dua.


tw// kisses

Senin pagi hari mendadak sepi. Rumah sederhana penuh suara jadi sunyi, hanya suara napas halus dari hidungnya bersamaan dengan gunting ditangan.

June meletakkan guntingnya ketika tali yang melingkar pada karangan bunga sudah cukup panjangnya. Jemari lentik itu dengan telaten menyimpulkan membentuk pita. Cantik, akhirnya pesanan terakhir berhasil Ia selesaian. June tak langsung bergerak, Ia memilih melamun memperhatikan punggung tegap berlapis baju kotak-kotak yang tengah duduk membelakanginya.

Bau tanah setelah hujan mengusik hidungnya. Hari ini sedang panas, namun rumah mereka selalu dingin menenangkan akibat feromon sang alpha. Feromon pria itu semakin pekat ketika jarak yang dibuat semakin sempit. Dengan tangan penuh dua pot bunga, sang alpha mendekat.

“Kenapa cemberut gitu?” Tanya sang alpha; Ia meletakkan dua bibit bunga baru tepat disebelah sang omega.

“Feromon kamu ganggu tau nggak. Lagi seneng banget, emang ada apa?”

Hans mengendikkan bahunya, bingung juga mau jawab gimana. Suasana hatinya memang sedang baik, tak ada alasan khusus. “Aku setiap hari memang begini bukan?”

Alpha itu duduk berhadapan dengan suaminya. Ia mengamati setiap rangkaian bunga yang berhasil sang omega selesaikan. Perfect, omeganya memang terbaik jika tentang bunga sesuai dengan bau tubuhnya.

“Sepi...” Cicit si manis tiba-tiba. Sudut mata sang alpha mengintip perubahan ekspresi omeganya yang semakin tak bersemangat.

“Hm?”

“Kalau nggak ada anak-anak sepiㅡ” Lanjutnya. June pada awalnya berpikir bahwa kecelakan yang terjadi sungguh membuatnya pening. Punya satu bayi dalam satu jentikan diusianya yang baru saja menginjak dewasa menekan kejiwaannya. Namun, setelah 15 tahun hidup bersama Ia sangat menikmati perannya hingga perasaan rindu selalu muncul ketika dua buah hatinya tak ada disekitarnya. Eksistensi Evander dan Arsene Arbecio sangat penting dalam hidupnya.

Hans terkekeh, mencubit pipi yang setiap hari semakin mengembang, gemas. Anak-anaknya baru beberapa jam meninggalkan rumah kembali menuju asrama.

“ㅡAku kangen sama anak-anak. Gimana kalau besok keluargaku bener-bener misahin aku sama mereka.”

Hans dengan cepat merengkuhnya, sembari mengusap punggung sang omega lembut, menguarkan seluruh feromonnya agar omeganya tenang. Ia tau betapa gundahnya June pun dirinya juga.

“Aku sudah bilang padamu, my love. Kita berempat akan baik-baik saja.”

Hans menarik June menjauh, kedua pasang binar netra mereka saling mengisi satu sama lain. Lalu, sensasi basah hinggap pada bibir semerah mawar. Hans mengecup bibir suaminya lembut, hanya kecupan singkat dan tidak menuntut.

June tersenyum kecil, bersyukur alam memberinya mate seorang Hans Arbecio.

“Lagipula aku punya cara agar rumah ini bisa ramai hanya dengan kita berdua.” Ujar sang alpha lengkap dengan senyum jahil.

“Bagaimana caranya?”

Dahi si manis mengkerut, menunggu lanjutan dari sang suami. “Dengan suaramu, ketika kamu berada dalam kungkunganku.”

Hans tertawa sedangkan June menatapnya galak meskipun semburat merah muda muncul pada kedua pipi gembulnya. June beranjak sembari menghentakan kakinya di tanah.

“Dalam mimpimu, Tuan Hans!”


`teuhaieyo.