fairbanks apocalypse.


TRIGGER WARNING ; SEXUAL CONTENT, HARSH WORDS ๐Ÿ”ž

Fairbanks, Alaska

Khaotung gak pernah tau kalau datang ke Alaska bakal sejauh, sesusah, dan secapek ini. Kenapa ya kok kepikirannya Alaska waktu First nanya? Malam itu mereka gabut banget, juga dalam keadaan lega semua-muanya telah kembali normal. Tentu saja kecuali hubungan mereka berdua, berubah jauh lebih baik daripada yang dia bayangkan.

โ€œAurora aku belum pernah lihat sih.โ€ Jawab Khaotung asal malam itu, dan voila! suaminya mewujudkan semuanya.

It's Fairbanks, tempat wisata seasonal yang gak setiap hari bisa dikunjungi. Mana kalau datang juga harus nunggu momen yang tepat. Belum tentu bisa liat fenomena aurora di keadaan dunia yang udah banyak berubah ini. The people, the weather, the infrastructure. Gosh!

Rumah yang di sewa First nampak nyaman, meskipun secara look sederhana. Jenis kabin gitu, ada penghangat yang masih tradisional, ngandelin kayu bakar. Pemiliknya sih bilang, kalau gak usah khawatir buat nambahin kayunya sampai besok pagi. Jadi First sama Khaotung bisa leha-leha menghilangkan jetlag yang gak kelar-kelar ini.

Berada di atas sofa besar, dengan First yang memeluk Khaotung dari belakang. Khaotung anteng, gak tidur. Tetapi, sorot matanya sibuk ngeliatin kayu-kayu yang lagi terbakar di depannya. Mereka berdua gak ada yang mau sukarela buat berdiri sekedar unpacking, atau mikir makan apa malam hari ini, atau paling gak nyari hiburan di saluran televisi Alaska.

Hei, mereka lagi liburan kan? Ya, mereka benar-benar liburan. Liburan dari tekanan pikiran masing-masing. Merdeka dari optimisme diri mereka sendiri. Mau jadi manusia lemas, letih, lesu, lungai aja.

First sampai gak sadar udah berapa lama dia melayangkan kecupan di ubun-ubun Khaotung. Menggelitik dirinya sendiri di antara rambut-rambut halus Khaotung yang wanginya masih semerbak bunga cherry blossom. Wangi, nyaman banget, konyolnya, First gabut usap-usap kulit kepalanya sendiri, terus dicium. Biar gak minder, takut bau kecut juga tapi Khaotung nahan-nahan.

Terus gak tau juga gimana, kecupan yang First lagi salurkan berjalan runut. Dari atas semakin turun, semakin turun, dan turun hingga tengkuknya. Khaotung masih bergeming nyaman, meskipun cowok yang di belakangnya mulai gerak gelisah. Tangan kekarnya melingkari Khaotung seksama, bikin sesak tapi Khaotung sengaja gak mau bereaksi dulu.

Cowok jangkung kini tengah menjamahi tengkuk Khaotung yang tertutup helai-helai rambut juga sempitnya jarak. Basah, bikin Khaotung merinding, sensasi kasar papila yang bergesekan sama kulitnya mulai memacu debaran jantungnya yang semula konstan. First ini kurang ajar, dia tak segan menggigit sesekali, membuat Khaotung mau gak mau mulai mengaduh sakit, bereaksi yang membuat suaminya senyum kemenangan.

Badannya yang lebih kecil seakan terkunci, gak bisa kabur, hanya bisa menggeliat tak nyaman. Bibir First Kanaphan pindah dari satu titik ke titik lainnya jika sudah muncul bercak merah-merah, seolah sedang berada dalam perlombaan buat cupang terbanyak dalam waktu singkat. Gak ada ampun, kupingnya ketutup sama birahi yang tiba-tiba datang di tengah hawa dingin.

Kala kanvas putihnya tercoreng noda semua, First mulai beranjak, membalik tubuh Khaotung semaunya, terlentang di bawah kungkungannya. First senyum tengil, seakan meminta izin. Nafsunya sudah muncul, sange tiba-tiba dan disini gak ada alasan buat nolak, harusnya.

Dahi Khaotung mengkerut, menatap sebal First Kanaphan yang telah berubah jadi serigala brengsek. First dalam mode ini bebal, ditolak makin kasar, tapi dituruti juga kayak dajjal. Bisikan-bisikan sensualnya mencuci otak Khaotung, menyuruh syaraf berfikirnya untuk membuang rasional, kewarasan, dan akal sehatnya. Pelan-pelan Khaotung di seret ke neraka, dibakar di atas api yang berkobar, hingga habis dilalap tak tersisa. Hilang bersama kenikmatan.

