delapan.
Holyrood Palace 20.34 p.m
Ketika maniknya bersitatap dengan sosok disebrang, bibirnya terangkat senyum. Lama terdiam, pandangannya semakin kabur akibat air mata terbendung hampir luruh. Sosok gagah 1 meter didepannya mendekat, mengikis jarak yang dibuat sedekat mungkin. Tepat menit ke tiga si jangkung jatuh dalam pelukan yang lebih pendek saat kedua lengan itu terbuka lebar.
“Congratulations, kak.” Ungkapnya bangga, lega juga akhirnya bisa menyentuh raga sang kakak sedekat ini.
Pria yang digadang seorang kakak tak lagi mampu berbalas. Perasaan rindu penuh menggumpal dihatinya. 15 tahun, kontak fisiknya harus sengaja dipisahkan oleh kejamnya sistem kerajaan.
Suara deritan pintu menginterupsi adegan penuh haru. Keduanya menoleh memastikan siapa, lalu helaan napas lega hadir ketika sosok pria lain lengkap dengan senyum manisnya masuk.
“Kak Julio.”
“June?”
Yang dipanggil June beranjak dari afeksi sang kakak. Memindahkan pelukannya kali ini pada seorang yang dipanggil Kak Julio.
“I miss you. Congratulations for your wedding.” Katanya memberi selamat. Tak mau lama-lama, June memutuskan kontak keduanya membiarkan Julio mendekati Adrian suaminya.
Julio dan Adrian, sepasang mate yang hari ini telah memasuki dunia baru. Dunia dimana mereka akan menjalani harinya hingga akhir hayat berdua.
June menatap keduanya sendu, padahal dihadapannya telah bermain adegan romatis dari sepasang pemilik dunia khusus hari ini. Kedua pangeran Aragon akhirnya menemukan pilihannya, keduanya melangkah ke jenjang serius pernikahan dengan yang disediakan alam. Bedanya, milik June dihalangi oleh hierarki.
“Hey, June?” Tubuhnya sedikit limbung kebelakang, kaget karna sentuhan Julio.
“You okay?”
June kembali tersenyum getir. No, he fucked up day by day. Lagi, June tak ingin hari ini ada goresan kesedihan jadi yang sanggup dilakukan hanya berucap bahwa dia baik-baik saja.
Tepat pukul 9 malam kedua pengantin kembali ke dalam riuhnya pesta pernikahan. Baju formal telah berganti dengan baju lain yang lebih mewah. Ini saatnya mereka berdua untuk bersinar. Ritual yang tak bisa dihilangkan dari budaya. Dansa ditengah ballroom yang luas disaksikan ratusan pemirsa.
Pemain musik mulai melantunkan alatnya. Menggesek biola sehalus mungkin menghasilkan suara lembut. Para tamu terpuka dengan bagaimana penampilan pengantin yang telah berlenggok memadu kasih ditengah sana.
“June?” Lagi-lagi dirinya kembali disadarkan, kembali ditarik dari dalam sumur gelap menuju dunia realita. Mom-nya sudah berdiri disana dengan pemuda tinggi berparah menawan dibelakang tubuhnya. June lalu berdiri, membungkuk hormat pada dia yang segera dibalas. Sungguh elegan, dia pasti pangeran.
Layaknya pria sejati, si tampan menjulurkan tangannya ditambah senyum miring nan lembut. “Prince Jaden dari House of Mosbach“
June tak mau kalah, dengan ragu Ia mengambil tangannya untuk dijabat. Dingin. “June dari Aragon.”
“Prince June, pangeran kedua dikeluarga saya.” Koreksi sang ibunda.
“Ah, ini dia Prince Jaden yang namanya pernah Ia dengar.” inner June
“Maaf saya lancang, Prince. Kalau boleh tau ada perlu apa dengan saya?”
“Bagini, June. Prince Jaden tidak ada siapa siapa yang menemani jadi bisa kamu temani ya, sayang. Kalian coba berdansalah dibawah sana.” Bukan sang pangeran yang menjawab namun perasaan bahagia yang ibu. June diam, Ia seperti tau jalan ceritanya.
