tujuh.


Kembali ke rutinitas June hari Jum'at dimana harus menuju kota tepatnya Academy of Swabia tempat Evander dan Arsene menimba ilmu. Biasanya hari menjemput tak luput dari daftar kegiatan sang alpa, namun kali ini pria dewasa itu absen.

Raut khawatir terus terpatri di wajah rupawan milik sang omega. Jemarinya menggenggam erat kemudi bundar diiringi suarana penenang dari alpa kedua di keluarga. Arsene sakit demam, itulah alasannya. Harusnya ketika sampai June menyambut kedua buah hatinya dengan senyum hangat. Hari ini lagi-lagi pengecualian, Arsene berjalan gontai dipapah sang kakak adalah pemandangan yang Ia dapat tadi.

“Pah, tarik nafas pelan terus buang. Papa yang tenang, Arsene dibelakang udah tidur kok. gapapa dia.” Tutur Evander disebelahnya. June memelankan laju mobilnya, lalu mengintip si bongsor dari kaca sejenak. Anak itu memang tidur namun nafasnya berantakan.

“Papa fokus kok, kamu pegangan ini papa rada ngebut biar cepet sampe rumah.”

Evander memilih bungkam, menggenggam erat sabuk pengaman sembari dalam hati berdoa agar mereka selamat sampai rumah.


Semerbak wangi masakan memenuhi udara rumah. Ketiganya juga siap berkumpul memulai makan malam. June mengambil mangkuk kedua anaknya bergantian, diisi cream soup hingga setengah penuh.

You okay, Arsene?” Tanya June. Mimik wajahnya tergambar jelas kekhawatiran penuh disana. Kerutan didahi tak juga berangsur hilang meskipun anggukan lemah alpa terakhir diperlihatkan.

“Pa, makan!” Sahut Evander tiba-tiba sejak acara makan malam tak cepat dimulai.

Malam itu benar sepi, dentingan alat makan seolah menjadi alunan musik menenuhi.


Dok dok dok

Jantung kedua pria berbeda umur itu hampir melonjak keluar. Mereka berpandangan sejenak sebelum kaget kembali akan suara gedoran yang semakin tak terkendali. Siapapun yang ada diluar, sudah pasti bukan Hans.

June menyelipkan telunjuknya dibelah bibir, memberi isyarat Evander agar diam. Tanpa melihat sekitar, tangannya meraih remot TV dan dimatikan dengan cepat.

“Kamu ke kamar adek, ya.” Bisiknya. Suaranya ada getaran tanda si omega sedang takut.

Evander menggeleng ragu, namun June mengangguk lebih tegas. Evander beranjak, meninggalkan sang papa dengan perasaan gusar. Maaf Dad, Evander harus jadi pengecut lagi.

Kembali ke June, omega itu berjalan perlahan. Tangannya meraih pintu kayu dengan halus.

“Siapa?” Tanyanya.

Your Highness.” Sapa gerombolan dihadapannya sembari membungkuk patuh. Nafas June tercekat, mereka ada banyak yang semakin membuat dirinya bergidik.

“Selamat malam, Your Highness.” Kali ini suara wanita menyapa gendang telinganya. Ia tau siapa, sang tangan kanan Ibunda.

“Bukankah aku belum mengatakan apa-apa? Ada maksud apa kalian kemari?” Tegasnya.

“Kami kemari akan menjemput anda Your Highness. Saya sudah peringatan bahwa waktu yang saya beri sudah habis, maka Your Majesty memerintahkan kami untuk menjemput. Juga, pernikahan Your Highness Crown Prince Adrian sudah didepan mata.”

June diam sejenak, entah mau berkata apa lagi Ia tak sanggup. Berlari? Namun sang anak masih di dalam. Melawan? Sungguh? Bagaimana bisa melawan 30 pria alpa besar seorang diri. Kekuatannya tak sebesar itu.

“Kalian pulang, saya akan datang kesana sendiri jika sudah waktunya. Saya tidak mengijinkan kalian untuk menyentuh saya!” Lagi, June mencoba mengukuhkan tubuhnya, melantangkan suaranya.

“Tidak bisa, Your Highness. Hari ini juga secara halus atau paksa kami harus membawa anda kembali menuju Aragon.”

“Sialan! Kalian kira kalian ini siapa bisa memaksaku?! Saya akan datang sendiri, apa kurang jelas, hah!” Teriaknya kali ini.

Margarete juga tak gentar, Ia meminggirkan badannya lalu menjentikkan jari tanda “laksanakan tugasmu” pada penjaga dibelakangnya.

Sungguh June takut, Ia berjalan mundur. Namun, pasukan itu dengan cepat mengelilinginya.

Tak ada cara lain

Iris coklat muda itu berganti violet. Tubuh tinggi ramping seketika mencuat urat, wajah moleknya berubah semakin merah hingga taring tajam muncul. Beberapa detik, bulu emas lebat menghiasi tubuhnya. Sosok manusia sudah berganti rupa jadi serigala.

“Tangkap dia dengan tangan kosong, ingat! Jangan sampai ada luka.” Perintah Margarete.

Suasana gaduh yang terjadi setelahnya, tubuh manusia kekar terpental kesana kemari bergantian dengan si bulu emas. Bagaimanapun usahanya, manusia alpa bangkit lagi dan lagi makin memojokkan dirinya.

Apakah ini adalah jalannya? Jika memang iya, maka June pasrah. Namun hatinya memohon, mengirim pesan untuk yang jauh disana disela pertarungannya.

Aku ingin melihatmu, setidaknya sekali sebelum aku pergi. Pintanya pada Hans Arbecio.


`hjkscripts.