Mata suaminya berbinar kala Khaotung tidak berkata apapun. Ia anggap bukan sebuah penolakan. Bibir Khaotung disambar, ditekan hingga tak ada rongga yang membantu Khaotung bernafas. Laki-laki penuh birahi itu mengambil bibir atasnya, menariknya pelan seolah itu adalah permen kenyal dengan taburan gula. First menggigitnya menggoda sebelum dilepas, melahap bibir bawahnya bergantian. Bibir Khaotung anyep, dingin tapi hangat, hangat namun dingin.

Khaotung terlena, terbuai akan fitnah bedebah yang terus memberinya stimulasi memabukkan. Khaotung melayang, matanya tertutup, dagunya mendongak memberi akses suaminya untuk terus mengusir kewarasannya. Khaotung hilang jati diri di tengah hutan belantara yang menyesatkan. Khaotung dikekang dalam penjara tubuh yang terus menekan bagian bawahnya.

Mata cantiknya terbuka beberapa kali, bersamaan bibirnya yang melengguhkan suara biadap yang membuat suaminya makin menari di atas tubuhnya. Halus pula licin, sesekali lidah First terantuk tonjolan yang dapat mengaktifkan suara-suara menyenangkan bagi telinganya. Benda lunak itu berputar, meninggalkan bekas basah juga getaran tak nyaman bagi sang pemilik tubuh. Kadang Ia mengecup, meninggalkan bekas-bekas abadi tanda kepemilikan. Khaotung menggigit bibirnya yang hampa ditinggal pemiliknya, berisik karena dibiarkan bebas sejenak. Khaotung menutupnya malu-malu kala dia rasa suaranya makin laknat.

First Kanaphan bangkit dari tenggelam dalam samudra kenikmatan. Merasa belum puas dengan begitu banyaknya tanda maksiat dan tak berdayanya tubuh Khaotung berantakan. First melepaskan kemejanya, Ia benahi dahulu kepala Khaotung agar matanya tersorot ke arahnya. First ingin dilihat, ingin dipuja karena karyanya begitu sempurna. Wajahnya dibuat menggoda, Khaotung menelan ludahnya yang telah tercampur dengan milik suaminya. Laki-laki brengsek di atasnya ini pasti akan membunuhnya sebentar lagi, Ia tak akan segan mengubur tubuh Khaotung dengan keringat dan spermanya.

First duduk tepat di atas selangkangan Khaotung yang lurus mengikuti panjang sofa. Kayak gigolo, mesum, laki-laki di atasnya dengan semangat mulai menggerakkan pinggangnya. Memberikan reaksi aneh yang muncul dari gesekan antar alat kelamin. Khaotung pusing tujuh keliling, pasal kontolnya yang harus tegang ditindih suami gobloknya. Rasanya sakit, ngilu, bercampur geli, juga sesak.

Khaotung gak bisa bernafas, nafasnya tercekat, dadanya sesak. Otaknya dibuat bingung, kepalanya makin cenat-cenut. Salahkan First Kanaphan dan birahinya yang tolol. Khaotung habis, kaku, terkekang, First menjatuhkan kembali tubuh polosnya, menghimpit perut Khaotung yang rasanya ada gelembung meletup-letup, bibir laki-laki itu meraup kembali bibirnya tanpa ampun, sampai kebas, sedangkan pinggangnya, kontolnya, gak berhenti bergerak menggesek miliknya yang diam membisu.

Ingatkan Khaotung untuk menghukum balik dewa kematian yang brengseknya adalah suaminya. Jikalau Khaotung mati akibat bersenggama dengan sang suami, arwah penasarannya akan datang menghantui, menyetubuhi First Kanaphan di sisa kehidupannya, sampai gila, sampai mati, dan berdansa dengannya di alam baka.

Uughhnm... ahhhhhm... Hhmmmnnn... Geramnya. Khaotung menggeliat, mencari celah sedikit saja agar ada udara yang masuk dalam pori-pori kulit yang seluruhnya telah basah akan keringat. Mencoba melepaskan dirinya yang diujung tanduk kala merasakan cairan precum keluar dari lubang kontolnya. Khaotung mau bebas, terkencing-kencing merasakan pelepasan pertamanya.

