acceptance.

“Karena hukum alam nggak sebercanda itu. Kamu lepas aku saat itu juga kamu nggak akan pernah lihat aku lagi.”

a poddgawin alternative universe


Surabaya, 2018

Dunia ini begitu aneh, selayaknya penjara namun dengan batasan tak berujung. Dimana kisah cinta setiap insannya ikut diatur oleh hukum alam yang berlaku. Siapa yang menentang bersiaplah dikirim karma. Untuk apa lantas melalangbuana hidup jika tubuh ini bergerak tak bebas. Sesak, bahkan untuk bernapas sudah sangat sulit. Banyak manusia yang lahir menentang hukum satu ini, namun setelah mendengar desas desus orang yang lebih tua mereka hanya mampu menerima. Ikhlas hidup tanpa diberi pilihan.

Anggaplah 99,99% makhluk bumi ini menerima takdir tapi masih ada 00,01% yang menentang. Salah satunya pria ini, pemuda tinggi berperawakan bongsor dengan gaya ala rocker-nya. Pemuda tampan dengan obsidian dingin dambaan seluruh mahasiswa/i di kampusnya. Gawin namanya, mahasiswa tahun ke 3 jurusan seni musik juga anggota band kampus paling beken dimana setiap petikan gitar mampu menggetarkan pendengarnya.

You're just too good to be true Can't take my eyes off of you

Baru dua kalimat semenjak lagu mulai dinyanyikan, pekikan dari bawah stage terdengar hingga melebihi sound system yang ada. Berlomba-lomba siapa yang paling kencang, siapa paling gila untuk setidaknya dilirik oleh sang idola kampus.

I need you baby, if it's quite all right, I love you baby, you warm a lonely night, I love you baby. Trust in me when I say....

Gawin melempar senyum tipisnya saat menyebut lirik diakhir nada. Penonton yang sebagian besar adalah cewek-cewek fanclub Gawin semakin panas dibuatnya. Berteriak hingga menangis memanggil nama sang idola. Beberapa pria jengah akibat mbak pacar lebih fokus pada penampilan pria keturunan campuran amerika-thai yang sudah sangat lama menetap di Indonesia ini. Kasihan, padahal niat datang ke festival tahunan kampus ya ngedate cari jajan.

Anyway makasih yang udah dateng.” Satu kalimat terlontar dari bibir Gawin saat selesai menyanyikan lagu terakhir buat malam ini. Tak lupa pemuda tinggi itu menyematkan senyum pada penonton dibawahnya sebelum berlalu ke belakang panggung dimana bisa langsung terdengar desahan kecewa penggemar.

Gawin bergegas mengemasi barang bawaannya, memasukkan gitar kesayangannya ke dalam tas gitar pemberian papanya.

“Loh mau kemana?” Tanya Bright, si good looking drummer band kampus saat gitar telah tersampir pada pundak kokoh Gawin.

“Pulang.” Balasnya singkat.

“Lah, kan rencananya mau party dulu abis beres acara.” Cegahnya lagi.

“Duluan.” Gawin sama sekali tak mengindahkan ajakan Bright. Pemuda itu lebih memilih berjalan cepat keluar lokasi menuju motor sport kesayangannya.


Gawin's place – 22.00 p.m

Sampai pada rumah sewanya, Gawin langsung menjatuhkan diri pada kasur empuk miliknya tanpa beberes terlebih dahulu. Iya, Gawin itu sewa rumah alias kos. Keluarganya ada di Jakarta sedangkan dia kuliah di Surabaya. Pengen bebas katanya, kalo di rumah tiap hari ditanyain perkara soulmate.

Gawin itu satu dari puluhan juta manusia di bumi yang nggak pernah paham sama konsep soulmate. Katanya cinta itu nggak ada batasan, bebas memilih siapapun. Buktinya, cinta itu udah ditakdirkan sejak kita lahir. Sebuah legenda menyatakan barang siapa yang menolak soulmate maka yang ditolak akan mati. Entahlah, itu hanya desas-desus dikalangan masyarakat.

