pertama.
Adnan bersama Nata tiba, melangkah bersisian menuju pintu utama sebuah restoran franchise. Menuju dekat, Adnan jalan lebih cepat membuka pintu terlebih dahulu; mempersilahkan Nata masuk layaknya pangeran kerajaan datang berkunjung. Sifat alami Adnan selalu bisa menggoyahkan hati siapapun.
“Adnan!” Panggil pemuda disana. Adnan mengangkat tangannya, membimbing Nata mendekat meja paling ujung.
Adnan menggeser sebuah kursi untuk Nata duduk lalu dirinya pamit memesan.
Lengkungan bibir menawan itu mengembang kala kedua pandang saling bertemu. Nata malu, mengetahui sejak dirinya datang diperhatikan seperti itu sedangkan yang duduk dihadapannya tak sungkan sama sekali menaruh minat pada sosok yang juga lelaki.
“Nakula, anak gizi.” Celetuknya tiba-tiba.
Canggung, Nata itu jarang berinteraksi dengan temannya, apalagi semenjak insiden orientasi seksualnya terungkap. Mereka jauh, Nata ditinggal menyendiri.
“Adinata. Saya anak kesma.” Balasnya lirih namun disambut dengan suara kekehan.
Nakula kagum, sejak tadi punya segudang pertanyaan tentang sosok manis di depannya. Bagaimana bisa seorang lelaki memiliki paras cantik layaknya perempuan.
Kulitnya seputih susu, Sadewa yakin teksturnya pasti selembut permadani bulu. Matanya, cantik lengkap hiasan bulu mata lentik. Bibirnya... Nakula gila tatkala Nata melakukan gestur membasahi belah merah muda kenyal itu. Terakhir, Nakula terpukau akan gerak-gerik tubuh Nata, tak terkecuali ketika Ia sedang menyampirkan rambut yang sedikit panjang ke belakang telinga.
Nata itu indah layaknya kumpulan bunga mekar di atas tanah gersang.
“Nata, sunggu tak sopan hadirmu mengusik ketenangan jiwaku.”
Nakula Aditya jatuh, terjerembab dalam sebuah keadaan. Cinta pandang pertama begitu orang-orang menamainya dan Nakula hanya punya satu prinsip apapun yang menarik perhatianku harus menjadi milikku.
`teuhaieyo.