we are.


Khaotung Point of View.

Menapaki satu persatu anak tangga sebenarnya bikin semangat makin turun. Dari ribuan pekerjaan yang aku alami selama menggeluti dunia entertainment, hari ini paling bikin males.

Kita especially aku, sebagai model memang sudah tugasnya pura-pura jadi seseorang. Jadi atlet untuk majalah life and health, jadi businessman untuk representasi dunia bisnis, jadi nelayan atau petani juga bisa. Tapi ini, kesannya terlalu gimmick banget.

Keran air aku matikan setelah sabun di tangan hilang semua. Melipir ke kamar mandi juga bukan inisiatif dan profesionalitas untuk siap-siap tampil di hadapan kamera, melainkan usaha dari ngulur waktu semata. Intinya tidak ada kesiapan, maunya batal aja. Apa sekalian gak usah keluar dari bilik kamar kecil. Menghilang aja gitu di telan bumi.

Namanya juga pikiran, lebih dari setengahnya ya berakhir jadi pikiran liar aja. Aku berakhir menarik satu dua helai tisu toilet untuk keringkan tetes air di tangan dengan malas. Meremas mereka jadi buntalan abstrak dan memasukkan dalam tong sampah hati-hati, mengambil hampir seluruh waktu yang biasanya dibutuhkan seseorang di dalam toilet umum. Mumpung sepi, mumpung sendiri.

Di luar, aku langsung disambut khalayak. Bukan mata-mata yang mandang dengan penuh kagum dan puja. Hanya mereka dengan berbagai intonasi suara juga gestur berbeda-beda. What a busy chaos day sampai lorong panjang yang muat dua tiga manusia keliatan sesak.

Ramai sibuk kayak gini, aku pun maklum. Dibanding lokasi runway fashion week atau pagelaran sederhana ini ga ada apa-apanya. Masalahnya adalah aku udah banyak kehilangan energi untuk datang dan harus jalan macem pinguin buat hindarin manusia sibuk ada aja sebelnya.

Bruk!!!

Tuhkan! Emang yang begini begini ada aja apesnya. Minimal nabrak atau malah ditabrak orang. Bersyukur aja gerakannya minimalis, badan bergeser sedikit ga sampai jatuh tersungkur yang pastinya bikin suasana berhenti saat itu juga.

Sorry, sorry! Gak sengaja!” Penabrak inisiatif minta maaf dengan cepat. Terus, dia bertanggung jawab banget, ga langsung lari tapi mastiin lawannya baik.

Responnya sih yang bikin aku linglung, bergeming gitu aja merhatiin gimana after care terkesan berlebihan buat kasus kesenggol dikit doang. Si penabrak ini cowok, jangkung, kira-kira sekitar sepuluh centi dari aku. Postur badannya pas, ga terlalu kurus, ga berisi juga. Parfumnya sih, ikut berperan penting.

Well... anyway

“Gak apa kan ya?” Tanya cowok itu setelah badan pendekku main diputer kanan kiri. Kemeja kasual yang aku pakai dikebas kecil biar ga ada kotoran yang nempel soalnya cowok itu bawa kopi cup.

“Ohㅡ” Aku masih bingung. Baru balik dari kesadaran. “I'm fine.” Lanjutku singkat.

Dan detik itu jadi detik pertama dua pasang mata milik kita ada di satu garis lurus. Saling memandang dengan miliknya yang khawatir dan milikku sendiri yang bergerak canggung.

Pada detik kelima muncul situasi tenang, nyaman, dan yang pasti lebih waras dari sebelumnya untuk kita berdua saling berbagi memori atas paras masing-masing. Senyum malu milikku dibalas senyum ragu dari wajahnya.

Ragu? Kenapa ya? Tepat detik ketujuh, detik akhirnya otak cukup punya waktu untuk bekerja, mereka mengeluarkan memori samar yang membuat perasaan meluncurkan perasaan familiar.

Hanya saja sebelum menatap parasnya lebih intens, aku memilih untuk memutus pandang terhadap milik dia, melayangkan senyum kecil sekali lagi, dan berlalu ke arah yang berbeda meninggalkan dia beserta tanda tanya.

Siapa sih?” Dari mata proses di otak, dari memori turun ke hati aku bertanya-tanya. Perasaan ini tuh bukan yang menggelitik, tapi lebih ke ada orang yang mukul dada sampai punya deg, sebesar itu.

“Khaotung!” Namaku dipanggil dari arah yang baru aku tinggalkan. Terus kedengeran suara sepatu bergesekan sama lantai berat. Kayak orang ini jalan cepet-cepet.

“Khaotung kan ya?” Lengan tanganku dicekal tanpa permisi bikin aku mau ga mau berhenti dan berbalik. “Iya! Bener Khaotung!” Cowok itu, cowok yang masih sama tapi kali ini dia ga lagi asing.

Aku diam, bikin dia agak kecewa. Padahal setelah suaranya berdengung menyebut namaku, saat itu pula aku akhirnya tau siapa dia. Aku ingat suara itu, aku ingat cowok satu ini.

“Ini gua, First Kanaphan! Masa lupa sih?” Katanya. Nadanya semangat terkesan nuntut aku harus inget dia, kayak aku adalah orang yang pengen banget dia temuin setelah sekian lama.

Aku akhirnya nyerah main sok hard to get. Aku menggeleng, lalu senyum lebih lebar dari sebelumnya. “Iya! Inget kok First Kanaphan.” Balasku.

“Emang siapa? Huh?” Dia goda pakai nada bercanda. Ga percaya kalau aku beneran inget betul dia siapa.

“First Kanaphan ketemu waktu ospek kampus, ternyata dia anak satu fakultas. Satu kelompok lagi pas ospek fakultas.” Aku menjelaskan dengan diakhiri nada bangga. Terkekeh ketika lihat dia senyum makin sumringah.

“Bener.”

Siapa sih yang gak kenal dia? First Kanaphan. Setidaknya satu fakultas. Anak jurusan periklanan kreatif yang jasanya tersohor satu kampus. Pokoknya jam terbangnya tinggi, sering diajak bikin konten iklan edukasi dari tingkat prodi sampai kampus. Mana anaknya aktif juga kegiatan band kampus.

Terakhir, setelah kegiatan perkuliahan mangikis semangat bersosialisasi tiap individu. Berita tentang First Kanaphan yang aku denger adalah dia yang mulai merintis karir entertainment lewat satu agensi kecil dan debut jadi anak band. Namun, itu semua ga berakhir mulus kayak jalan ceritanya semasa kuliah dan band yang dia coba bangun harus bubar.

First Kanaphan ya... hal yang paling bikin aku hangat ketika setelah sekian tahun ketemu lagi sama sosoknya adalah senyumnya. Masih selebar waktu dulu dan juga memori tentang kita berdua bersama mimpi-mimpi besar yang sedang kita usahakan jalan ceritnnya.

Akulah si sempit Khaotung Thanawat yang kala itu tanpa malu membeberkan seluruh angan pada sosok seluas First Kanaphan. Kita berdua yang tertawa geli sembari melontarkan kata-kata semangat pada usaha satu sama lain. Juga, kita berdua yang berakhir saling mendoakan jalan masing-masing.

Cerita ini, kita yang tengah berdiri didesak hiruk pikuk kehidupan yang masih berjalan di atas angan bersama doa-doa yang masih menyertai.


`hjkscripts.