“ARRRGGHH”

Gawin mengusak rambutnya kasar hingga berantakan. Lalu, dirinya berlari menuju wastafel dalam kamar mandi mencoba memuntahkan sesuatu dalam perutnya. Sejak satu bulan lamanya siklus ini berlangsung dan Gawin masih belum menemukan alasannya. Rasa manis dari coklat beberapa kali terasa pada indra pengecapnya terkadang lidahnya terasa terbakar tiba-tiba. Gawin ini juga salah satu dari sekian juta manusia yang anti dengan makanan manis. Trauma kecil yang dideritanya saat muntah hebat setelah memakan bolu kukus coklat buatan mamanya. Semenjak kejadian itu makanan manis adalah musuh yang harus dihindari.

“Kenapa sih?” Tanyanya pada diri sendiri sambil memperhatikan raut berantakan di depan cermin.

Sepintas terbesit perkataan mamanya. Salah satu contoh dirimu sudah bertemu dengan soulmate adalah dapat merasakan hal-hal favoritnya seperti makanan, minuman atau perasaannya pada saat itu.

“Ah nggak mungkin.” Ucapnya menertawakan pikiran konyolnya.

Gawin akhirnya memutuskan untuk mandi dan beristirahat karena besok adalah hari senin. Hari aktif kuliah dan dirinya memiliki kelas pagi, harus cepat tidur jika tidak mau terlambat.


Kampus X Surabaya – 09.10 a.m

Gawin menurunkan standar motor sport merah yang diberi nama Anya itu. Ia melepas helm lalu diletakkan di atas kaca spion. Gawin turun dari atas Anya, mengelus sebentar body mulus nan kinclong bak cermin.

“Baik-baik ya, Nya gue kelas dulu.”

Gawin kembali pada raut dingin seperti biasa. Raut tak bersabahat namun menjadi kesayangan teman-temannya. Keringat terus muncul menemani setiap langkah kaki jenjang milik Gawin. Keadaannya sejak semalam memang tak kunjung baik, malah semakin parah. Sialnya hari senin bukan hari yang tepat untuk bolos meskipun hanya ada satu mata kuliah.

Pemuda jangkung itu berdecak tak suka saat hampir sampai pada kelasnya malah dihadapkan kerumuman mahasiswi. Wanita-wanita itu seolah tak peduli teriakannya menganggu kegiatan belajar. Entah, kali ini pria populer mana lagi yang sedang digandrungi sampai tak sadar bahwa idola dengan strata tertinggi berdiri mematung di belakang mereka.

“Waduh kayaknya punya saingan lu...” Bright muncul mengagetkan Gawin yang masih termenung berdiri.

“Hah? Siapa?”

“Itu si Podd, anak laki satu-satunya di jurusan tata boga.”

Gawin menatap Bright sinis, “Nggak nanya.”

“Kali aja kepo gitu.”

Gawin menghela napas berat lebih memilih berjalan memutar meninggalkan Bright yang ternyata pengen ikut antri nyobain kue kering buatan Podd. Podd itu tiap Senin emang suka bawain banyak kue kering hasil bikinannya di rumah terus dibagi-bagi ke anak kampus. Kalo ditanya kenapa nggak waktu hari Jum'at biar jadinya Jum'at berkah cowok itu jawab kalo dia dapet wangsitnya disuruh hari Senin.

“Masih dapet nggak tuh buat gue?” Tanya Bright pas udah berhadapan sama Podd. Kedua tangan Bright ditangkupkan seperti anak kecil minta jajan ke orang tuannya.

Podd ketawa konyol pas tau siapa yang ikutan antri. Terus pemuda yang cukup atletis itu ngasih dua bungkus cookies coklat ditambah susu UHT rasa moka. Alis Bright bertaut tanda bingung, sejak kapan Podd juga bagi-bagi susu, kok cuma dia yang dapat.

“Kasih ke sohib lu tuh, titip salam jangan kebanyakan minum susu moka sumpah eneg banget di mulut.” Podd cuma melempar senyum terus berlalu gitu aja karena dia memang ada kelas setelah ini.