Tetapi First Kanaphan gila itu malah menggenggam batang miliknya, diremas gak kira-kira, dia pikir itu tongkat kayu yang keras. Ia mengangkat pinggangnya, menggerakkan tangannya, mengocok penis suaminya yang akhirnya bisa berdiri tegas. Kasar, tanpa belas kasihan, matanya menyalang puas menatap Khaotung bagaikan mangsa yang berteriak pasrah diujung kematiannya.

AHHHHH HHMMM SSHHHH JAAANGGAHHH!! Dan First tersenyum bangga, menadah cairan yang keluar tanpa rasa jijik. Menyebarkan kebiadabannya ke sekujur tubuhnya, dimasukkan sisanya dalam mulut bangsatnya sendiri, dibagi dermawan dengan pemiliknya sendiri. Bau khas menusuk hidung Khaotung, rasanya bercampur dengan saliva, Khaotung menelannya semua. Lengket, basah, meninggalkan benang panjang kala First meninggalkan bibirnya.

First akhirnya melepaskan Khaotung dalam kebebasan bersyarat. Membiarkan mangsanya bernapas sejenak sebelum dia siksa dalam kegelapan. Membiarkan Khaotung merasakan kenikmatan sengatan yang masih bersisa, merasakan desiran darahnya yang tak kunjung melambat, debaran jantungnya yang berisik gak karuan, dibarengin denyut kepalanya yang menghantam kewarasannya, juga cairan air mani yang melenggang bebas deras di paha hingga kakinya.

Khaotung indah tak berdaya dan First Kanaphan tidak punya belas kasihan. First Kanaphan sudah habis digerogoti nafsu, dibisiki kemungkaran yang membuat dirinya berbelok sendiri menjajahi neraka persetubuhan. Khaotung pasrah, jika tubuhnya dipakai bagai pelacur semata dia akan terima. Toh faktanya dia juga berteriak minta dilecehkan.

Khaotung dipaksa berbalik, memperlihatkan punggungnya yang berkilau. Masih bersih belum terjamah. First membantu suaminya, mencari gaya yang ada di kamus kamasutra yang sudah dia hafal di luar kepala. Khaotung dibuat menungging tanpa busana di atas sofa dan First berdiri di depannya bak penilaian kontes hewan peliharaan tercantik.

First melayangkan telapaknya, menggerayangi tiap jengkal kulit Khaotung yang dingin. Gerakannya sensual, kadang nakal, hingga Khaotung sendiri menggeliat. Kakinya bergetar, tubuhnya tegang, kepalanya mendongak kala tangan besar suaminya sengaja berbuat kasar menampar pipi pantatnya. Merah menggoda, First gila dibuatnya.

Bongkahan kenyal itu diremas, kayak bikin adonan roti, dibuka tutup hingga nampak belahannya yang merah malu-malu. First ludahi sedikit lubang yang masih mengkerut, dibasahi, dielus pelan membuat empunya kurang nyaman. Lalu, First naik tepat di belakangnya. Menyetarakan derajat kontolnya dengan rumah singgahnya. Sudah basah, terlihat menggoda, berkedut seolah mengundang First datang bertandang.

Kepala penis ditekan, Khaotung gemetar, jari-jari kakinya mulai bergerak berantakan. Dia bisa rasakan sakitnya kala kontol panjang tegang bajingan tak memberinya jeda untuk bernapas dan bersiap. Khaotung menggigiti bibirnya sendiri, meremas permukaan datar yang gak membantu mengurangi rasa perihnya.

Namun First menggeram kenikmatan, menutup matanya di udara merasakan kontolnya perlahan masuk, dilahap, dan diremas kuat. Dia bergerak, masih lambat mengatur temponya, masih menikmati sensasi kemenangannya. First Kanaphan kini bak seorang raja yang pulang dengan rasa bahagia, menunggang kuda yang lelah pulang ke istananya setelah menang perang di negeri orang.

Lelaki itu bergerak, memacu gerakannya konstan. Tangan nakalnya tak bisa diam, telinganya dikelilingi suara syahdu patah-patah dari sorak sorai pendukung yang mencintainya. Berteriak kepuasan, menjerit agar sang raja terus menjamahnya, mengagungkan namanya berkali-kali seolah dia adalah dewa kemenangan yang harus dipuja-puja.

Raja Kanaphan semakin gila kekuasaan, bijaksananya ditukar nafsu semata. Bergerak brutal menghujam pedangnya tanpa ampun. Dia si raja dermawan yang berubah menjadi penjajah. Tubuh Khaotung dijajah tanpa sisa, miliknya semua, tiada satupun orang boleh menjamah selain dirinya. Bahkan Khaotung sendiri tidak punya hak atas tubuhanya. Khaotung hanya pasrah, meraung mohon ampun kepada kedap udara. Sedangkan sang raja di belakangannya menutup telinga.

