lima.


“I wish papa never met your daddyㅡ”

“ㅡTapi, ketemu seorang Hans Arbecio itu memang seindah itu.”

Itulah kalimat pertama yang keluar dari bibir sang putra mahkota terbuang dihadapan kedua putranya. Mata para alpha kecil itu fokus, meneliti setiap perubahan ekspresi yang dibuat omega paling tua disana. Rasa penyesalan itu ada sedikit, banyak bahagianya.

“Hari itu entah mengapa jiwa muda papa sangat meronta. Suntuk harus belajar hanya berdua dengan paman Adrian sejak kecil karena diri ini seorang anak raja. Papa nekat kaburㅡ” June berhenti sejenak, tersenyum tipis mengingat bagaimana dulu dirinya kabur dan membuat satu Aragon panik.

“Kemana?” Suara kecil lebih seperti gumaman tak sengaja tertangkap gendang telinga sang omega. June terkekeh ketika mencuri pandang pada kedua putranya, wajah serius dengan berbagi pertanyaan tergambar jelas didahi mereka.

“Pasar kota. Papa suka banget jajan dan pasar tempat yang tepat buat beli semua itu.”

Masih jelas terasa euphoria ketika dirinya untuk pertama kali merasakan angin bebas dunia luar beserta keramaiannya. Baginya, lingkungan luar istana tak seburuk sebagaimana yang diceritakan kedua orangtuanya. Hanya saja, bagi seorang omega apalagi mendadak heat dunia bisa mendadak berubah jadi neraka.

“Disitulah daddy datang, layaknya pemeran superhero.”

Lengkungan bahagia itu berangsur memudar. Cahaya putih yang nampak memancar disekeliling paras menawan khas omega itu juga lantas meredup.

“Kalau hari itu yang bertemu Hans Arbecio hanya seorang June ceritanya akan teramat cheesy. Harusnya setelah pandangan pertama kita bertemu, setelah kita berdua sama-sama tau bahwa ada benang merah dari alam yang mengikat... harusnya...”

Iya, semua kilas kejadian telah terjadi. Harusnya mereka langsung memutuskan untuk memisahkan takdir mate diantara keduanya, bukan malah saling jatuh cinta. Malam itu, ketika Hans Arbecio masih dapat menahan hasratnya, June harusnya membiarkannya menghubungi anggota kerajaan bukannya menautkan setiap jemari mereka lalu berbagi nafsu.

“Lalu keluarga kerajaan gimana?“Lagi, pertanyaan muncul dari yang paling kecil Arsene Arbecio.

“Kamu tau jawabannya anak muda.” Baru June membuka mulut, pertanyaan sang anak telah dijawab. Disana baru berdiri, sosok alpha dewasa lengkap dengan handuk dan bau segara menyeruak khas orang setelah mandi.

Kedua alpha kecil itu mengerti, mereka diasingkan oleh keluarga sang papa.

“Bukan papa yang dibuang, lebih tepatnya daddy dan kakak Evan. Harusnya setelah bayi Evan hadir di dunia, papa harus segera kembali ke Aragon, meninggalkan daddy dan kakak. Tapi, papa seorang omega bagaimana bisa meninggalkan keluarganya terlebih bersama bayi kecil yang masih merah.”

June kembali menatap mata kedua putranya, mencuri cubit dipipi Evander yang sedari tadi diam.

“Akhir cerita keluarga papa mengijinkan untuk sekedar merawat bayi alpha kami berdua hingga umur 15 tahun.”

Begitulah June menyudahi kisah hubungan cinta terlarangnya. Masih menimbulkan berbagai pertanyaan, namun bocah-bocah alpha ini sepertinya sulit untuk merangkai sebuah kalimat.

“Setelah 15 tahun akan terjadi apa?” Akhirnya, bibir Evander; alpha kecil tertua akhirnya terbuka.

Namun, pertanyaan itu yang juga selama ini menjadi ketakutannya. Ia dan suami juga tak tahu menahu akan jawaban pastinya. June menegak gelas dihadapannya, Ia meletakkan setelah cukup lalu menggeleng lemah sebagai jawabannya.

June akhirnya beranjak, mengangkut gelas kosong ke arah dapur. Keluarganya sudah lengkap berkumpul berarti waktunya makan malam. Suara percakapan kecil terdengar, hanya ada dua suara milik Hans dan Evander membahas satu minggu disekolah.

“Papa?!” Mendadak Arsene memanggil, ruangan yang tadinya agak berisik jadi kembali senyap.

“Dalam cerita papa tadi hanya menyebutkan dad dan kak Evan terus Arsene ada dibagian mana?”

June tak bisa menahan tawanya. Apalagi dari arah dapur ia bisa melihat raut wajah si bungsu menjadi sedih.

“Kamu mah ditemuin daddy di tengah hutan pas lagi nyari kayu bakar. Tiba-tiba ndusel dibawah kaki daddy, karna kasihan yaudah daddy pungut.”

“Masa sih? Udah bapak-bapak gaboleh boong!”

Evander memasang wajah datar, Ayahnya dan Arsene memang seperti ini.

“Papa?! Masa kata daddy, Arsene nemu di hutan?”

“Terus kamu percaya kata daddy?” June meletakkan piring pertamanya di tengah meja. Sedangkan Arsene menggeleng dengan mimik hampir nangis.

“Yaudah gak usah percaya. Kamu tuh pinter tapi diboongin gini mau-mau aja.”

“Durhaka banget nih emang bapak-bapak.”

“Udah pada makan cepet!”


`teuhaieyo.