i kiss you, with love.
TRIGGER WARNING ; SEXUAL CONTENT π
First Point of View.
Berbekal informasi dari orang mabuk, gua berangkat juga ke salah satu pantai di kota. Bukan pantai yang gede, juga gak bagus banget. Pantainya rame dan sempet viral sejak dilakukan revitalisasi sama pemerintah daerah setempat. Sekarang ya penuh lampu-lampu berlagak aesthetic juga banyak anak muda lagi nongkrong.
Hari ini tepat malam minggu. Gilak! Sumpek banget liat orang lalu-lalang. Gua sebagai anak band yang harusnya punya jiwa sosial yang tinggi, ngeliatnya capek juga. Mending di rumah, genjreng gitar.
Kedatangan gua di sini ya karna kelakuan siapa lagi kalo bukan suami gua. Cowok itu pamit berangkat kerja, tapi gak pulang-pulang. Biasanya dia bakal langsung pulang, bawa tentengan makanan banyak banget. Apa-apa semua dibeli, soalnya dia lagi seneng belakangan ini. Khusus hari ini, gua dikagetkan dengan drunk text yang dia kirim.
Oh, pantesan! Ternyata anaknya lagi nongkrong juga sama temen-temennya. Liat tuh! Udah pada teler semua. Gua datang, disambut sama mas-mas yang gua taunya dia orang wardrobe. Dia orang yang paling sober daripada yang lain, meskipun berdiri aja sempoyongan. Gua panik dikit, takut diinterogasi. Ternyata dia jalan aja gitu ke arah toilet.
Gua gak bisa lama-lama di sini. Apalagi niat gua buat jemput Khaotung yang bakal bikin asumsi orang-orang yang sadar. Pelan-pelan gua angkat badan Khaotung yang lumayan berat. Cowok gua udah gak punya effort buat bantu ngurangin beban. Gua bawa dia menuju mobil sambil harap-harap orang sebanyak itu gak ada yang ngenalin kita.
Di rumah, gak ada suara yang tercipta kecuali helaan napas gua yang berantakan. Juga, berkolaborasi sama erangan-erangan khas orang mabuk. Minum berapa botol coba ini anak? Karena jujur, gua belum pernah liat Khaotung mabuk segininya. Dia selalu minum in moderate amount meskipun minum sama gua di ruang tamu.
Gua jadi penasaran kenapa dia gak mau minum sampe gila waktu di rumah. Padahal dari segala tempat, rumah yang paling aman dan minim resiko. Seberapa gila gua dalam meneguk kaleng-kaleng alkohol, Khaotung lebih milih minum satu kalengnya dan disesap pelan-pelan. Entah apa yang lagi cowok itu coba tahan?
Khaotung akhirnya bangun, masih linglung, masih mabuk juga. Dia senyum waktu buka matanya, gua reflek jawab senyumannya karena he's so damn cute... and tempting.
βI know you will found me.β Dia ngomong dengan suaranya berat juga serak.
βAku kan udah bilang bakal cari kamu. Sekarang udah ketemu, bakal aku kekepin sampek besok pagi.β Jawab gua dibales kekehan.
βSini kekepin!β Gua asli kaget dengan gestur genitnya yang merentangkan tangannya kayak minta gua buat meluk dia erat-erat. Pula, dengan suaranya yang gua gak tau karna alkohol atau dibuat-buat menggoda.
Gua nanggepin dia cuma bercanda, tapi gerakan tangannya yang melambai-lambai gak sabaran bikin insting gua tergerak. Gua genggam pergelangan tangannya, meletakkan di belakangan tengkuk gua. Sedangkan tubuh gua perlahan masuk dalam dekapannya. Anget, gua hirup aroma tubuh dia lewat ceruk lehernya. Wangi parfumnya masih ada, melekat kuat bikin gua malah mabuk kepayang.
Khaotung itu entah gila atau apa, si anak baik berubah total jadi sosok penggoda. Dia tiup belakang telinga gua, menghantarkan sensasi geli yang membangkitkan syaraf-syaraf. Terus, ada sensasi dingin juga basah bersamaan bunyi-bunyi kecipak di sana.