11.00 a.m

Gawin beranjak terburu setelah Bu Alice selaku dosen filsafat dan sejarah seni yang terkenal ditaktor itu keluar dari kelas. Selama mata kuliah berlangsung tak ada satupun kata penting yang masuk dalam otaknya. Perutnya seperti diaduk hingga isinya tercampur menimbulkan rasa mual luar biasa. Gawin pengen sampe kosan terus tidur sebelum langkahnya dihadang kali ini sama Bright.

“Minggir.” Suruhnya dengan tenang namun bernada dingin.

“Bentar, ada titipan buat lu.” Bright memberikan gestur dengan telunjuknya seraya menggeledah isi tasnya selempang hitam yang di dalemnya nggak ada apa-apa kecuali bolpoin satu sama buku tulis buluk nan tipis, udah dari semester 1 nggak pernah ganti.

Raut Gawin berubah jadi bertanya-tanya saat Bright menyerahkan satu bungkus cookie coklat ditemani susu kesukaannya sejak kecil. Gawin bingung, setaunya nggak ada satu orangpun yang tau kalau dia suka banget minum susu moka kecuali keluarganya.

“Dari siapa?”

“Nah nah itu orangnya.” Tunjuk Bright semangat waktu kebetulan ngeliat Podd lagi jalan sendiri di area lapangan. Yakin sih Podd juga baru selesai kelas dan dilihat dari arahnya dia mau ke parkiran mobil.

“Katanya juga jangan keseringan minum susu moka, eneg.” Lanjut Bright.

Gawin nggak bodoh buat paham apa yang dimaksud Bright. Eneg? Ternyata nggak cuma dirinya yang tersiksa sama konsep soulmate. Gawin sebenarnya kenal nggak kenal sama Podd, yang dia inget kalau sekber ukm band sebelahan sama ukm anak fotografi dimana Podd gabung di dalamnya, cuma sekali mereka ngomong berdua. Waktu itu udah larut malam, Gawin lagi capek-capeknya latihan buat acara festival dan dia mutusin buat ngisep satu batang dan minum susu moka buat tenangin diri. Disitu Gawin kesel, udah menjauh dari area ukm malah koreknya ketinggalan untung ada Podd yang gatau dateng darimana udah nyalain api di depan matanya. Obrolannya terlampau basa basi sebatas kenalan sama bicarain masalah kerjaan kampus atau acara festival.

Ditengah ngobrol Podd ngeluarin cookie coklat, dia bilang itu buatannya sendiri dan Gawin disuruh nyoba tapi dianya nolak. Anehnya pas Podd lagi sibuk ngunyah lidah Gawin bisa rasain coklat padahal yang lagi dia minum susu moka. Semenjak pertemuan malam itu Gawin memilih buat menjauhi Podd berharap lidahnya kembali normal yang nyatanya malah bikin dia tersiksa hari-harinya.

Gawin sudah berdiri di depan Podd, Ia mencekal kuat lengan yang kurang lebih sama besarnya dengan miliknya. Podd merasa telapaknya lebih berat saat menerima kembali kue dan susu pemberiannya. Podd tersenyum miris, dia nggak bohong kalau hatinya sedikit sakit. Lalu Podd menatap pemuda dihadapannya tenang, sedang yang ditatap hanya menampilkan wajah datar.

“Aku kira kamu nggak sepeka itu.” Ujar Podd masih memandangi pria dihadapannya.

Please, gue cuma ingin hidup tenang.”

“Yaudah kalau kayak gitu ayo mulai dari awal. Kita jalanin pelan-pelan.”

Podd sudah lama sekali ingin membahas masalah ini bersama Gawin. Namun Gawin nampak selalu menghindar dan acuh padanya. Podd menganggap bahwa Gawin belum peka terhadap apa yang juga lagi dia rasakan.

