prolog.
Kita yang berusaha berdiri tegap menghadap ratusan kilat menyambar. Dua pasang mata hanya sanggup menatap datar. Minim ekspresi seolah itu tak membuat jantung lebih cepat berdebar. Setenang mungkin tubuh meskipun dalamnya amat bergetar.
Kita yang dipersilahkan duduk dan menyapa ratusan gemuruh menggelegar. Dua pasang telinga hanya sanggup menerima dengar. Tersenyum kecil seolah itu tak membuat amarahku mulai terbakar. Sedamai mungkin tubuh meskipun dalamnya ingin melawan bagaimana pendekar.
Kita yang diam ditimpa luruh hujan. Basah kuyup kain yang dikenakan. Payung pun dimintai pertolongan juga enggan. Meneduh pula diusir sana sini oleh sang tuan. Beginilah penampakan manusia yang paling bersalah dihadapan Tuhan.
Kita yang bersimpuh pasrah terhadap badai. Terhempas bebas terbawa angin ramai. Hancur pula pondasi yang hanya tersusun dari rangka dan harga diri. Tercecer berantakan di lantai alas permadani.
Sekali lagi, beginilah penampakan manusia yang ingin mencinta dan dicintai.
“Terima kasih kepada rekan-rekan media yang telah datang pada pers conference hari ini. Sebelumnya, saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang dirugikan oleh berita yang beredar di media sosial belakangan ini.”
“Namun, ijinkan saya Khaotung Thanawat dan partner saya First Kanaphan di samping saya ini, menjelaskan sedikit hal agar tidak menjadi salah paham di masa depan.”
Maka cerita kami dimulai dari sini...
`hjkscripts.