the math is mating.


TRIGGER WARNING ; 18+ SENSUAL CONTENT🔞

THE BALL ă…ˇ 2023 SOUTHMINSTER PALACE, MAC

Selalu ada udang di balik sisi batu. Bukan cacing juga kaki seribu. Dipaksa pergi dulu berontak tak mau. Ternyata ini maksud takdir, akhirnya aku menemukan kamu.

Dia adalah lelaki yang tengah melangkah dengan amarah. Dia lelaki yang tengah bertarung dengan hati nurani. Dia lelaki yang tengah dilanda rasa kecewa. Pun dia lelaki yang tengah bersedih karena juga seorang lelaki.

Alex namanya beserta kaki jenjang dibalut pantofel berkilau kala beradu dengan lantai. Dia yang tak punya rasa lelah meskipun terus berjalan melalui hektar tanah. Dia dan dongkol dan juga beribu kalimat tanya. Ini semua karena lelaki itu, yang sekarang dia juga kurang yakin apakah nama yang disebut dari bibir merah muda lalu adalah benar.

Bibir itu yang membuat Alex penasaran setengah mati kala pertama bertemu. Bantalan kenyal sedikit basah yang sedang melengkung senyum membuat pemiliknya nampak lucu. Bahkan ketika dia menampilkan senyum paksa, berganti antara mengerucut dan senyum datar. Bibir itu yang membuat Alex ingin memiliki urusan antara dua bibir.

Bibir itu yang Alex ingin damba kala hubungannya mungkin berjalan lebih baik daripada sekedar nama. Bagaimana bisa mengeluarkan kata-kata penuh dusta.

Alex sampai di depan kamar berdekatan tangga. Menengok kanan kiri memastikan ruangan ini tepat sesuai. Alex bingung, mengapa jantungnya berdegup ragu ketika hanya bersekat pintu. Padahal sebelumnya amarah dalam diri meletup-letup layaknya lava Gunung Merapi. Dia tak siap, rangkaian tubuhnya belum diberi komando harus bagaimana akan bersikap nanti.

Tok Tok

“Henry?” Alex memanggil namanya. Lama jawaban dari dalam membuat keyakinan Alex naik satu tingkat bahwa nama itu bukan juga miliknya.

“HENRY?!” Alex menggertak sekarang. Ia meninggikan suara berharap lelaki di dalamnya tersudut dan berakhir menyambut kedatangannya.

Lagi hanya hening menjawab. Alex sungguh tak ada waktu dan kesabaran penuh untuk melakukan hal ini. Jadi dia meyakinkan diri, menggapai kenop pintu berlapis emas dan menggenggamnya erat sebelum suara menyapa gendang telinganya, “Alex” Katanya.

“Gue masuk sekarang.” Titahnya bukan sebuah pertanyaan.

“Sebelum kamu buka pintu,” Suara Henry terdengar lagi dari baliknya seolah mencegah Alex membuka lebih jauh. “Sebelum kamu buka pintu, kamu harus yakin bahwa kamu siap terima yang akan kamu dapat setelah ini.” Lanjutnya.

Alex dilema, semakin dibuat bingung dengan kalimat Henry. Namun Alex pantang mundur. Dia membuka pintu jati itu perlahan sembari menahan napasnya. “Henry?” Ucapnya menyebut lagi nama seseorang yang dia ragukan.

Dia melihatnya, sosok lelaki yang hanya itu dia bisa yakini. Lelaki yang sedang duduk di ujung kasur besar dengan posisi memunggungi.

Kala Alex melepaskan napasnya saat itulah dia menyesali kedatangannya.

BRAK!

“THE FUCK HENRY? LO LAGI RUT?” Teriaknya.

Sial! Tangan Alex gemetar melepaskan diri dari kenop pintu. Bukan hanya itu, kaki-kakinya lemah kala sisa aroma dari dalam kamar terhirup lagi dalam indra penciumannya, merasuk perlahan pada urat syarafnya. Celakanya aroma itu mampu membangkitkan birahi alphanya.

“Shit! Shit!Jangan sekarang.” Alex mendesis, berbicara pada dirinya sendiri mencegah alphanya memberontak keluar.

“Alex, are you okay?” Suara Henry khawatir. “Alex, look im so sorry saya bukan bermaksud menipu atau bagaimana. Saya bisa jelaskan semuanya sama kamu tapi saya butuh waktu, sebab ini bukan masalah kecil yang bisa kamu genggam sendiri. Kenyataan ini juga cukup sulit bagi saya.”

Alex tentu mendengarkan ditengah kesulitan menahan diri. Penjelasan Henry tutur demi tutur yang entah mengapa dia tangkap bernada sedih. Ada emosi tersendiri, marah, kesal, pasrah menjadi satu. Alex seolah diikat kuat dengan tali sepanjang kalimat persuasif penuh janji. Jika Henry berjanji maka Alex akan percaya dan menunggu untuk ditepati.

Alex menghembuskan napasnya berat. “Oke,” Ujarnya lirih. “Gue akan tunggu. Tapi gue punya satu pertanyaan.”

“Saya akan jawab.” “Tapi gue mau lo lihat mata gue ketika menjawabnya.”

Inilah si anjing gila hobinya adalah terjun mencari lubang neraka. Padahal dia sendiri paham, sedikit saja feromon Henry bisa menghapus sisa kewarasan. Sekali lagi, inilah si anjing gila yang suka berkelana dengan insting daripada norma. Dia sudah disini bersama Henry dan bayangan.

