FSOTUS ; dilema terhadap pilihan.


Alex Point of View.

Mendekam di penjara tentu bagi gue bukan sesuatu yang menakutkan. Penjara, tempat ini kalau bisa disebut rumah kedua gue akan sebut seperti itu saja. Sahabat-sahabat lapangan gue yang kurang beruntung banyak yang mendekam di penjara. Sedangkan gue, sebenernya sering tapi seperti dewi fortuna berada di belakang bayangan gue.

Lagi-lagi penjara, dari sekian banyak alasan kenapa gue pantas masuk penjara yang satu ini paling gak masuk akal. Gila! Manusia mana yang mencoba menjebak gue sebagai pembunuh. Mencari dan terus mencari dalam memori rasanya tidak ada alasan yang tepat bagi mereka untuk menjebloskan Alexander Gabriel Claremont-Diaz ke penjara di negara ini.

Sampai pertanyaan yang sudah berjam-jam melayang di kepala gue akhirnya terjawab akan kedatangan Your Highness Prince Philip. Oh! Kayaknya gue bisa menebak ini ada apa.

Kita duduk berhadapan, berbeda dari ketika gue berbicara dengan Katharina ruangan ini hanya diisi oleh gue dan Pangeran Philip tanpa ada orang ketiga.

“It's my father, The King.” Tuduhnya yakin. Philip langsung berbicara pada intinya, tanpa ada preambule atau sekedar basa-basi.

“Tiga orang itu pasti suruhannya. Salah satu yang mati pasti rakyat yang tak berdaya mengharapkan keluarganya mendapat kenikmatan dari palace asal dia melakukan apa yang diperintahkan. Ini ulah father sebab beliau marah mengetahui hubunganmu dan Henry.” Jelasnya.

Gue sudah menduganya, betulkan? Cepat atau lambat, sekarang atau nanti. Namun tetap masih ada banyak pertanyaan dibenak gue yang harus dijelaskan secara rinci.

“Ayah sudah banyak menipu rakyat, Alex. Menyatakan Henry sudah meninggal itu keputusan luar biasa beresiko bagi kerajaan. Mengetahui kamu sebagai anak presiden yang semua mata dunia tertuju padamu... father tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Cara ini dilakukan agar palace punya alasan untuk mendeportasi kamu dari Main Castle. Kamu sengaja atau tidak sengaja membunuh adalah alasan yang bersih bagi palace untuk mengusir kamu tanpa ada pertanyaan dari rakyat.”

Sekarang gue mulai paham hubungan benang merahnya. Mengusir gue agar Henry tetap terkurung dalam palace. Kedatangan gue sebagai mate Henry merupakan ancaman terbesar jika keberadaan Henry mulai tercium media.

Namun jelas gue gak bisa pergi terdeportasi begitu saja. Gue punya Henry, pasangan yang tentu gue berharap kita bakal bersama sampai tua. Kita saling mencintai dan punya cita-cita bersama. Gue gak akan pergi meninggalkan Henry terpuruk dengan nasib buruk.

“What if i won't go? Gimana kalau gue bisa meyakinkan Henry bahwa bersama, kita bisa melawan palace dan menghadapi pertanyaan rakyat selama ini.” Gue mendesak, menantang Philip sebagai seorang calon raja yang akan menghadapi kacaunya masa depan jika memang kebusukan palace bisa dibongkar.

Philip menghela napas berat, punggungnya bersandar pada bantalan kursi bersedekap dada. “Maka kamu harus memilih, Alex.” Kedua matanya menatap milik gue serius.

Maksud kedatangannya bukan hanya menjelaskan titik mulai cerita tetapi juga menawarkan sebuah pilihan sulit yang pada ujungnya gue harus memilih apapun itu.

“Hidup bersama Henry dan melihat mereka berdua menderita, hidup dihantui rasa takut sebab father punya seribu cara untuk menyiksa. Atau kamu pergi membiarkan Henry hidup seperti pada semestinya tidakㅡ”

“Tunggu!” Gue memotong kalimat Philip kala mendengar ada kata yang janggal. “Apa maksud lo mereka?” Gue bertanya.

“Dokter menyatakan Henry sedang mengandung sudah dua minggu lamanya.”

Untuk sekali lagi muka gue ada yang nyembur SURPRISE MOTHERFUCKER! tapi kali ini sensasinya lebih menegangkan karena gue adalah calon ayah, dan calon ayah ini bisa kehilangan keduanya jika dia salah mengambil pilihan.

“Fuck...” Gue sekarang lemah.

Gue udah bilang Alexander Gabriel Claremont-Diaz itu gak punya rasa takut dan kelemahan selain orang tua gue, sahabat gue, dan Henry sekarang ditambah calon buah hati gue. I can't afford to be reckless.

“Jadi kamu tinggal untuk melihat mereka satu persatu mati atau pergi dan memastikan kehidupan ini berjalan seperti semula.”

“Can-not.. Can't they just come with me to US? Gue bisa beli tanah di tempat terpencil dimana mereka gak ada satupun yang kenal Henry. Gue bisa menjamin kepergian gue dan Henry gak lagi menimbulkan ancaman bagi palace kedepannya.”

Philip menggeleng yakin. “Dia akan membunuhmu terlebih dahulu sebelum satu jari kakimu menginjak rumput di halaman palace.”

Shit!

“Oke. Kalau gue memilih pergi apa lo bisa menjamin keselamatan mereka berdua di palace?”

Melihat dari dua pilihannya bagi orang yang mencintai tentu bukan pilihan sulit. Bertahan melihat belahan jiwamu mati atau pergi. Tentu pilihannya adalah pergi, sebenarnya jawaban itu yang mereka mau bawa untuk dilaporkan. Sebenernya jawaban itulah yang membuat Philip diam di bangkunya dan tak memberikan waktu untuk gue berpikir lebih panjang. Sebab hanya ada jawaban itu yang bisa gue pilih sebagai jawaban paling benar dari keduanya.

Hanya saja gue ingin memastikan apakah ada jaminan jika memilih jawaban tersedia. Dan jawaban Philip adalah, “Saya bisa menjamin Henry tetapi untuk calon anak kalian saya takut menjanjikan sesuatu yang saya sendiri tidak bisa menebaknyaㅡ”

“ㅡtentu kedatangan saya kemari bukan hanya untuk menawarkan pilihan melainkan juga menawarkan sebuah solusi. Sebab melihat situasi seperti ini saya juga sanksi apakah nyawa adik saya aman jika terus berada di palace.”

“I need to call him. I need to talk to Henry.”

Apapun yang akan terjadi, apapun resiko yang akan datang dari pilihan yang gue ambil setidaknya mungkin untuk yang terakhir kali gue mau denger suaranya. Gue mau dia tau bahwa gue tau akan keberadaan calon anak kita dan gue akan mengusahakan yang terbaik untuk kebahagiaan kita di masa depan apapun akhirnya, bersama atau berjalan sendiri-sendiri.


`hjkscripts.