yang dimaksud 'ketidaksengajaan'.
TRIGGER WARNING ; SEXUAL CONTENT π
Gawin Point of View.
Kejadiannya di parkiran rumah sakit, gak paham juga kenapa kita bisa sampai di rumah sakit. Tepatnya di dalam mobil van yang biasa melalang buana di jalan, nganterin dari satu venue ke lainnya.
Seinget gue, telinga masih berdengung keras sorak-sorai kerumunan orang yang tambah malem makin gak karuan. Gue masih bisa denger Mas Podd di sebelah ikutin Alex Turner lagi merapalkan lagu Mardy Bum. Terus ada letupan kembang api di atas awan hitam legam pada bagian interlude.
Mas Podd semangat banget as if lagu ini yang ditunggu. Dia nyanyi sambil sesekali melempar pandangan ke gue, all flirty and some. Beberapa orang udah mulai liar, ada yang mabok juga. Bingung, tapi konser kayak begini udah biasa harusnya meskipun di poster ada larangan gak boleh bawa minuman keras.
Pas banget lagu selesai ada anak cowok, masih muda jual minuman soft drink. Gue beli satu gelas, jumbo banget. Biasanya gelas kayak gini, khas gelas-gelas ukuran large soft drink di Amerika. Gue terus minum, sekali banyak soalnya udah haus banget. Lantas, mulai detik itu kesadaran gue mulai perlahan memudar.
Dalam hati gue cuma mengumpat. Bangsat! ternyata ini dia penyebab orang pada gila. Kena gue brengsek! Mana segelas gede itu langsung habis setengah. Ancur udah hidup gue, dan apapun yang terjadi besok udah gue serahkan kepada takdir aja.
Kesadaran gue baru balik dua puluh lima persen waktu gue denger suara berisik dari kursi belakang. Gue udah di mobil van, gelap, sunyi juga waktu mesin dimatiin dan First lari keluar buru-buru. Iya, kita cuma bertiga gue juga gak nanya Bang Earth ada di mana dan temen-temen gue sisanya. Pokoknya sepengelihatan mata gue yang kabur ini ada tulisan 'rumah sakit' di depan sana dan kita lagi ada di parkiran.
Namanya orang mabuk ya beda-beda ulahnya. Maka inilah gue, si bodoh yang kalo mabuk suka clingy ke orang terdekat. Gue itu sekarang dalam kondisi bingung. Pikiran kalang kabut jadi gak waras. Gue tau sekarang ada di mana, gue tau sekarang sama siapa, tapi gue gak bisa diem dan kendaliin diri sendiri.
Gue malah mencoba melepas seat belt, dan jaket yang kayaknya dipinjemin Mas Podd. Gue juga impulsif mau buka baju tapi ditahan sama Mas Podd. Terus rasa kantuk menyerang yang membuat gue malah menjatuhkan kepala gue di bahu Mas Podd.
Cuma ada helaan napas masing-masing. Samar pula gue bisa denger debaran jantungnya yang berantakan, badannya dia juga tegang. Pada detik itu hati nurani gue rasanya pengen keluar terus neriakin gue biar bangun, sadar dan berhenti gila. Soalnya, tangan gue mulai bergerak mencari kenyamanan di tubuh yang gue baru tau begitu hangat.
Tangan gue terus membelai, berpindah dari satu titik ke ketitik lain ketika sudah mendingin. Tangan gue dicekal cepat, bersama suara napas berat menghentikan kegilaan gue sebelum jadi liar.
βKalo lo gak berhenti sekarang, semuanya bakal berantakan.β Mas Podd memperingati.
Namun, gue ini udah mabuk juga mendadak terangsang. Bukannya berhenti malah lanjut menjelajahi. Gue masih ingat gimana gundukan disana makin mengembang, sesak minta dikeluarkan dari dalam celana jeans ketat. Gue juga masih ingat gimana gue ketawa kecil tanda kepuasan setelah berhasil menggoda.
Mas Podd dorong badan gue, menjauh dan menatap wajah gue keliatan berantakan, teler, kayak orang goblok. βGue bilang berhenti kan?!β Peringatannya sekali lagi. Suaranya udah berat, ada birahi yang terbangun dari tidurnya.
Orang gila ini malah senyum, menggoda kayak mengundang buat dijamah. βCium gue coba.β Kata gue menantang. βJangan kayak om-om sangean di luar sana, wajah lo serem tolol!β Lanjut gue. Kalau yang di depan gue bukan Mas Podd, mungkin karir gue detik itu tamat.
βLo pengen cium gue, kan? Lo pengen nyesepin bibir gue, kan? Wajah lo keliatan banget, mas.β
Sumpah-sumpah demi apapun gue gak mau mabuk lagi. Waktu ingetan tentang malem itu balik satu persatu kayak potongan puzzle, wajah gue kayak ada yang ngegaruk, kulit dikelupas, dan gue gak berani keluar ketemu siapapun.
Gue yakin Mas Podd bukan cowok bijaksana. Dia itu cuma mas-mas pada umumnya yang punya tingkat kesabaran. Tepat kesabarannya habis menghadapi gue, maka yang katanya ketidaksengajaan itu terjadi gitu aja.
Mas Podd narik kasar kaus gue, membuat bibir akhirnya bertemu bibir. Dua-duanya otak kosong, logikanya ilang diganti nafsu. Gak ada definisi cium, melainkan saling mengecap, bergantian melumat, semua dijamah dari bibir hingga lidah, juga saling mencampur saliva. Gak ada permainan lenbut, cuma ada gerakan kasar, seolah-olah kita ini gak bisa lagi ciuman besok hari. Cuma ini kesempatan terakhir. Di atas pangkuan kaki kokoh itu gue hanyut dalam aliran sehat yang gue ciptakan sendiri.
`hjkscripts.