diungkapkan dengan suara rendahnya.
“Aku akan kembali dan kamu orang pertama yang akan aku cari. Apapun keadaannya nanti aku akan terima. Entah kita akan berjodoh atau aku hanya sekedar berkunjung mengucapkan selamat untuk hidup baru kamu dengan sosok selain aku.” Lagi, Junkyu tak mampu membendung air matanya.
Junkyu percaya pada Haruto, tapi Junkyu tak percaya dengan hatinya. Karena Tuhan satu-satunya yang mampu membolak-balikkan isi hati manusia, karena hanya Tuhan yang tau dengan siapa hambanya akan berjodoh nantinya.
“Jadi, apa kamu mau nunggu aku pulang?”
“Aku nggak tau...”
`teuhaieyo.