Pintu terbuka mempersembahkan seorang pria. Pria itu kini menatap berani tepat pada maniknya. Henry itu bahaya, hanya berdiri berselimut feromon beserta mata sayu sudah membuatnya gila.

“Tentang nama lo,” Alex berhenti sejenak untuk meneguk air ludahnya. “Apa juga termasuk sandiwara yang lo buat?”

Henry menggeleng, matanya masih bergeming menatap garis pandang yang sama. “Henry Fox. Itu benar nama saya.”

“So...” Alex satu langkah mendekat pada Henry yang masih berdiri diambang pintu. “Henry Fox, huh?” Satu lagi langkah hingga dia berdiri hanya berjarak jengkal.

Nakal tangannya terangkat dan bertengger pada pinggang Henry yang berisi. Kelima jari itu bergerilya, bergerak abstrak di atas permukaan kulit berlapis katun. Dia mendorong, menuntun Henry semakin masuk membawa Henry pada remang cahaya di dalamnya. Dia juga menutup pintu, meninggalkan keramaian dunia.

“Jadi ini alasan lo nggak mau kasih tau merek parfum yang lo pakai? Jawabannya tentu gak ada karena lo gak pakai apapun. Bau feromon lo, gue suka.”

Alex lemah, menempatkan sebagian berat beban kepalanya di atas pundak milik Henry. Dihirup banyak-banyak feromon yang semakin gencar menguar hingga kepalanya pusing tak karuan.

Henry menjengit kala lehernya bergesekan dengan dingin ujung hidung bangir milik Alex. Namun dia menikmati bagaimana inkonsisten napas lelaki itu. Bagaimana tubuhnya merespon dengan perasaan geli, terkadang hangat hingga membangkitkan nafsu birahi.

“Alex...” Henry mendesis memanggil nama pria yang tanpa permisi mulai mengecup lehernya. Dia pria yang lupa akan ajaran tata krama yang semakin berani menginvasi cuping hingga tengkuknya.

Henry itu benci pria tak beretika, tetapi dalam keadaan lemah seperti hari ini yang dia butuhkan hanya sebuah sentuhan.

Henry kini melayang tak terlihat menembus awan kala punggungnya menyatu dengan tilam. Dia dan ketidakwarasannya hanya mampu bergerak gelisah berharap lebih dari sebuah kecup cium. Alex ini siapa? Hingga akal sehatnya dibuat hilang. Wangi tubuhnya harum serta menenangkan.

Dialah si pria alpha dengan bentuk kepemimpinan sempurna.

Lelaki ini yang tengah menanggalkan satu persatu kancing dengan sabar. Bukan lelaki beringas meskipun diselimuti nafsu liar. Lelaki ini yang tengah menatap Henry dari atas lemah tubuh pasrahnya. Menikmati paras frustasinya dengan padangan memuja. Lelaki ini yang tengah tersenyum kala Henry membuka mata. Yang akhirnya bertanya apakah kegiatan yang semakin tak senonoh ini patut untuk dilanjutkan, dan Henry tentu menjawab Iya.

Dunia disekitar mereka mendadak berputar suka-suka. Menyaksikan betapa gila dua lelaki bercumbu di atas ranjang saling menyerukan nama. Menanggalkan status sosial hanya untuk memuaskan nafsu birahinya.

Alex mengecup dada sekokoh bidang. Berhenti sejenak mengambil alih dua puting yang sudah menegang. Dia tersenyum sebab rancau suara Henry adalah tanda kemenangan.

Henry kelabakan, pusing tujuh keliling menikmati tiap sentuhan. Bagaimana komando pria di atasnya absolut tanpa celah. Seluruh tubuhnya dijamah hingga tak ada yang bisa Henry lakukan selain mendesah. Alex itu luar biasa besar, menggerakkan miliknya perlahan konstan hingga semakin brutal saat mendekati ujung garis kenikmatan. Tubuh keduanya semakin bersatu dalam guyur keringat jutaan afeksi, merancau dengan suara-suara kacau seolah memberi pujian betapa hebat keduanya, hingga lenguhan panjang dan getaran tubuh kenikmatan menjadi tanda bahwa keduanya telah sampai di atas nirwana.

Bukan Alex yang terlalu profesional, hanya saja Henry adalah pangeran yang belum mengerti beringasnya dunia luar. Henry memang tak sepolos itu menjadi manusia, namun Henry belum sepenuhnya mengerti rasa aslinya. Bagaimana unik tubuh manusia menyuarakan aspirasi atas sentuhan yang diterima. Bagaimana seluruh organ tubuh bekerja amat cepat pun jantung berdebar memompa darah sekencang mungkin seiring berkurangnya oksigen dalam tubuh. Bersetubuh itu melelahkan, namun euforianya menakjubkan.

Alex mengubah posisinya, membuat Henry kini berada di atas. Dia bangun dari posisi terlentang, memangku Henry di atas pahanya.

“The fuck Henry, you're so fucking tempting yet beautiful from every angle.” Bisiknya sensual sembari memberi sebuah lumatan panjang pada bibir prianya yang terbuka.

Tangan Henry dia letakkan pada dada berhias rambut yang menjadi tanda kematangannya. Merasakan bagaimana dada itu bergerak naik turun dan bergetar akibat debaran jantung. It's so overwhelming for Henry dan dia baru menyadari bahwa Alex adalah yang ditakdirkan untuknya.

Adalah dia yang selama ini Henry cari. Sosok yang begitu dia damba meskipun terperangkap di dalam penjara istana. Setidaknya dia tau dia punya Alex, entah bagaimana dunia mengatur jalan hidupnya kelak.


`hjkscripts.