lebih mujarab daripada obat.


Alex Point of View.

Hadir kedatangan singkat lebih mujarab daripada obat

Hari pertama menghadapi siklus rut bulanan tentu sudah biasa. Tapi siklus bulan ini di tempat yang gue baru terbiasa, sulitnya luar biasa.

Katanya orang kalo lagi rut atau heat tingkat setresnya naik. Maka dari itu yang menghadapi siklus harus pinter-pinter atur waktu biar gak tertekan. Susah mau ngapa-ngapain, anggota tubuh sensitif tapi positifnya emang ada waktu istirahat lebih dari sekedar hari libur. Dan simpang siur orang yang sudah hidup bersama dengan mate-nya, siklus bulanan jadi menyenangkan.

Kalau kita ngomongin pasal sex, siapa yang gak seneng kan ya.

Gue di hari pertama ini bener-bener tersiksa. Satu karena ini bukan kamar gue biasanya. Kamar ini lebih sempit dari yang punya gue di Amerika. Gak ada hal-hal yang bisa diperbuat, gak ada hiburan kayak game atau buku yang bisa dibaca. Intinya berada di kamar ini aja udah bikin tertekan.

Kedua karena gue lagi pusing sampai gue kurang aware sama tanda-tanda mau siklus. These past few month hidup gue berasa lagi ikut balap sepeda bmx di gunung. Naik turun sampai mual sendiri, mana gak nemu garis finish-nya. Ya kerjaan, ya masalah pribadi, ya masalah asmara.

Ketiga karena Henry. Henry gimana ya kabarnya hari ini? Gue jujur belum berani kirim pesan ke cowok itu lagi semenjak berantem kemarin malem. Iya lima puluh persen dari marahnya si omega karena keteledoran gue. Tapi kalo dipikir-pikir Henry ada selfish-nya.

Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi membentuk sebuah senjata yang mematikan. Biasanya gue menjalani siklus rut layaknya hidup biasa cuma terbatas ruang. Tapi hari ini gue cuma bisa tiduran di ranjang, belum makan, belum mandi, belum buka laptop buat cek kerjaan. Mana perut mual banget gegara nyium feromon sendiri yang semakin lama semakin pekat.

Ditengah-tengah kesengsaraan gue menghadapi siklus paling menyiksa ini cuma wajah Henry yang mondar-mandir di kepala gue. Gue kangen, gue pengen ketemu terus ngobrol. At least gue sama dia balik in good terms lagi.

Tok Tok

Seriously? Ini harus sekarang ngetok pintu? Pak Lee ini gimana kan udah gue bilang jangan ganggu dan jangan biarin orang lain ganggu. Katharina? Sobat gue satu itu paling tau pas gue lagi rut gak mau diganggu.

Tok Tok

Gue menggeram marah, udah bukan kesel lagi. Karena sumpah ini duduk aja rasanya gak sanggup. Namun gue tetep berdiri sebab gue merasa orang di balik pintu pantang pulang sebelum dibuka.

Waktu gue buka kayak ada yang nyemprot muka gue sambil bilang SURPRISE MOTHERFUCKER. Gue pasang muka bego kebingungan sedangkan cowok yang datang berdiri canggung sambil batuk-batuk.

Shit, Henry!

“You're a mess indeed.” Gumamnya setelah melihat keadaan gue.

Gue senyum kecut, ya gimana ya sayang gue begini juga salah satunya karena lo. Lo doang nih yang bikin gue uring-uringan.

Gue persilahkan dia masuk dan dia kayaknya datang ke sini emang niat buat duduk bentar bukan cuma numpang lewat.

“Alex, kamu mau bunuh kita berdua pakai feromon kamu ya?” Henry masih batuk-batuk kayaknya semakin intens pas pintu gue tutup kembali. Kayaknya omega dia udah mulai gak nyaman. Tapi Henry termasuk kuat kontrolnya, kalo orang lain udah pasti detik pertama pintu dibuka langsung terjadi adegan dewasa.

Alex itu sekarang kayaknya mulai punya titik lemah baru. Selain keluarga dan temen deket gue, Henry masuk tiba-tiba, gak ada yang ngundang tapi berhasil menggeser top prioritas gue.

Henry adalah titik kelemahan gue. Terbukti sekarang gue yang akhirnya duduk di sebelahnya cuma mandangin dia mengeluarkan jurus melas. Henry yang ngelihat aja jadi iba, padahal masalah kemarin pasti buat dia kecewa berat. Iya, kita punya poin masing-masing dan gak ada yang bener juga salah. Kita semua bener cuma butuh saling memahami aja.

Cowok gue menghela napas, sepertinya ya udah pasrah gitu mau marah ya gak tega. Dia usap wajah kucel gue lembut terus jarinya seolah menari di rambut gue yang berantakan. Dia benerin di situ agak lama, pokoknya sampai keliatan wajah gue mendingan bagi orang yang belum mandi.

“Udah makan kamu?” Tanya dia dan jelas gue menggeleng lemah.

“Nafsu makan gak kalau sekarang?” Aduh lucunya.

Masalah lapar ya kalau ditanya pasti lapar tapi Henry peka banget, gue nafsu gak makan dikeadaan kayak gini? Betul, jawabannya tentu nggak.

“Aku bawain kamu makanan. Tapi karena kamu lagi gak enak badannya disimpan aja buat nanti pas udah baik.” Dia menjelaskan panjang lebar. Sekarang kayaknya gue nafsu makan tapi bukan makanan yang dibawa melainkan makan yang bawa. Perhatian banget cowok gue sialan!

Dia tiba-tiba beranjak, gue buru-buru ambil lengannya gue genggam erat-erat. “Mau kemana? Masa langsung pulang? Di sini aja temenin aku!” Pinta gue.

“Aku mau simpen makanan di kulkas dulu biar gak basi.” Katanya.

“Terus pulang setelahnya?” Beneran deh gue kayak cowok desperate banget, kayak nanti kalau Henry keluar dari pintu selanjutnya gue gak bakal liat dia lagi. Yang ditanya senyum geli, heran liat kelakuan gue yang mirip bayi.

“Memang kamu mau aku setelah ini gimana?” Dia balik tanya lebih tepatnya menggoda. Gue gak segan menjawab, “Di sini aja temenin aku. Aku butuh kamu di samping aku. Aku kangen banget sama kamu. Aku pengen kamu temenin aku tidur, kita pelukan di sini sampek capek.” Udah setelah ini keputusannya gue pasrah.

Henry diem, menimang-nimang dalam benaknya keputusan apa yang harus dia ambil. Terus, dia ketik sesuatu di gawainya lalu diletakkan sembarangan di meja tamu sesudahnya.

“Ya udah, sini ayok pelukan sampai capek.”

Satu malam itu kita habiskan waktu cuma rebahan sambil pelukan. Beneran cuma Henry yang pakai lengan gue sebagai bantal dan lengan kita yang lain saling merengkuh di pinggang. Kita cerita, apa aja hingga ceritanya jadi semakin sedih gue bagian yang bercandain. Gak ada nafsu yang ikut ambil andil, yang ada cuma ada gue dan Henry. Biarlah masalah kemarin jadi pembahasan nanti. Yang penting sekarang gue mau menikmati momen hari ini.


`hjkscripts.