unconscious.

bahkan saat aku tertidur, bayangmu hadir di bawah alam sadarku.

a poddgawin alternative universe.


Pockey! Write On prompt : dream ⚠️trigger warning⚠️ angst, depression.


Bangkok Health Center BKK, Thailand

“Podd, kamu udah siap?”

Sosok itu bertanya saat kembali menempati kursi yang telah menemani lima tahun dalam berkarir. Sosok jangkung dengan bahu lebar dan rambut yang selalu ditata rapi klimis berbalut jas putih khas profesi dokter. Kacamata bulatnya sesekali Ia benahi letaknya, mata sipitnya masih fokus membaca riwayat kesehatan milik pasien dihadapannya.

Suphakorn Siriphotong, pria dewasa campuran thai-chinese datang jauh dari surga Nakhon Sawan dengan masalah depresinya. Si pria dan kantung mata yang telah menghitam sedang duduk menerawang ruangan serba putih berbau obat-obatan dengan tatapan linglung.

“Apa kau cukup tidur semalam?” Podd terkesiap dengan pertanyaan itu, seperti kesadarannya baru ditarik kembali dari dunia tak terdefinisikan yang terus membuatnya melamun.

Podd menatap sang dokter muda dengan sendu, lalu hanya gelengan yang diberikan. Jujur, terhitung dua hari ini matanya tak terpejam barang satu menit.

Dokter muda beranjak dari kursi kerjanya, kakinya bergerak mengajak pula tubuh jangkung menuju sebuah kursi yang lebih mewah daripada sebelumnya. Meskipun begitu tiada insan di dunia ini yang akan bahagia bisa duduk di atas sana. “Silahkan, buat tubuhmu senyaman mungkin.”

Podd duduk, punggungnya nyaman saat bertemu dengan sandaran empuk. Tubuhnya dibuat serileks mungkin, berharap bahwa tujuannya datang ke tempat ini akan membawanya pada kesembuhan. Podd menarik napas lalu dibuang perlahan, begitu diulang beberapa kali sebelum kedua kelopak lelah itu akhirnya tertutup rapat.

“Tenangkan pikiran dan hati kamu. Fokuskan pendengaran kamu pada satu tujuan, yaitu suara saya. Rasakan tubuhmu mulai lemas, perlahan-lahan kantuk datang. Dalam hitungan ke tiga kamu akan tidur pulas.”

satu

dua

tiga

Suasana berangsur sunyi, hanya detakan jarum jam sebagai pengisi suara. Sang ahli psikis muda itu terus memperhatikan setiap perubahan raut wajah pasiennya dari gelisah hingga beranjak tenang. Kerutan di dahinya memudar dibarengi dengkuran halus khas orang tidur.

“Podd bisa dengar suara saya?”

Senyap, tak ada respon pasti dari gerak-gerik pasiennya.

“Podd kamu bisa dengar suara saya?” Ulangnya sekali lagi.

Kali ini manik sang dokter dapat melihat gerakan mengangguk dari si pasien. Gerakan-gerakan reflek tak nyaman terjadi pria yang berprofesi sebagai dokter memberi jeda sejenak saat dirasa pasiennya telah hidup kembali di alam bawah sadarnya.

“Bisa deskripsikan tidak saat ini kamu sedang dimana?”

Dahi milik Podd mengkerut seraya berfikir, sedangkan raganya yang terjebak di bawah sana sedang berputar pada padang rumput luas tak berujung. Dirinya mencari petunjuk tepatnya dimana kakinya saat ini berpijak. Langit tampak biru cerah ditemani sinar mentari terlewat terik hingga dirinya harus melindungi kedua manik coklat saat hendak menatap. Saat tubuhnya dibawa berbalik sekali lagi baru dirinya punya jawaban ada dimana lokasinya sekarang.

“Nakhon Sawan, ini cabang kafe ketiga saya.” Balasnya pelan.

“Bisa ceritakan tentang kafe kamu di Nakhon Sawan?”

Kembali, tak ada jawaban apapun selain air mata yang mulai turun pelahan dari ujung mata sosok yang tengah tertidur. Entah mulutnya sudah terbuka lalu tertutup rapat kembali seperti ingin mengungkap semua namun enggan mengingat kembali. Kejadian malam itu, akar dari traumanya sekarang. Sulit, tubuhnya lelah harus terus terbangun namun saat tidur seluruh bongkahan kejadian itu terus hadir dalam mimpinya.

“Hiks...” Tubuh Podd mulai bergetar, jari-jarinya telah membentuk genggaman demi menahan seluruhnya agar tak tumpah saat ini juga.

“Semua ini berawal dari hari itu...”

Kilas Balik

“Siang itu harusnya aku tak pergi saat Gawin memintaku tetap tinggal hingga memohon. Gawin, kekasihku yang malang. Hari itu kafe ditutup sejak pagi karena awalnya kami memang ingin pergi ke pesta pernikahan sahabat kami. Namun, Gawinku jatuh sakit maagnya kumat karena terlalu larut bekerja hingga lupa jam makan.”

Podd berhenti sejenak, menarik hampir sebagian oksigen dalam ruangan karena sungguh dadanya jadi sesak. Bulir-bulir bening miliknya menolak untuk membiarkan empunya menyelesaikan cerita musabab dirinya bisa sampai disini.

“Gawin itu sangat manja saat sakit, hari itu sejak pagi hingga siang Gawin tak melepaskan pelukannya. Bahkan dia berkali-kali meminta padaku untuk jangan pergi. Sayang, bagiku dia bukan prioritas di hari itu. Gawin masih bisa sakit dan manja dilain hari tapi pernikahan hanya sekali seumur hidup.”

