temaram.
Adnan Dika point of view
Aku melihatnya meskipun dibawah langit gelap bercahaya bulan. Tubuh itu bergerak lembut sesuai iringan musik, sedikit kaku karena aku tau dia paling enggan diajak menari.
Senyumnya, sebuah karya paling menawan yang pernah tercipta. Tak pernah sedetik pun aku tak membayangkannya. Adinata Dhamar, pemilik paras manis juga sahabat sedari kecil. Sosok polos dengan keceriaannya, menebar berbagai warna dalam hidup hitam putih ini.
Dia balik menatapku dengan tawa bahagianya. Kedua pasang manik kami saling berkomunikasi, Ia menyampaikan pesan bahwa dirinya baik-baik saja bersama dengan pria barunya.
Namun tak bisa dipungkiri rasa khawatir dalam diriku terus muncul tak terkendali.
Adnan berpaling ketika gerakan tari persembahan Nata untuk Asad bertambah liar. Ia tak sanggup memperhatikan lebih lama bagaimana Asad mulai berani menyentuh lekuk tubuh Nata. Selalu begini, dikerubungi rasa cemburu membuat Adnan muak.
“Adnan...” Suara lembut menyapa gendang telinganya. Adnan balik menyapa dengan senyum.
Adnan meletakkan gelas plastik berisi minuman asal, menarik pinggang ramping kekasihnya; Ayana menuju khalayak ramai yang tengah meliuk. Perempuan cantik itu tertawa, cantik Adnan selalu suka nadanya. Adnan membimbingnya dengan gerakan sederhana, diikuti Ayana terlihat malu-malu.
Musik berhenti, diganti dengan lagu berirama lembut. Kesan romantis hadir ditengah-tengah mereka. Gerakan liar penuh erotis berubah menjadi damai. Kekasih saling memeluk, berdansa kanan-kiri dibawah lampu temaram. Bulan pun seakan tersenyum merasakan hawa penuh kasih dari sana.
“Kamu cantik.” Bisik Adnan, jemarinya naik membelai rambut perempuan cantik yang telah menemaninya hampir 2 tahun.
Semburat merah muncul, jemari Adnan langsung mengambil kesempatan itu untuk mencubitnya gemas. Obsidian mereka bertemu, saling menatap dalam lama, hingga Ayana menutup mata cantiknya.
Basah, satu kata yang mampu mendeskripsikan ketika dua bibir menyatu. Adnan dapat menangkap suara debaran jantung milik Ayana. Kekasihnya terbuai, namun...
Seluruh perhatian Adnan selalu tertuju padanya. Obsidian Adnan menerawang jauh kearah dua pemuda yang juga tengah bercumbu diujung sana.
“Ayana, aku minta maaf.”
`teuhaieyo.