tragedi dini hari.


LEE COTTAGE NEW ARSENE, MAC

Katharina sampai dua puluh menit kemudian. Membelah jalan sepi dengan bau petrichor dipandu cahaya remang dari bulan. Katharina berlari, ingin tiba secepatnya melihat keadaan yang sebenarnya.

Sesampainya di pondok Katharina kebingungan. Berlarinya dia sambil merapal doa, berharap kawannya hanya membuat tipuan bodoh entah untuk merayakan apa. Seolah dipukul palu, doa yang dia simpan dalam kaleng kaca retak remuk menjadi pasir kala terparkir mobil ambulan dan banyak mobil polisi.

“Itu pasti bukan Alex.” Pintanya lagi.

Sayang sekali, hari ini meskipun hujan turun dengan deras bukan doanya yang didengar. Bukan pula doanya yang dikabulkan. Dua manik matanya menatap nanar kala tiga orang turun dari tangga bambu. Dua adalah petugas polisi dan yang satu adalah sahabatnya sendiri.

“ALEX!!!” Teriaknya histeris. Semua mata tertuju padanya.

“ALEX!!!” Katharina tak peduli, mengerahkan seluruh tenaganya untuk menembus pagar manusia yang membatasi kerumunan dan lokasi tempat kejadian.

“FUCK! ALEX!” Dia masih berteriak, mengeluarkan seluruh suara yang dia punya. Mereka gak boleh menangkap Alex.


Katharina Point of View.

Ya Tuhan tolong hambamu

Gue mengusap wajah yang udah berminyak ini entah berapa kali. Gue ngantuk, capek, kebingungan, khawatir pokoknya gue gak bisa jelasin gimana mixed feeling-nya di dalam.

Bayangin aja dalam waktu detik gue membuka mata karena nada dering ponsel gue udah melihat pesan Alex yang isinya dia menginformasikan kalau habis bunuh orang. Gila nggak? Gila nggak menurut lo kalo jadi gue? Terus gue harus lari dari pondok ngikutin mobil polisi sampai kantor polisi daerah setempat.

Sudah berjam-jam gue menunggu Alex yang masih diperiksa dengan linglung. Gue gak tau harus melakukan apa. Gue bahkan gak sempet ngabarin orang-orang di Amerika sebab gue sendiri gak tau gimana kronologinya. Mendengar dari desas desus katanya ada rampok.

Sumpah aneh banget. Kalau dipikir-pikir sudah tiga bulan gue dan Alex tinggal di sini dan tempat ini lebih safety daripada Amerika. Di Amerika bahkan bernapas di pagi hari aja lo harus awas, tapi di sini gue merasa aman. Bahkan waktu harus keluar tempat tinggal di tengah malam.

“Keluarga Tuan Claremont-Diaz?” Lamunan gue dibuyarkan begitu saja oleh suara salah satu petugas yang keluar dari ruangan.

“Silahkan anda bisa mengunjungi Tuan Claremont-Diaz.” Gue mengangguk dan dia pergi aja menjauh dari pintu.

Gue masuk ke ruangan kecil cuma ada Alex dan salah satu petugas yang berjaga beberapa meter di belakang Alex. Gue bisa nebak gimana ekpresi anak ini dan bener aja kita berdua sama-sama linglung.

“Alex.” Gue lega banget ketika bisa sentuh tangannya lagi. Gue raba beberapa bagian tubuhnya memastikan gak ada luka selain goresan panjang di lengannya. Gue raba wajah lelahnya seraya menguatkan akan keadaan yang belum kita tau seperti apa.

“Alex.” “Kath.”

Gue nangis, udah bodo amat gue jarang nangis di depan dia. Seinget gue udah dua kali gue nangisinin ini orang di keadaan yang sama. Iya sama-sama di kantor polisi dan dia sebagai pelakunya. Semoga saja yang kali ini dia bukan pelakunya.

“Gimana bisa sih Alex? Gimana kejadiannya lo bisa sampai kayak gini?” Gue akhirnya bertanya.

“Gue gak tau, intinya gue denger pintu kamar gue berisik banget dan ada tiga orang bawa senjata tajam pakai topeng. Gue yakin mereka gak mau harta gue melainkan nyawa gue. Mereka bertiga nyerang gue, sampai salah satu dari mereka medekat ke gue kayak mau nusuk gue pakai pisau tapi tiba-tiba orang itu tergeletak dengan pisaunya nancep di abdomen dan setelahnya dua orang yang lain kabur.”

“Maksud lo orang orang itu berniat ngejebak lo?”

“Kalau ceritanya begitu emang lo percaya?” Tanya Alex. Sebagai orang yang bertahun-tahun jalan bareng Alex gak ada yang gak bisa dipercaya di dunia. Kalo Alex bilang dia dijebak maka gue percaya meskipun gue belum paham motifnya.

Sayangnya gak ada satupun saksi mata selain dua orang komplotan yang kabur dan Alex sendiri. Meskipun kejadiannya bisa disimpulkan sebagai usaha pertahanan diri dari perampok bersenjata tajam, di negara ini siapapun yang membunuh apapun alasannya tetap akan menjadi tersangka.

Yang membuat gue berkurang paniknya adalah dia Alexander Gabriel Claremont-Diaz, lawyer yang biasa menghadapi seluk beluk kejahatan. Semoga... semoga masalah ini bukan masalah besar dan Alex dapat dengan mudah menghadapinya.


`hjkscripts.