Akhirnya wanita cantik itu meninggalkan keduanya dengan kecanggungan. Berdansa? Haruskah? Memang dibawah sana sudah ramai tamu berdansa dengan kedua pengantin.
June tertegun ketika maniknya tanpa sengaja melirik sosok disebelahnya. Tangannya telah terulur beserta tatapan meminta. “Can we?”
Untuk kesekian kalinya, meskipun ragu June kembali menjawab tangan dingin itu. Pasrah ditarik kebawah, menceburkan diri ditengah liukan insan yang berdansa.
Satu detik, June diam mematung. Detik kedua masih belum ada pergerakan, hingga detik ketiga jemari itu terangkat namun kembali diturunkan.
“Maaf, berikan tanganmu.” Pinta sang pangeran penuh kelembutan, penuh perhatian.
June memberikannya, lalu ditarik pelan tangan kurusnya dibawah menuju bahu gagah. Lalu, June melirik sisi lain sebab serangan dingin kembali terasa. Jemarinya yang bebas telah digenggam kuat oleh sang pangeran.
Pertama mereka hanya bergerak kekanan kekiri, langkah kakinya sesuai menikmati alunan musik. June menunduk, jujur jantungnya berdegup tak nyaman. Dia nggak seharusnya ada dipelukan lelaki lain, seerat dan seintim ini.
Diantara perang batinnya ada sosok Jaden yang tak bisa melepaskan tatapannya barang sebentar saja. Menikmati setiap pahatan indah makhluk didekapnya.
“June?” Bisiknya, lalu obsidian mereka bertemu.
Jaden menatapnya, namun bukan keindahan yang didapat, bukan getaran penuh semangat yang dirasakan. Hanya kesedihan.
“You happy?“
June menduduk lagi, tertawa. Bukan, bukan karena Ia bahagia. Ia sedang menertawakan dirinya sendiri karena nggak mampu buat jawab pertanyaan sesederhana itu. Are you happy? harusnya, Ia bisa langsung menjawab Yes, i am. Today my brother's wedding how supposed i dont?. Namun, segalanya sudah berbeda.
“Yes.” Jawabnya singkat.
“Jangan bohong, kasihan diri kamu.”
Dengan satu kalimat yang keluar dari bibirnya, June akhirnya jatuh. Duduk dilantai dingin, ditengah tawa bahagia orang-orang sekitar bersama air matanya.
“Ini Hans, my husband. Kalau dua yang lucu ini Evander dan Arsene anak aku.” Jelasnya dengan tenang, masih ada raut sedih tapi sudah bisa senyum sedikit. Jaden jadi lega.
Mereka berdua memutuskan keluar dari hiruk pikuk dalam kastil. Duduk ditempat sepi dimana cuma ada mereka berdua ditemani bulan purnama yang lagi bersinar diatas.
“Mereka lucu, anak-anak kamu.” June mengangguk setuju.
Terus, suasana sepi lagi. Nggak ada canggung seperti pertama kali. June jadi sedikit nyaman setelah bercerita panjang lebar tentang perjalanan hidupnya.
“Maaf,...”
“Hm?”
“Maaf karena asal nerima perjodohan begitu saja. Harusnya aku cari tau dulu siapa kamu dan siapa kamu sebenarnya. Pasti sulit ya hidup dipisahkan begini.”
Iya, hidup memang sulit. Terima kasih karena kamu tak membuatnya lebih sulit.
“It's ok. We promised to gettin back together kok. Cuma nunggu waktunya.”
“Alam ternyata nggak main-main waktu jadiin kalian mate. And i know the reason.”
June tersenyum, kali ini lebih tulus. Pangeran Jaden hampir jatuh dibuatnya. “Thanks“
“I can make it work kalau kamu mau aku bisa bantu, apapun.”
“Jaden, mate kamu nanti bakal beruntung dapet kamu. Terima kasih banyak dan aku minta maaf.”
`hjkscripts.