Keduanya tegang, kala hampir diujung pelepasan. Khaotung makin panik, gusar, jari jemarinya meraba-raba cari pegangan. Kakinya gemetar, dengkulnya pasti merah. First layaknya orang kerasukan, wajahnya udah tolol, yang di kepalanya cuma ewein lubang suaminya sampai lecet, sampai dia denger Khaotung nangis minta ampun, sampai Khaotung lemes dan akui kalau First hebat.

Cowok itu gak berhenti menghentakkan kontol di lubang suaminya yang udah kebas, menganga. Gak peduli cairan sperma yang udah sampai ujung minta ditembakkan. Dan tubuh Khaotung terhentak hebat, suaranya udah putus asa, teriak kesakitan hingga menetes air mata. Minta diampuni sama tuannya.

Terakhir badan Khaotung jatuh bersama kepalanya, terkapar di atas sofa. Mengais sisa-sisa udara yang masih tersisa di medan tempur yang sudah hancur berantakan. Perutnya kejang, mual, mau muntah. Kalau First gak nahan pahanya, Khaotung pasti jatuh ke lantai. Suaminya udah pasrah, menunggu First dan kontolnya yang masih setia tertancap, merasakan aliran hangat dalam lubang senggama, dan kekosongan saat batang laknat akhirnya pergi dari peraduan. Untungnya, Khaotung masih bernyawa, dan dia gak tau harus bersyukur atau bagaimana.

First Kanaphan beranjak, bertelanjang dada bergerilya di sekitar kabin. Membuka satu persatu pintu yang belum mereka jamah. Khaotung habis tenaga, masih setia di sikap yang sama. Terlentang tak berdaya, bagai hidup segan mati jangan dulu. Matanya dia paksa buat terjaga, tapi sistem tubuhnya mati total.

Langkah ringan suaminya terdengar, siluet tanpa busana hadir di hadapannya. Udah, dia gak sanggup yang mau marahin buat pake minimal boxernya. Liat kontolnya yang tergantung bebas aja sebel, gak napsu saking capeknya. Yang Khaotung tau adalah, badannya udah direngkuh sama bed cover, tebal, hangat, dan rasa kantuk itu mulai menyerang.

Detik-detik selanjutnya Khaotung cuma ngeliatin tingkah First dari sorot matanya aja. Dia yang pake baju, terus ngatur suhu api unggun, dan ke dapur ambil segelas air hangat, ditaruh gitu aja di meja depan Khaotung terlentang. Terus Khaotung denger pintu halaman belakang kabin dibuka, ada bau nikotin yang semerbak ke dalam kabin karena diterpa angin dingin.

โ€œNya, kamu gak akan percaya sama yang aku lihat sekarang.โ€ First ngomong, agak kenceng biar Khaotung denger.

โ€œLiat, Nya! Aurora!โ€ Timpanya lagi semangat.

Sumpah Khaotung yang mulai ngantuk ada geramnya juga. Dia gak bisa berdiri, berlari ke halaman belakang buat lihat apa yang lagi bajingan mesum itu lihat. Dan ini semua ulah First Kanaphan. Cowok itu ngejek banget batin Khaotung.

First sesap batang nikotinnya lagi, menghembuskan asapnya beserta beban-bebannya. Dia biarkan seluruh hal negatif hilang ikut angin Alaska.

โ€œMakasih ya, Nya udah bertahan sama aku. Meskipun kita mulai semuanya dari situasi yang gak baik, tapi aku bahagia kita tetep bisa bersama. Aku masih gak percaya kalau sekarang, hubungan kita berdiri di atas cinta kita berdua. Mama kamu pasti seneng, Nya. Ibu sama ayahku juga pasti sayang banget sama kamu kalau mereka masih ada.โ€ Kalimatnya panjang sembari matanya sibuk melihat awan dengan fenomena warna.

โ€œAku sayang banget, Nya sama kamu. Aku cinta banget sama kamu.โ€ Finalnya.

Dan puisi cinta First Kanaphan tidak terbalas malam itu. Namun, First gak sedih, manusia yang baru kembali akal sehatnya terkekeh menyadari kebodohannya. Menyerang Khaotung secara brutal di hari pertama bulan madu sungguh tidak ada dalam bucket list-nya.

Ya Tuhan, mati kamu besok hingga lima belas hari kedepan, First Kanaphan!


`hjkscripts.