Gawin memiringkan kepalanya, menatap lelaki yang sedikit lebih tinggi itu penuh pertanyaan. “Kita itu nggak kenal. Lagian aneh nggak sih cuma gegara ngobrol bareng bisa jadi soulmate

“Kita itu takdir, pertemuan malam itu cuma salah satu cara semesta mempertemukan kita.”

“Hah... nonsense

Gawin berpaling meninggalkan Podd sendiri. Terlalu sulit nalarnya menerima semua ini.

“Takdir katanya. Jalani takdirmu aku akan mengurus diriku sendiri.” Batinnya.


Semenjak pembicaraan itu hidup tenang Gawin mulai terusik. Tak ada lagi kata ketenangan dalam nama tengahnya. Kemana netra karamel itu bergerak hanya satu senyuman yang dapat Ia tangkap. Senyum lelaki yang belakangan ini terus mengganggunya.

Gawin tak menyangka bahwa lelaki jangkung bernama Podd itu cukup gigih dan terlampau keras kepala. Ia kira Podd hanyalah sosok pria soft yang akan menyerah dalam satu kali tolak. Namun, hingga detik ini Podd terus mencoba meraihnya, mengajaknya untuk memulai dari awal yang menurut Gawin hal paling nggak mungkin.

“Gawin, sampai kapan kamu terus menjauh?” Tanya Podd saat berhasil menyamakan langkah kakinya dengan Gawin.

“Sampai lo capek.” Balasnya ketus seperti hari-hari biasa.

“Semua yang kamu lakuin itu percuma. Kita itu takdir...”

Gawin berhenti, lalu menatap lelaki itu dengan jengkel. “Takdir, takdir, takdir. Lo nggak liat gue tertekan banget sama takdir paling aneh yang pernah ada ini. Please, let me breath. I want to be free as what I am before.”

“Kenyataannya nggak bisa, Win. We were meant to be.” Podd mencoba terus meyakinkan Gawin.

”.... Sekali aja, aku ingin nunjukin sesuatu ke kamu.” Pintanya tulus. Podd natap lamat iris karamel yang semakin bersinar saat cahaya menerpa sebagian rupa tampan itu.

Gawin menyerah, mungkin dengan menyetujui ajakan cowok itu dia akan bebas setelahnya.

Oke, whatever” Jawabnya tak ikhlas namun bisa Ia lihat raut cowok dihadapannya kembali cerah.

“Besok malem, jam 7 aku jemput ke kosan.” Podd mengusak rambut hitam bergelombang milik Gawin gemas.

Sesuai janji Podd datang dengan Range Rover Black miliknya. Daripada dandanan kampus, Podd terlihat jauh lebih nyaman dengan t-shirt hitam dan ripped jeans sedikit longgar. Rambutnya dibiarkan turun namun tetap terlihat tampan. Podd melebarkan bibirnya saat Gawin mengetuk kaca mobil tanda minta dibukakan. Podd lantas mempersilahkan Gawin masuk, duduk tepat disebelahnya.

Tak banyak topik yang terjadi malah terkesan sunyi. Gawin sendiri merasa aneh, sebab Podd yang Ia tau itu cerewet, selalu ada saja yang ingin diketahuinya. Melihat rahang tegas itu terus mengarah ke jalanan di depan membuatnya sedikit tidak nyaman.

Saat mobil itu berhenti, perasaan Gawin mulai tak enak. Pasalnya hanya sebuah lapangan luas sepi tak beratap apapun. Malam ini Surabaya sedang dingin, tak dapat dipungkiri bahwa langit di atasnya sangat cerah bulan dan bintang tampak tak malu untuk menunjukkan sinarnya. Angin kencang yang berhembus membuatnya menyesal tak membawa jaket tebalnya hanya kaus tipis dibalut kemeja flanel dan jeans hitam.

Gawin sibuk menatap sekitar, ini seperti stadion lama tak terpakai. dihadapannya adalah bangku penonton yang telah usang, gelap memberi kesan mengerikan. Gawin menatap ke bawah saat tangannya ditarik untuk ikut berbaring, dengan sedikit kaku Gawin ikut menghempaskan tubuhnya diatas karpet rumput hijau. Matanya berbinar, baru tau jika langit Surabaya akan seindah ini di malam hari. Untuk pertama kalinya Gawin ingin mengucapkan terima kasih pada lelaki di sampingnya.