“Hiks, haa- Ga... win maaf- maafkan aku.” Tangisan Podd hingga tergugu. Dalam tidurnya kilas balik pada malam tragis terputar jelas, rinci layaknya film dalam bioskop. Tapi apa? Podd tak sanggup bangun untuk menyudahi semuanya, sel-sel tubuhnya hanya patuh pada satu komando suara sang dokter. Podd seperti jatuh tepat di neraka, kepingan kejadian yang tersaji tak kalah menyakitkan dari hukum cambuk seribu kali.

Sang dokter hanya sanggup terdiam, tangan kekarnya dengan lihai menorehkan tinta hitam pada tiap kolom catatan di atas pahanya.

“Setelah acara, aku berjanji langsung pulang secepat mungkin. Bodohnya diriku terbuai pada beberapa alkohol hingga larut malam. Aku begitu hancur malam itu, saat sampai kafe telah hancur berantakan. Dan Gawin...”

“Podd, kamu bisa simpan untuk yang satu itu.” Ujar sang dokter muda mulai khawatir.

Podd menggeleng, inilah hukuman yang harus diterima. Tersiksa batin dengan menceritakan sendiri bagaimana mata kepalamu menatap sosok kekasih yang terbujur kaku di atas genangan darahnya sendiri. Kekasih dan sakitnya berusaha mencegah kawanan perampok yang menyerang kafenya. Podd menyesal, harusnya dia disana menahan Gawin dan tangan entengnya untuk merelakan saja daripada bertaruh nyawa.


Dokter muda itu beranjak cepat dari kursi empuknya tatkala tanpa sadar Podd mulai memukuli dirinya sendiri. Kedua bogemnya Ia layangkan pada wajah yang telah tak berupa akibat banyaknya air mata yang Ia kerahkan.

“Podd! Bangun, udah selesai ayo bangun!” Teriakan panik si dokter tak diindahkan. Fokusnya telah hilang arah entah kemana.

“Gawin?”

Satu nama yang terucap dari bibir tebal milik Podd membuat sang dokter tertegun. Tubuh yang semula bergerak rusuh berangsur tenang.

“Gawin?” Panggilnya sekali lagi masih dengan mata terpejam.

“Kamu bertemu Gawin?” Tanya si dokter meyakinkan juga dibalas dengan anggukan mantab.

“Selalu, dia selalu hadir disini... dengan senyum manisnya.”

Di bawah sana Gawin benar tersenyum, duduk pada bangku yang memang mereka sediakan di samping bangunan kafe, tempat mereka melepas segala lelah dan gundah. Saksi bagaimana emosi keduanya terkadang diombang-ambing oleh keadaan.

Gawin menarik lengan berurat milik Podd lembut, diajaknya untuk duduk santai seperti sediakala. Gawin tersenyum, semakin manis ditambah binar cahaya yang mengelilingi tubuhnya.

“Demi Tuhan aku kangen banget sama kamu...” Ucap Podd dengan segala rasa rindunya.

Gawin tersenyum, lucu batinnya melihat sosok kuat dihadapannya jadi rapuh. “Aku gapapa. Aku baik-baik aja disini.”

“But, I'm not okay without you.”

Gawin lagi-lagi terkekeh geli, jemari panjangnya beberapa kali ikut menahan air mata milik dominannya yang turun. “Kamu bakal gapapa, Podd. Kamu sehat, badan kamu gede, kuat juga. All you have to do just set me free.”

Podd mengangguk ribut, seratus persen tidak setuju dengan apa kata-kata yang dilontarkan sang kekasih. Podd masih ingin mengenang Gawin. Menurutnya, masa lalunya bersama pemuda jangkung nan lucu ini terlalu indah untuk dilupakan.

“Aku juga ingin bebas, tapi cuma kamu yang bisa bikin aku bebas. Kamu yang bikin aku terjebak dalam alam sadarmu, bikin diri kamu sendiri tersiksa. I want you to be happy, I want to see your silly smile from there.”

“Enggak, Win... jika suatu saat aku kangen sama kamu aku harus gimana?” Tanyanya penuh keputusasaan.

“Aku selalu ada sama kamu. Bahkan saat kamu menemukan pengganti yang lebih baik, aku akan jadi orang pertama yang tau. Karena aku akan selalu disini sama kamu.”

Pada detik ini Podd yang tangguh hanya sanggup menuaikan jutaan cairan bening. Sekujur tubuhnya lemas, lelah entah terlalu banyak menangis atau memang sudah saatnya beristirahat. Semua yang dikatakan Gawin membuatnya tertampar, Podd terbelenggu dalam penyesalan tanpa tahu Gawin sudah ikhlas dengan nasibnya.

“Bangun ya, pelan-pelan lupain aku biar kamu bisa sembuh.” Ucap Gawin lembut sembari mengelus punggung bergetar kekasihnya perlahan, memberi seluruh kenyamanan yangmana Podd hampir lupa rasanya.

“Please, stay with me.” Balasnya parau. Pikirannya kacau saat tak menemukan satu cara pun untuk mengambil Gawin kembali pulang dalam rengkuhannya.

“I will.”

Detik itu pula Podd terbangun dari tidur singkat yang melelahkan, menyerahkan raganya pada dunia nyata. Podd sadar jauh di bawah alam sadarnya Gawin juga tersiksa. Terkadang, saling melepaskan adalah cara yang paling membahagiakan dalam sebuah tautan romansa. Karena seluruh insan di dunia punya cara tersendiri untuk mencari jalan menuju “tidak apa-apa” sampai bertemu bahagianya.

END


au ini dibuat spesial bagi orang-orang kuat dalam dunia per poddgawin/poddfluke-an.