am i the king?
“Aku mau diangkat jadi raja.”
Tak ada kata yang terucap hanya mata yang membola dan mulut ikut menganga. Tak ada ribuan komentar atau reaksi luar biasa. Hanya ada keterdiaman dan helaan napas panjang semata.
Henry tak bisa menjelaskan lebih panjang lagi sebab ketiga orang yang tengah duduk di sekitarnya belum sepenuhnya mengerti satu kalimat kontroversial yang baru saja dia umumkan.
Raja? Raja ya? How supposed that happened?
Henry juga dilema. Menjadi raja pada kosa kata ini bukanlah permainan bukan juga sedang berlaga dalam film bertema kerajaan melainkan menjalankan tugas dengan nyata. Ada istana yang harus ditinggali, ada tahta yang harus di duduki, ada keluarga yang harus dihormati, dan ada rakyat yang harus dipenuhi.
Dia tidak yakin apa dia bisa. Mungkin dulu, jika kejadiannya tidak begini masih ada kesanggupan yang dia miliki sebab henry belia hingga muda paling gencar belajar tentang monarki dan kekuasaan negara.
Namun, Henry muda dimatikan namanya, disembunyikan paksa dia hingga membuat pelajaran tentang memimpin dipelajari pun sia-sia. Henry ini tidak pernah punya angan bahwa hari ini akan tiba. Setelah itu, Henry remaja hingga dewasa hanyalah seorang ayah tunggal. Tiap-tiap hari belajar mengurus rumah tangga dan dua anaknya. Jangankan terpikir jadi raja, bagaimana bisa dia tidak langsung tumbang melihat kesusahan rakyatnya jika kala itu melihat anaknya jatuh sakit dia kelimpungan. Lagi, Henry ini juga hanya pemilik toko bunga kecil, rumah yang juga kecil.
Henry ini pangeran kecil bukan pangeran yang disiapkan untuk membangun negeri.
“Maksud.. Maksudnya diangkat menjadi raja apa?” Nicholas jadi yang pertama sadar dan menanggapi obrolan yang tidak santai ini.
Henry menyandarkan punggungnya, kepalanya tertunduk dengan raut wajah juga bingung. “Philip mundur dari kekuasaan dan dia juga tidak menghendaki putranya jadi penerus. Lagi, dia dapat wasiat dari father bahwa tahta ini tidak boleh jatuh ditangan keluarga kedua atau ketiga karena memang mereka bukan orang yang lebih baik daripada father. Jadilah tidak ada pilihan lain selain aku?”
“What about Princess Beatrice?”
“Oh dear, the king can't be a woman. Itu jelas tertulis di buku.”
Kami kembali terdiam, hanya suara alam yang terdengar hingga dalam rumah saking sunyinya. Dia usap kabar wajahnya, berpikir bahwa mungkin besok atau lusa ada solusi untuk ini. Sebelum suara Alex yang terakhir menginterupsi.
“What about you?” “Me?” Henry membalas, maksudnya bagaimana denganku?
Alex mengangguk, mereka saling bersitatap penuh tanya. “Tanpa memikirkan semua faktor, jika kamu adalah Prince Henry bagaimana menurutnya jika ditunjuk jadi pemimpin selanjutnya?” Dia melanjutkan.
Henry sebenarnya tidak mengharapkan pertanyaan ini muncul. Pertanyaan yang membuat jantungnya berdebar entah karena apa. Pertanyaan yang membuat dia takut untuk menjawab karena ada dua pilihan.
Jikalau dia adalah Prince Henry jelas jawabannya, “Iya aku mau. Jadi raja adalah keinginan Prince Henry muda. Tapi melihat diriku sekarang tentu aku tidak bisa. Aku bukan orang yang tepat untuk jadi raja. Aku tidak tau dunia luar, aku tidak tau keinginan rakyat, aku kurang mengerti konstitusi masa kini. He said i can but i called myself unable.. I'm not capable. Aku cuma papa dari dua anak-anakku, aku cuma pasangan hidup kamu, aku cuma si pemilik toko bunga.”
Bahkan rasa percaya diriku sudah habis terkikis oleh waktu. Aku bukan raja melainkan rakyat biasa.
“Sayang, dengarkan aku!” Alex menarik bahu Henry. Menuntut tubuhnya agar tegak. Lelaki itu juga tak lupa mengarahkan wajah si omega agar menatap dirinya kembali, mengunci dua bola mata yang bergerak gelisah agar tidak lari kemana-mana.
Dua alpha remaja lainnya juga ikut patuh pada sang pemimpin dewasa. Terpaku akan suara titahnya sehingga mereka berdua turut mendengarkan.
“Saat ini kekuasaan kosong. Semakin lama kosong adalah celah bagi siapapun untuk berebut menguasai. Kamu mau satu kursi itu berlumuran darah?” Henry menggeleng keras. Tentu saja tidak.
“Bagus.” Tanggapannya. “Maka, jika pilihannya adalah kosong dan kamu harusnya kamu sendiri tahu jawabannya. Betul, kursi itu menjadi hak kamu.” Alex melanjutkan. Henry masih kurang mengerti maksud alphanya yang seolah mendukung dia untuk menjadi raja.
“Dengarkan aku, saat ini hanya yang menjadi raja yang bisa membuat perubahan dan kamu adalah orangnya. Kamu harus menjadi raja untuk membuat perubahan, kamu harus berkuasa untuk membuat aturan. Mengerti?”
Henry polos menggeleng dan Alex tersenyum geli melihatnya. “Putuskan jawabanmu, terima atau tidak menduduki tahta. Nanti aku beri tahu maksudnya.”
`hjkscripts.