“Kenapa kesini?” Dua kata terlontar dari bibir Gawin.

“Pengen liat bintang aja.”

Gawin memilih diam saat mendengar jawaban yang tidak memuaskan.

“Katanya, kalo mata kita bisa nangkep bintang yang paling bersinar bintang itu representasi orang yang kita sayang, dia juga lagi kangen sama kita dan dia dikasih ijin sama Tuhan buat ketemu sama kita.”

“Lo kan anak tata boga mana tau pasal astronomi.” Sahut Gawin judes yang mana malah membuat Podd terkikik geli.

“Kan katanya...” Bela Podd untuk dirinya sendiri.

“Terus lo percaya?”

Podd mengangguk meskipun Gawin nggak bisa lihat itu, “Hmm...”

“Nggak salah lagi, lo adalah salah satu dari jutaan manusia yang percaya sama konsep takhayul kayak soulmate.”

Podd mengubah posisi tubuhnya tidak lagi menatap luasnya hamparan bintang di langit. Ia menyangga kepalanya dengan sikunya agar bisa menatap Gawin yang sedang tenang memperhatikan langit. Podd jadi paham alasan seluruh mahasiswa/i di kampusnya sangat mengeluhkan pemuda ini. Memang ganteng, tapi di mata Podd juga manis. Bibir merah muda kecil yang jarang tersenyum itu, Podd sangat ingin mencobanya.

“Aku pernah denger legenda kalau sepasang soulmate sudah ditakdirkan bersama, jika salah satunya menentang maka alam akan mengambil pasangannya.” Podd berucap sambil menatap Gawin lamat, memperhatikan setiap gerakan kecil yang pemuda ini buat.

“Terus alam mau bawa mereka kemana?”

“Gatau, mungkin ke tempat dimana dia bisa bahagia dengan dirinya sendiri. Tempat dimana dia merasa dicintai walau tanpa kata cinta atau afeksi dari pasangannya.”

Gawin bangun dari kegiatan star gazing-nya. Menurutnya percakapan tadi cukup membuatnya kurang nyaman. Entah jantungnya terus berdegup kencang seiring kata demi kata yang disampaikan pria itu. Sungguh, kalau tujuannya mengajak Gawin kemari hanya untuk membuat Gawin menerimanya maka jawabannya masih belum bisa. Hatinya masih ragu walau raganya nampak mulai nyaman dengan kehadiran pria dengan sejuta senyum ini.

“Aku mau pergi, Win.” Ucapnya pria itu tiba-tiba.

Tubuh Gawin mendadak tegang, bulu kuduknya berdiri akibat angin tiba-tiba berhembus semakin kencang. Ada perasaan tak terima dalam hatinya mendengar kata pergi langsung dari bibir tebalnya. Gawin jujur kecewa dengan pria itu, beberapa bulan terus mengusik hidupnya, menganggu hari-harinya, membuat raga tubuhnya mulai terbiasa dalam satu detik dibuat kecewa dengan keputusannya untuk berhenti, dengan tak tahu dirinya meninggalkannya pergi.

“Kemana?” Tanyanya lirih. Banyak pertanyan mulai terkumpul dalam benaknya namun suaranya tercekat.

“Aussie.”

“Kenapa?”

“Orang tuaku pindah kerja kesana.”

“Kapan?” Gawin menunduk, menyembunyikan butiran bening tanda kelemahannya.

“Secepatnya.”