βSayang, kamu ngapain?β Gua menggoyangkan tubuhnya dalam dekapan gua.
Otak gua yang lagi panik juga kebingungan harus kirim respon apa. Gua diam cukup lama, mikir sembari nikmatin tiap kecup yang dia bagi. Naasnya, otak gua yang bisa mikir ini gak berfungsi layak biasanya. Dalam pikiran-pikiran gua isinya cuma hal-hal kotor yang bakal terjadi kalau gua memberi respon yang sama.
Gak ada yang bisa menghentikan kegiatan kita bagaimana pun output-nya hari esok. Persetan canggung, otak gua udah gak bisa mikir sampek sana. Otak ini cuma bisa mencari dan mengirim informasi terkait langkah-langkah beradegan dewasa dari gaya satu ke gaya seribu.
Gua angkat tubuh Khaotung dari posisi rileks di atas sofa. Menjadikan paha gua sebagai tumpuan badan kurang tenaga miliknya. Di pangkuan gua, wajah Khaotung makin kurang ajar. Pipi dan hidungnya merah pengaruh alkohol, tapi mulutnya terbuka celanya dan basah. Gak ada larangan baik-baik untuk tidak menjamah bibirnya. Semua yang ada di tubuh Khaotung malam ini mengundang birahi datang.
βKamu gila ya?β Gua bertanya. Lebih ke emosi soalnya yang gila adalah gua. Gua gila karena suami gua sendiri.
βAku mau cium kamu, boleh?β Gua sekali lagi bertanya. Meskipun udah jadi goblok, gua gak mau meninggalkan rukun pertama ngewe, yaitu consent.
Khaotung gak jawab, mukanya tolol banget minta dilecehin sekarang juga. Gua mendekap pinggangnya, menarik dia lebih dekat sampai dua gundukan punya kita bergesekan. Gak ada penolakan sampai sini, sampai jemari-jemari gua meraba setiap inci di wajahnya pun dia bergeming. Khaotung menutup matanya bersama dengan helaan napas berat kala gua menarik kecil rambut belakangnya. Maka menurut insting lelaki gua, ini adalah jawaban mempersilahkan.
Pertama, gua kecup bibirnya ringan, gak ada tekanan. Lalu, gua kecup untuk yang kedua kalinya. Lebih khidmat, lebih lama, sebagai perkenalan untuk disimpan sebagai memori. Khaotung yang mutus pertama kali, mata sayunya terbuka dengan binar-binar kebingungan.
Khaotung akhirnya sadar dari mimpi indah yang membawanya kepada realita. Di atas pangkuan gua, berada dalam komando gua, penuh hati-hati juga tanggung jawab. Kita berbagi kecupan di bawah lampu ruang tamu, beralaskan sofa, disaksikan benda-benda mati. Dilindungi kasih sayang, bersama juga cinta.
Dan gua kecup lagi bibirnya untuk yang ketiga. Kali ini diikuti lumatan konstan. Saling memanggut, merasakan eksistensi, juga merekatkan garis-garis takdir yang awalnya jauh menjadi sedekat kulit bertemu kain katun. Malam ini, gua sangat menikmati. Mengisi tiap memori dengan tekstur kenyal bercampur basah liur. Mengingat bagaimana rasa manis bercampur sisa alkohol yang memabukkan. Merekam suara kecipak seolah alunan melodi indah yang gua ciptakan.
Gak ada penyesalan, yang ada hanya rasa yang datang semakin besar. Rasa ini semakin menumpuk, membuncah, dan perlu dilampiaskan. Cinta baru yang datang berbondong-bondong ini adalah perasaan baru buat gua kepada Khaotung.
Cinta ini bukan untuk siapa-siapa. Bukan bentuk tanggung jawab gua kepada siapapun. Melainkan, cinta ini untuk Khaotung, karena dia Khaotung. Gua, First Kanaphan yang bakal bertanggung jawab atas perasaan milik gua sendiri.
`hjkscripts.