wejangan.


Cause no matter how old man gets, he never stops needing his mom.

Lelaki itu melangkah turun dari satu persatu anak tangga. Ketika di ujung hawa sejuk menyambut dirinya. Dia tersenyum hangat, pantas saja rasanya seperti masuk dalam surga sebab di sana duduk sang ibunda.

Tubuh jangkung kini duduk di samping paruh baya yang sedang sibuk menjahit. Rapat, dirinya enggan memberi jarak. Sudah lama dia tidak pernah sedekat ini dengan yang dicinta.

Semalam pemilik nama Job putuskan untuk berlari lagi. Namun, dia berjanji bahwa ini akan jadi terakhir kali. Maksud kepulangan bukan untuk bersembunyi, tetapi mencari motivasi agar kuat hadapi dunia kembali.

Kala masuk pekarangan Job disambut ibu dan bapak yang menunggu di bangku teras. Keduanya tampak serasi, bagai pemuda masih baru mengenal romantisasi. Apa bisa dia dan kasihnya merasa momen itu, dimana nanti hidup berdua di rumah tua dikelilingi pohon cemara. Memandang langit sore saling bersenandung sembari menikmati teh calendula. Memasuki musim libur, berharap suka cita menunggu kedatangan anak serta cucu yang datang dari jauh sana.

“Leh?” Pupus sudah bayangannya atas panggilan sang ibu.

“Lagi mikir apa toh? Kok sampai dipanggil ndak nyaut-nyaut.”

Malu, dia malu mau menjabarkan angan-angan belaka. Sedangkan keadaan sekarang dia pulang sendiri menjinjing buah simalakama.

Job merebahkan tubuh, kepalanya dia letakkan menginvasi pangkuan ibunda tak peduli sisa kaki jenjangnya melayang sebab tubuhnya lebih panjang dari sofa. Dua netranya menatap kosong televisi yang menayangkan sinetron bertema cinta remaja. Seolah satu dunia saat ini sedang menertawakan dirinya.

Persetan apa kata dunia, dirinya sudah berlindung di bawah naungan teraman. Beliau yang terlihat lemah adalah wanita lebih kuat dari pada pahlawan super. Dia adalah seorang ibu, she taught me that fear is not an option. Pun begitu, beliau tak pernah melarang seseorang sesekali menjadi lemah.


Job Point of View.

Ibu tak berkata, namun belaian lembut pada rambut tebal gue jadi penanda bahwa beliau siap menampung keluh kesah anaknya.

Gue jarang nangis, hampir gak pernah malah. Kalo ada masalah pun paling parah ya mabok. Tapi gue gak tau kenapa jatuh di atas pangkuan seorang ibu bisa bikin emosi dalam diri terakumulasi jadi satu di hati. Satu persatu mereka datang, semakin banyak buat tambah sesak. Mereka mencari ruang, berlomba saling mendorong yang lain agar keluar hingga yang kalah harus rela menjelajah lebih jauh sampai bertemu kelenjar air mata. Semakin banyak, seolah sebuah bendungan penuh yang sebentar lagi akan longsor.

Satu tetes air kelemahan tanda gue udah gak sanggup buat menghadapi sendiri. Gue mulai bercerita tanpa ada bumbu yang kurang. Gue bercerita meskipun terbata-bata. Diakhir penutupan kisah, akhirnya lega bisa dirasa.

“Dua orang saling cinta itu memang ndak salah.” Ibu mulai bersuara.

“Dua orang saling cinta memang bener patut kok bahagia.” Lanjutnya.

“Semua orang di dunia boleh cinta sama siapa saja, ndak mandang usia, status sosial, agama, bahkan jenis kelaminnya apa. Hanya aja yang jadi masalah ketika kalian sudah bicarakan pasal menikah. Menikah itu bukan cuma ajang mempersatukan dua orang saling menghasihi. Tapi menikah itu juga jadi ajang mempersatukan dua keluarga. Maka dari itu ada yang namanya restu.”

Haha gue dalam hati ketawa, kesindir banget sama omongan ibu.

“Orang tua itu sifatnya beda-beda loh, Le. Kalau ibu dan bapak manut sama keputusan kamu. Kamu bilang bahagia sama Bas, dan Bas juga bahagia sama kamu ya ibu ndak ada hak lagi untuk sangsi. Mertua kamu ya tentu beda sama ibu. Tapi apapun itu tujuan orang tua semua sama kok, Le. Kita mau yang terbaik untuk anaknya.”

“Mamanya Bas itu bukan jahat, dia hanya takut anaknya dapat jodoh yang ndak baik. Beliau mungkin melarang kamu semata-mata ingin melihat usaha kamu buat pinang anaknya. Sudah kamu berusaha sekeras itu?”

Anjir, lagi-lagi gue ketampar.

“Belum, buk.” Tentu saja belum. Job itu si pengecut, Job dulu gak segigih itu. Dia malah jadi ular berbisa yang menebar racun dalam otak pacarnya. Dia si pria manipulatif yang ngajak kabur pacarnya dan ninggalin keluarga.

“Dari masalah ini kamu bukan dihukum, ibu yakin sekali ini bukan akhir cerita rumah tangga kamu. Melainkan kamu diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki hubungan dua keluarga.”


`hjkscripts.