Podd ikut mendudukkan dirinya. Melihat bentuk tubuh Gawin sedikit membuatnya khawatir. Podd menyentuh pundak Gawin yang semakin turun, punggungnya sedih telinganya memerah entah karena suhu memang semakin dingin. Podd melebarkan lengannya, membawa pemuda soulmate-nya itu dalam sebuah rengkuhan hangat. Gawin membalas, jemari panjang miliknya menggenggam erat kaus tipis milik Podd. Baru kali ini sebuah pelukan dari seseorang bisa sangat nyaman. Terlambatkah Gawin untuk menahan sosok ini, memulainya dari awal seperti yang pria ini selalu lantunkan. Gawin ingin egois, Gawin ingin memiliki pria ini untuk dirinya sendiri, Gawin ingin belajar percaya bahwa konsep soulmate tak layak hanya sebuah legenda belaka.

Deru napas saling menerpa kulit satu sama lain seraya gerakan kepala yang semakin mendekat. Degup jantung berirama tak beraturan dapat ditangkap oleh masing-masing gendang telinga.

Can I?” Bisik Podd meminta ijin.

Tak ada balasan selain netra karamel favoritnya itu mulai bersembunyi dalam kelopak dihiasi bulu mata lentik milik Gawin. Podd tersenyum sebelum menjamah bibir merah muda idamannya. Tak ada lumatan, hanya kedua bibir saling bertemu.

Setitik cairan bening turun dari pelupuk mata milik Podd. Tak ada secerca kebahagiaan meskipun bibir milik pemuda kesayangannya telah dimiliki. Rasanya ada yang mengganjal, seperti kau mampu menggenggam raganya namun bukan hatinya. Tepat detik ini, pilihannya untuk pergi meninggalkan pemuda dingin namun manis ini adalah pilihan yang tepat.


Surabaya, 2021

Hari ini mendung, setetes demi tetes air hujan mulai turun membasahi kota yang terkenal dekat dengan matahari. Beruntung pemuda tinggi dengan wajah khas bule itu terjebak ditempat yang tepat, dalam salah satu kafe cantik ditemani moccachino sebagai minuman yang paling dipujinya.

Perhatiannya teralihkan saat bunyi bel pada pintu masuk kafe berbunyi nyaring. Rautnya tegang saat seseorang dengan seenaknya duduk pada kursi kosong dihadapannya. Memang, niatnya kemari akan bertemu dengan seseorang. Mungkinkah...

“Kak Gawin ya?” Sapa sosok di depannya ceria. Senyumnya mirip milik seseorang yang teramat dirindukannya.

“Betul, Drake?”

Lelaki muda di depanya ini mengangguk dengan semangat hingga rambut basah terkena air hujan bergerak dan airnya tercecer kemana-mana.

“Maaf ya bikin kamu repot sampai kemari. Gimana Indonesia? Aku denger dari Podd kamu tinggal di Aussie.”

Mendengar nama Podd, mimik bahagianya mendadak pudar.

“Kak Gawin maafin Kak Podd ya.” Drake tersenyum kecil. Tatapannya bisa Gawin lihat jadi sendu.

“Sebenernya nggak ada keluarga kita yang tinggal di Aussie...” Drake berhenti sejenak, memperhatikan lamat gerak-gerik ekspresi soulmate kakaknya Podd.

”... Kita sekeluarga pindah ke Belanda, Kak Podd udah janji mau diajak berobat kesana. Cancer, Kak Podd itu cowok yang paling kuat bisa bertahan punya cancer selama 4 tahun, padahal dokter cuma bisa prediksi umur dia nggak selama itu. Dia bertahan hidup demi ketemu sama soulmate-nya, yaitu Kak Gawin.”

Gawin yang daritadi dengerin masih nggak ngerti sama arah pembicaraan yang menurutnya ngawur plus nggak masuk akal. Jelas-jelas Podd bilang cuma mau pindah kesana sebentar dan balik buat nemuin dia lagi. Jelas-jelas Podd nyuruh dia buat take time dimana saat cowok itu balik nanti cerita mereka bisa happy ending.

Drake mengeluarkan sepucuk surat yang masih rapih dengan perangko negara kincir angin tersebut. “Aku cuma mau ngasih ini, ada alamat juga di dalamnya. Jika Kak Gawin udah siap kakak bisa nemuin Kak Podd disana.”

