koneksi.


Melenggang dari satu ke satu tempat hiburan malam, Alex kebingungan. Hampir satu bulan berjalan dia belum pernah mencoba. Ini adalah kali pertama menjadi saksi mata betapa liar kawula muda. Namun tujuan Alex bukan untuk mengisi nafsu dan kekosongan.

Alex mencari Henry, sedikit menyesal karena punya firasat buruk tentang lelaki itu hingga membuatnya susah tidur. Di atas ranjangnya, memandang tinggi langit-langit hanya ada wajah sayu Henry dan debaran tak enak dari jantungnya.

That night surely brought so much changes to his life. Especially about Henry and their connection.

Alex itu pria keras but a simple and common man's behavior. Alex itu hidupnya lurus, lebih memilih menjalani hidupnya yang begini. Jarang ada hambatan selain dari sisi pekerjaannya yang sulit, jarang ada kesedihan sebab menurutnya hidup terlalu menyenangkan untuk bersedih.

Tetapi belakangan ini Alex merasakan dirinya sedikit melakonis. Ada beberapa kali waktu dia bersedih entah karena apa. Perasaan itu tiba-tiba menyerang kala Alex hanya duduk sendiri, menikmati capuccino hangat dan pemandangan yang tak berubah sejak dia tinggal di pondok. He feels like he walks on miserable life.

Pada satu tempat lagi yang Alex masuki begitu kacau di dalamnya. Seolah terserang badai barang pecah belah habis berantakan.

“Omega gila, bisa bisanya dia keluar waktu heat begitu.” Maka Alex berdiri pada tempat yang tepat.

Lo dimana? Gue ada di tempat yang lo maksud.

Saya ada di kamar. Salah satu kamar, di sini ada banyak kamar.

Kala dia mendengar namanya diserukan Alex berhenti. Dia memanggil sekali lagi sembari mengetuk pintu yang menghalangi. Rasa lega menyelimuti ketika pintu terbuka menghadirkan sosok lelaki. Dia adalah Henry, takdirnya yang dicari.

Alex menutup rapat lagi daun pintu agar aromanya terjebak dalam belenggu. Entah apa yang dialami lelaki dihadapannya hingga bisa terjebak di tempat yang tak seharusnya. Alex mengamati Henry, dari kepala hingga ujung kuku. Semuanya aman, hanya saja bajunya kotor dan ada bekas air mata.

“Oh for god sake, Hen. What do you think you did?” Alex melampiaskan kekhawatirannya bercampur perasaan lega. Sedangkan Henry mengangguk, bingung atas keputusan yang telah Ia buat.

“Fucking shit...” Cicit Alex lirih sembari membuang napasnya kasar. Refleks dia menarik Henry dalam pelukannya. “It's okay, you'll be fine with me.” Bisiknya tepat pada telinga Henry kala Alex bisa merasakan detak jantung lelaki dalam rengkuhannya berirama inkonsisten. Henry pasti bingung, kacau, dan amat ketakutan.

Henry beringsut dalam dekapan Alex, membiarkan seluruh beban yang dia bawa dilimpahkan sejenak pada bahu kokohnya. Daripada merasa bersalah telah membuat Alex terkena masalah karena dirinya, dia lebih merasa bersyukur dan aman. Nanti, mungkin setelah mereka keluar dari sini Henry akan mengucapkan beribu kata terima kasih dalam seluruh bahasa di dunia.

Hampir dia menangis lagi, sebab Henry tidak pernah ada di posisi ini. Dia hanyalah manusia putus asa yang tak punya pegangan apa-apa. Dia hanyalah lelaki rapuh yang butuh seseorang untuk mengasuh. Dia hanyalah pangeran penuh kesedihan yang terkadang butuh sebuah pelukan.

Jahatnya dia baru bisa merasakan. Kejamnya dia bukannya keluarganya. Kasarnya Alex hanyalah seseorang yang baru dia kenal yang tak sengaja menjadi takdirnya. Sedihnya Henry sendiri belum tau apakah Alex belum tahu, pura-pura tidak tahu, atau bahkan tidak ingin tahu. Pilunya Henry saat ini sangat menginginkan Alex untuk dirinya tanpa tahu apa Alex juga menginginkan dia.

“Alex, ada sesuatu yang ingin aku bagi sama kamu.”

“Tell me. Tell me everything about you, Henry.”

Alex menatap wajah Henry, lebih tepatnya pada iris biru sang lelaki. Kedua telapaknya dia letakkan sedikit meremas lengan berisi milik Henry. Tatapan Alex seolah menuntut sebuah janji. Henry seperti dikunci, dia tidak bisa lari, sebelum memuntahkan semua informasi tentang dirinya. Apapun, tidak boleh ada kebohongan.

“Tapi pertama-tama kita pergi dari sini. Let's get home!” Usulnya.

Alex melepaskan jaket kulitnya, menyisakan dia dan kaos tipis saja. Tanpa permisi, Alex memakaikan pada Henry. Dia teringat tentang bagaimana ayahnya memakaikan apapun yang berbau khas miliknya pada ibu presiden ketika terserang heat di waktu yang kurang tepat.

“Setahu gue cara ini bisa nyamarin bau feromon lo. Am I right? Gue juga gak yakin sih.” Alex ketawa renyah karena dia sendiri hanya melihat ayahnya tanpa bertanya teori fakta.

“Ntar kalo gak bener, tinggal gue tonjok aja alpha yang kurang ajar di luar satu-satu.” Dia bercanda sedikit mencairkan suasana. Well, sukses buat Henry ketawa geli.

“Alright, you ready?” “Sure.” “Let's get you home!”

“Tungguㅡ” Henry menghentikan Alex dari langkahnya. “Ya?” “Kamu bilang mau bawa saya pulang. Tapi saya baru saja kabur dari rumah. Saya gak punya rumah, Alex.”

Lelaki yang lebih tinggi beberapa sentimeter saya itu tersenyum, lagi-lagi mengunci manik Henry meyakinkan di bahwa Henry harus percaya dan ikut saja.

“I'm your home, Henry. Wherever place that I will take you there, it will always be your home. Because I'm your home.”


`hjkscripts.