jealousy jealousy.


“Sini, duduk sini!”

Peter menggeser badannya, mengosongkan cukup ruang untuk Nodt bergabung dengannya.

Nodt duduk, dia menyerahkan salah satu gelas bersama uapnya masih mengepul untuk lelaki yang lebih tua. Dia memilih bersandar pada lengan sofa juga menaikkan dua kakinya. Kini dirinya bak seekor kucing yang tengah mencari kehangatan dibalik kakinya.

Dua bola matanya bergantian fokus menempatkan bibirnya di atas teh panas, ditiup perlahan hingga berkurang sedikit demi sedikit suhu. Terkahir, dia menyesap sembari mencuri pandang pada rahang tegas dihadapannya.

Daripada Tom Cruise yang tengah berlaga dalam layar film aksi, paras dewasa milik Peter lebih mencuri perhatian.

Lelaki ini tenang, tiap gerak-geriknya enak dipandang. Bagaimana manik matanya berpendar kagum kala adegan yang tengah diperhatikan semakin seru. Bibirnya, Nodt ingin sekali mengecupnya. Belum pernah tumbuh rasa bosan pada benaknya. Rasanya beragam, Nodt suka mengecap saliva bercampur jejak nikotin pula pahitnya kopi. Namun, dua itu akan kalah telak dengan rasa alami bibirnya. Basah, setetes manis, dan sensasi darah yang akan ikut bercampur kala tak sengaja dia menggigit bibir suaminya.

“Sayang? Hei?!”

Nodt tersadar dari, dia seolah diangkat dari lautan hormonal. Menyahut Peter dengan suara serta ekspresi bodoh khas penipu terbuka kedoknya.

Dia tertawa kikuk, dibalas sang suami senyum. Peter menggeser tubuhnya ke arah Nodt, memindahkan dua kaki yang lebih muda pada pangkuannya.

“Kamu pasti capek banget, sampai melamun begitu.” Tuturnya sembari memberikan pijatan.

“Nggak, mas. Aku sange bukan capek. Kita hanyalah dua lelaki sexually active yang dihadang kesibukan sehingga kegiatan ngewe ga bisa direalisasikan.” Batinnya.

Gerakan mencengkeram lembut kini mampu membuat Nodt rileks. He's stay still, staring his husband affectionately.

Hingga saat ini, dirinya masih belum bisa seratus persen percaya.

“Kok bisa ya, gue punya suami kayak kamu, mas?”


Peter semakin mengeraskan cengkeraman tangannya. Bergantian dari kaki kanan ke kiri. Kini dia fokus, berdedikasi untuk meringankan beban suami.

“How's going?” Dia mulai bertanya ketika film di layar sudah berwarna hitam berhias tulisan putih.

“Apanya?” Balas Nodt pendek. Ini gilirannya untuk memilih tayangan favorit.

“Ya meeting sama klien kamu.”

“Eh iya!”

Nodt seketika bersemangat. Melupakan acara mencari tontonan apik dan menarik kakinya dari pangkuan Peter.

“Klien aku tuh ternyata CEO dari entertainment yang lagi naik daun. Tau ga sih, film-film mereka selalu booming belakangan ini. Jadi niatnya memang bikin event amal akhir tahun gitu. Undang banyak artis, influencer, dan media. Well mereka janjiin sih nama aku sama kantor juga ikut kena sebut dalam credits.”

Peter memperhatikan seksama, terkadang dia mengangguk tanda antusias akan ceritanya. Nodt tidak pernah bersemangat begini menceritakan sosok kliennya. He was just too professional, keeping his client's informations. Tetapi kali ini dia banyak mengungkapkan detailnya.

Peter kurang nyaman dengan situasi seperti ini.

Ada perasaan aneh datang kala Nodt mendeskripsikan bagaimana sekilas tentang pribadi pria itu. Perasaan aneh itu tumbuh bertahap memenuhi rongga dalam tubuh hingga sulit bernapas. Perasaan aneh itu mengambil alih kewarasan.

Mungkin Peter belum pernah mendengar suaminya bercerita banyak tentang pria lain. Hanya seputar sahabatnya, Nakunta, pula teman Nakunta. Beberapa tahun ini mereka berdua saling memiliki satu sama lain.

Sungguh Peter ingin lari menenangkan diri, sebab dia tak mungkin meminta Nodt berhenti. Ketika telah usai, Peter berhasil normal kembali. Dia kini paham arti perasaan aneh tak terkendali.

Apakah ini namanya perasaan cemburu? Atau bukan?”


`hjkscripts.