chapter twenty.
Junkyu berjalan menuruni tangga setelah salah satu maid-nya menyampaikan pesan bahwa kedua tuan besar memanggil sang putra. Jika ditanya pasal hubungannya dengan orang tuanya, Junkyu bingung bakal menjelaskan seperti apa. Hubungannya sederhana, layaknya orang tua dan anak hanya saja lebih formal.
Sejak kecil Junkyu ditinggal melalang buana mengurus bisnis. Tak ada rasa membuncah ketika mendapat kabar mereka pulang setelah berminggu-minggu dari negri orang.
Hahhh...
Helaan napas kasar dihembuskan tatkala dihadapannya, mama dan papa telah duduk lengkap dengan berkas, laptop, dan kopi. Serius deh, Junkyu seperti datang pada wawancara kerja.
“Mah, Pah..” Panggil Junkyu; mencoba menunjukkan eksistensinya.
“Hi, sweetheart.” Wanita cantik, nampak masih begitu muda padahal umurnya telah melewati 40 tahun. Senyumnya menawan, sama percis seperti milik Junkyu.
“Udah makan malam? Mau mama masakin apa?”
Junkyu tersenyum tipis, menggelengkan kepalanya menolak, “Junkyu kenyang.”
“Tadi kamu habis darimana? Sama siapa?” Si pria manis mengerlingkan bola matanya jengah. Papanya selalu begini.
“Temen.” Balasnya singkat.
“Ajak kesini papa mau ketemu.”
Deg
Bentar, bentar papanya ini kenapa? Kan Junkyu sudah katakan kalau Watanabe Haruto itu cuma temen.
“Apaan sih, Pa orang cuma temen.” Junkyu mencebik, kesal namun terlihat menggemaskan.
“Kamu pikir papa nggak di rumah jadi mengabaikan anak papa. Kamu pikir papa nggak tau kalau kamu udah jarang sama Yoshi. Temen? tiap papa nerima laporan kamu selalu dengan anak yang sama.”
Inilah yang Junkyu benci menjadi anak tunggal. Orang tuanya pergi, namun matanya ada dimana-mana. Lebih memilih menerima laporan dari tangan kanannya ketimbang meluangkan waktu 1 menit tuk menelepon putranya sendiri. Setres!
“Anak mana? Siapa orang tuanya? Bagaimana latar belakangnya?”
Bagi papa Junkyu strata kehidupan diatas segalanya.
“Papa, udah dong Junkyu kan bilang cuma temen. Biarinlah mau berteman sama siapa aja.” Ungkap sang mama, mencoba menengahi sebelum terjadi perang mulut antar keduanya.
“Nggak bisa gitu, Ma. Anak ini masih terlalu polos, naif belum saja dibodohi oleh orangㅡ”
Brak
“Pa, Haruto tidak seperti itu ya!”
Keduanya saling melempar tatapan sengit. Seluruh tubuh dilingkupi ego masing-masing.
“Pokoknya kamu bawa anak itu kemari, papa yang bakal menilai sendiri apa dia cocok untuk kamu.” Perintah sang papa tegas dan valid. Tidak boleh ada yang menggugatnya lagi. Setelah itu, sang papa membereskan berkasnya, berlalu pergi dari meja makan yang suasananya sudah berubah jadi lokasi bertempur.
Junkyu memejamkan mata cantiknya, pusing sama kelakuan papanya sendiri. Orang tua itu-.
“Jadi... Haruto namanya? Cowok yang kamu buatin kue kering waktu itu?”
Junkyu mengangguk, tak ada celah untuk berkilah. Sebenarnya, sang mama adalah tempat yang cocok untuk mengadu. Sejak dulu hanya wanita cantik ini yang selalu menyalurkan sifat baik yang Junkyu punya sekarang. Kendati demikian seluruh keputusan tetap ada ditangan sang papa.
“Mama sebenernya nggak masalah kamu mau dekat dengan siapapun, dari taraf hidup manapun. Tapi maaf sayang, lagi-lagi papa harus ikut campur.”
Iya, Junkyu sangat mengerti meskipun tidak juga(?)
Apa boleh buat, sekarang mari kita cari bagaimana cara untuk mengajak Haruto datang menghadap papanya.
`teuhaieyo.