nicholas fox.


Henry Point of View.

Jika berbicara tentang ketenangan maka Nicholas Fox jawabannya. Jika mencari kedamaian maka Nicholas Fox temukanlah dia. Inilah dia Nicholas Fox yang sejuk seperti pagi di desa. Hanya menatap wajahnya nyaman bisa dirasa.

Nick panggilannya, dia suka disebut begitu. Namun aku sering memanggilnya kakak, panggilan yang dia suka terkadang juga membencinya.

Sejak awal, sebenarnya aku tidak menentukan Nicholas adalah kakak, Viscount adiknya atau sebaliknya. Sebab mereka lahir dari orang yang sama di tempat yang sama, di hari, bulan, dan tahun yang sama. Yang membedakan hanya sekian menit jarak keluarnya.

Sekali lagi, aku tidak bukan yang memaksa Nicholas adalah seorang kakak dan Viscount adalah adik. Mereka tumbuh bersama, diberi kasih sayang dan dicintai dengan jumlah yang sama. Hanya saja, seiring berjalannya waktu dua kembar tak seiras ini menunjukkan watak dan kebiasaan yang berbeda.

Nicholas tumbuh sebagai anak yang luar biasa. Dibalik wajah teduhnya, dibalik senyum lembutnya ada kekuatan yang besar dalam dirinya. Nicholas itu mandiri, inisiatif tinggi, dan peka terhadap sekitar.

Nicholas kecil jarang menangis, malah dia yang sering menenangkan Viscount. Nicholas kecil itu suka bantu papanya hanya dari sekali melihat apa yang papanya kerjakan. Jadilah Nicholas yang menjadi tangan kanan kepercayaanku sejak kecil. Nicholas yang membantu menjaga adik yang sama besar dengan dirinya waktu sang papa sibuk mengurus sesuatu. Nicholas yang memarahi waktu adiknya rewel. Nicholas yang menasehati waktu adiknya berbuat kesalahan.

Intinya Nicholas itu bisa melakukan segalanya. Anakku Nicholas itu bisa diandalkan dan paling mengerti dalam menghadapi kehidupan papanya juga kesusahan. Nicholas itu bagaikan malaikat kecil penolongku. Sebab itulah Nicholas bertindak seperti seorang kakak untuk adiknya yang hanya berselisih umur 7 menit.

Anak ini tumbuh dewasa jauh sebelum waktunya.

Terkadang mandirinya Nicholas membuatku mau tak mau terus merasa bersalah setiap saat. Hal yang paling sulit dalam pelajaran kehidupan adalah berlaku adil. Mandirinya dia membuatku sedikit kurang khawatir dan khawatir berlebihan untuk Viscount. Sebab aku tau dia bisa melakukannya sedangkan Viscount tidak.

Aku jarang membantunya mandi, tapi aku membantu Viscount untuk menggosok bagian punggungnya. Aku jarang menemani dia belajar, tapi aku menjawab banyak pertanyaan pada tugas Viscount. Aku jarang membantunya menata buku untuk sekolah, tapi aku memeriksa tas Viscount sebelum berangkat. Aku jarang memakaikan kaos kakinya, tapi aku membantu Viscount hingga sepatunya terpasang dengan baik.

Aku begitu yakin dia bisa melakukannya sebab aku sangat yakin dia bisa. Aku lupa bertanya apa dia bisa atau apa yang bisa dibantu meskipun aku tau dia bisa.

Puncaknya, puncak dari diriku yang menjadi orang tua paling bodoh adalah ketika Viscount jatuh sakit dan aku panik berlari menuju rumah sakit kota dan tanpa sadar meninggalkan Nicholas di rumah.

Aku tidak ingin mengingat hari itu, tapi aku tidak bisa melupakan sebagai hukumannya. Orang tua bodoh yang pulang ke rumah malah menuruti emosi ketika melihat stoples selai pecah. Orang tua bodoh itu bukannya panik melihat sang anak andalannya meringis kesakitan, malah mengoceh frustasi dan kecewa sebab begitu ceroboh si anak bisa menjatuhkan stoplesnya.

Dia bisa sebab dia ingin membantu bukan berarti dia tidak bisa jadi ceroboh. Dia bisa sebab ingin mengurangi beban sang papa yang mengurus dua anak kecil sendirian bukan berarti dia tidak bisa berbuat salah. Aku detik itu sadar Nicholas masih sama kecilnya seperti Viscount, sama membutuhkan papanya sebesar Viscount.

Malam itu marahnya si anak yang bisa diandalkan menampar kesadaran sang papa yang hampir melenggang sangat jauh dari batas keadilan di antara keduanya.

“Nicholas banyak yang belum bisa, Nicholas tingginya belum sampai untuk mengambil stoples yang diletakkan di tempat tinggi, Nicholas berusaha ambil pakai kursi tapi stoplesnya berat dan jatuh. Maaf ya, pa Nicholas bikin papa susah.”

“Kenapa kamu gak tunggu papa?”

“Papa kan urus adek. Nicholas kan kakak jadi harus bisa apa-apa sendiri.”

Demi Tuhan, nak maafin papa yang bodoh ini.

Karena kebodohan orang tua tunggal ini Nicholas tumbuh jadi remaja yang hebat. Namun juga kebiasaan menyimpan kekhawatiran. Maka sejak kejadian hari itu aku belajar lebih banyak, memiliki dua anak bukan berarti mendidiknya dengan cara yang sama. Tapi dengan caranya masing-masing menuju tujuan yang sama.

Saat ini aku dan Nicholas tidur terlentang berdampingan. Sengaja aku membeli kasur yang lebih besar agar muat untuk dua orang. Nicholas itu suka cerita, tapi tidak untuk didengarkan bersama.

Inilah yang aku lakukan, aku menyebutnya Nick Corner, kegiatan yang aku buat untuk belajar lebih banyak tentang dunia Nicholas. Dimana aku selalu mengosongkan beberapa jam atau seharian penuh hanya untuk Nicholas dan dirinya sendiri, hanya ada Nicholas dan makanan atau kegiatan kesukaannya. Hanya Nick dan aku, tidak ada Viscount di antara kita.

Terkadang pun aku masih miris mendengarkan sebagian ceritanya selalu ada Viscount di dalamnya. Sebab dia seorang kakak yang bertanggung jawab menjaga adiknya. Diakhiri sesi aku selalu berterima kasih dan memujinya betapa bangga aku punya dia di sampingku dan di samping Viscount. Pula, aku meminta maaf jika sampai detik ini masih kurang adil dan khawatir berlebihan untuk Viscount sebab aku tau terkadang ada rasa iri dan sakit hati bila aku berlaku demikian.

Namun aku lega ketika dia berani mengungkapkan bahwa untuk beberapa saat ini dan kedepannya dia ingin mengurus dirinya sendiri dan agak lelah jadi seorang kakak.

“It's ok, dear. Kalau memang kamu capek, waktu Vis nakal atau berbuat salah biar dia hadapi masalahnya sendiri. Kamu cukup temani, jangan carikan jalan keluar biar dia yang cari solusinya sendiri.”

“Dia terlalu attached sama kamu karena kamu itu hebat, you're a wonderful and sweet boy in this world. I'm very grateful papa to have you in my life and proud of you for who you are.”

“Terima kasih ya, nak. Papa minta maaf belum bisa jadi papa yang baik buat kamu. I love you so much, darling.”

“I love you too, pa.”


`hjkscripts.