chapter twenty two.
Bersama alunan musik menenangkan mereka saling merengkuh. Mengerat membagi rasa kasih sayang tak terhingga. Satunya tengah dirundung tangis, enggan berhenti sedangkan yang lain memberikan tempat mengadu paling nyaman.
“I fall for him.” Katanya parau; berusaha mengeluarkan segala keresahan dihati meskipun sesenggukan.
Tak ada tanggapan, namun belaian pada punggung yang tengah bergetar hebat tidak berhenti. Si pemuda tak masalah berada diposisi begini, bahkan tak berusaha menghentikan suara raungan pilunya. Terima kasih, seakan dunia tau hari ini si manis dalam rengkuhnya sedang butuh ruang pelampiasan, kafe yang mereka kunjungi sepi.
Menangislah sesuka hati, keluarkan semuanya.
“Aku bukannya kecewa, aku bangga banget sama dia. But, I don't want him to leave.”
“No no no he won't leave you, Kyu. I may hate him tapi aku nggak mau menyangkal kalo dia juga punya rasa yang sama kekamu.”
Seketika tangisan itu berhenti, dekapannya dilepas. Junkyu; si manis yang hampir seluruh wajahnya memerah karena tangis tengah menatap lawan bicaranya, Yoshi dengan tatapan tajam.
Yoshi tersenyum, senyuman lembut yang hanya Ia perlihatkan pada sang terkasih juga Junkyu. Pemuda tampan itu segera mengusap air mata yang masih senantiasa mengalir.
“Kalau kita memang punya perasaan yang sama, kita sudah lama saling memiliki.” Tuturnya.
Yoshi menggeleng maklum, “Love needs time.”
“Berapa lama lagi aku harus nunggu?” Tegasnya sekali lagi. Junkyu sangat lelah, terus berharap pada sosok tak pasti. Bermain tarik ulur tanpa ujung.
Haruto membuatnya jatuh cinta akan segala pesonanya. Saat Junkyu berhasil terjebak, Haruto pula yang ragu akan perasaannya.
“Selama yang kamu bisa, Kyu. I hate to say, I believe him but what happen next it's all on you”.
Junkyu menunduk, mulai ragu akan semuanya. Yoshi memandang sendu, kembali mengulurkan telapak hangat mengusap punggung lebar Junkyu.
“Kalau kamu ragu, kamu bisa bicara berdua sama dia. Tanya apa alasannya, terlebih tanya apa hubungannya yang terjadi diantara kalian.”
“Ma, mas beli minum di kafe sebelah ya? Mau nitip nggak?” Pemuda Haruto itu tengah mengelap peluhnya. Selesai sudah pekerjaan hari ini. Haruto mengisi waktu liburnya untuk membantu kedua orang tua di toko kue, jarang-jarang Haruto melakukan ini.
“Ayah americano dong mas!” Teriak sang ayah yang baru keluar dari bagian dapur.
Haruto mengerlingkan bola matanya, “Mas nawarin mama kok ayah yang nitip sih.*
Mendengar keributan antara ayah dan anak tak sama sekali mengusik kegiatan wanita cantik yang dengan cekatan menghitung penghasilan hari ini.
Haruto melangkah keluar toko, berjalan beberapa langkah. Tepat 2 langkah sebelum sampai tubuhnya seolah dipaksa berhenti. Berdiri tegak menatap nanar dua pemuda dalam kafe.
Malam itu Haruto tak pernah melangkah lebih jauh, membiarkan seluruh kejadian yang Ia lihat sebagai sebuah jawaban. Haruto sekarang paham bahwa kepergiaannya adalah keputusan yang tepat. Pergi untuk dirinya, kedua orang tuanya, bukan untuk mengejar cintanya.
`teuhaieyo.