Den Haag, 31 Desember 2021

Suara langkah kaki beradu dengan rerumputan menjadi pengiring sosok pria jangkung yang tengah berjalan menyusuri padang tanah indah. Pakaiannya rapih dengan jas hitam membalut bahu lebar nan tegap miliknya. Senyum titip tak pernah tertinggal sejak dirinya melangkah memasuki pekarangan. Digenggamannya terdapat bunga edelweis, salah satu permintaan pria kesayangannya yang akhirnya bisa ditemui setelah 3 tahun lamanya tak bersua.

Gawin semakin mengangkat bibirnya kala obsidian karamel itu menangkap sebuah ukiran tertulis nama lelaki yang banyak dirindukannya.

“Podd, aku dateng...” Ujarnya seraya mengelus batu yang terdapat ukiran “Podd” di atasnya.

”... Maaf ya telat banget. Maaf kalo aku selama itu buat nerima kalo kamu udah nggak ada sama aku lagi.” Gawin menutup mulutnya yang mulai mengeluarkan isakan. Demi Podd, Ia menguatkan hatinya. Podd melarangnya datang jika Gawin akhirnya hanya menangisi dirinya.

“Aku udah bahagia, hiks. Aku udah ikhlas. Maaf kalo kamu masih sering liat aku nangis, aku bukannya sedih. Aku cuma kangen sama kamu.”

“Kamu tau nggak sih, tiap malem suka merhatiin langit. Kadang suka sebel karna tinggal di Surabaya hehehe, banyak polusinya jadi nggak keliatan bintangnya. But, I will always stares above the sky. Aku mau buktiin kalo kata-kata kamu beneran, aku mau percaya buat yang satu itu karena disini aku nggak tau lagi gimana caranya bisa ketemu sama kamu.”

”... Kamu bahagia ya disana. Doain aku biar sukses, biar bisa pindah kesini. Aku mau jagain kamu sampai akhir hari nanti. Podd... Aku sayang kamu juga.”

END

Hi, Gawin Soulmateku…

Jika kamu menerima surat ini berarti hari ini kamu berada dipemberhentian terakhir dalam misi mencari Podd si pelengkap tulang rusukmu. Aku bisa bahagia kalo gitu hehehe.

Sebelum kamu baca surat ini lebih jauh aku mau ngucapin selamat kamu berhasil nemuin aku, we were indeed meant to be.

Maaf kalau selama ini aku ngusik hidup kamu, bikin kamu kesel disetiap napas yang keluar dari hidung kamu. Maaf dengan adanya aku disisimu kala itu membuatmu merasa hidup layaknya terkekang akan takdir. Ketiga kalinya aku minta maaf bahwa pada akhirnya aku meninggalkan kamu.

Gawin, aku harap kamu bisa hidup bebas seperti apa yang kamu impikan selama ini. Makan makanan yang kamu suka, beli susu moka sebanyak yang kamu mau, meminumnya tanpa harus memikirkan aku. Terpenting kamu bisa memilih kepada siapa hatimu akan berlabuh.

Gawin tolong jangan nangis, I am ok now cancer nggak sesakit itu, Aku bahagia disini, dari atas sini you looks so damn beautiful. Aku berharap aku bisa liat senyum kamu suatu saat nanti. Kalo boleh request aku mau kamu bawain bunga edelweis, bunga lambang keabadian tapi kalo susah kembang tujuh rupa juga udah cukup kok :)

Makasih ya Gawin, aku nggak pernah nyesel bahwa kamu soulmateku. Aku nggak pernah nyesel pernah kecup bibir manis kamu meskipun aku tau kamu tidak akan bisa menerimaku.

Aku pamit, Win. Tuhan udah manggil namaku. Aku sayang kamu

Den Haag, 31 Desember 2019

Plapodd


au ini dibuat spesial bagi orang-orang kuat dalam dunia per poddgawin/poddfluke-an. buat kalian yang pernah kenal aku, i am truly sorry for being coward and left ya'll alone than being stronger than anyone.

was saninasaja