chapter thirteen.
Pemuda tinggi itu berjalan penuh kehati-hatian, dibawah sinar mentari sore yang masih cukup terik. Sesekali punggung tangannya Ia gunakan mengusap wajah tampannya yang telah penuh air keringat. Helaan napas berat namun pasrah terus Ia keluarkan entah karena lelah atau kesal dengan segala kesialan yang menimpanya hari ini.
Hampir diskors akibat salah paham, sudah lelah ingin segera beristirahat malah dihadapkan dengan motor matic barunya dengan rantai teruntai di tanah. Sungguh malang nasib Haruto. Dosa apa yang telah Ia perbuat dimasa lalu.
Sudah 20 menit terhitung langkah gontai Haruto sembari menuntun Jennieㅡ nama motor Haruto. Sesekali mata elangnya melalangbuana mencari bengkel. Naas, sekolah elite yang Ia tempati sebagai sarang menimba ilmu belum pernah dijumpai bengkel disekitar.
Setelah menempuh jalan selama 5 menit barulah nampak sebuah kios bengkel kecil. Hanya ada sang pemilik, seorang bapak yang sudah lumayan berumur tetapi cukup cekatan.
“Duduk dulu disitu mas.” Haruto mematuhi, duduk pada kursi tunggu kayu sederhana. Memilih menonton tangan sang bapak yang tengah mengotak atik motornya sesekali memperhatikan jalan raya yang tengah ramai kendaraan.
Haruto masih disitu, larut akan keindahan cakrawala senja. Iris coklatnya berbinar diterpa sinar matahari sore. Pikirannya dibawa melayang entah kemana hingga larut dalam lamunan.
“Haruto!!!” Teriak seseorang dari Jauh.
Pemuda jangkung yang tengah melamun dibuat kaget. Sebagian dirinya yang sudah berada diluar tubuh mendadak kembali secepat kilat. Kepalanya bergerak kesana-kemari mirip burung hantu mencari suara yang berhasil mendapat atensinya.
Kedua matanya menyipit ketika seseorang pemuda lainnya mendekat, masih buram karena membelakangi sinar matahari. Hingga tubuh pria itu berhasil masuk dibawah atap bengkel barulah Haruto bisa mengidentifikasi siapa gerangan yang datang.
“Junkyu?”
“ㅡngapain disini?” lanjutnya.
“Aku nggak sengaja liat kamu dari mobil, motor kamu kenapa? Aku temenin boleh ya?”
Haruto mau tak mau mengangguk kaku, “Sebentar...”
Pria itu mengeluarkan sapu tangan yang memang setiap hari selalu Ia bawa disaku. Menggelarnya diatas kursi plastik disampingnya. Tanpa sengaja beliau pemilik bengkel memperhatikan setiap gerakan Haruto dengan senyum tipis. Kisah romansa anak SMA.
“Duduk sini!”
Junkyu selalu tersipu dengan setiap perhatian kecil yang diberikan Haruto padanya, Ia kira Haruto berlebihan namun sekarang Junkyu sadar bahwa Haruto melakukan ini secara nggak sadar.
“Makasih. Jadi motor kamu kenapa?” Tanya Junkyu lagi mengingat tadi Haruto belum memberi penjelasan.
“Nggak tau, tiba-tiba rantainya udah misah.”
Junkyu mengangguk tak lupa bibirnya ikut mengerucut, lucu, gemesin. Haruto pengen banget nguyel-nguyel pipinya.
“Ulah anak-anak pasti.” Gumam Junkyu lirih tapi Haruto masih bisa denger.
“Nggak kok, namanya juga motor belinya bukan baru. Biasa hal kayak gini.”
Dahi Junkyu mengerut hingga kedua alisnya menyatu. Sorot matanya menatap Haruto tidak suka. Junkyu yakin kok kalo Haruto lagi dikerjai. Coba pikir, rantai motor yang lagi diem diparkiran bisa putus, apa mungkin?. Kadang Junkyu nggak habis pikir, Haruto ini kelewat baik atau memang masih naif. Bagaimana bisa apapun kejadian yang menimpa dirinya selalu diarahkan pada hal positif?
Tanpa sadar Junkyu geram, pada akhirnya memukul lengan Haruto cukup keras.
“Duh kok dipukul?!” Protes Haruto nggak terima. Lagi diem padahal kok dipukul.
“Kamu tuh!ㅡ” Marah Junkyu.
“ㅡ jangan terlalu baik jadi orang! Ini kamu pasti lagi dikerjain sama anak-anak, kamu boleh marah bukan diem pasrah kayak gini!” Lanjutnya.
Haruto malah tertawa. Junkyu ini bener bener bikin hatinya kacau, lagi marah bukannya serem malah gemesin.
“Iya besok aku marahin ya mereka. Gemes banget sih” Jawab Haruto main-main, ingin membuat Junkyu puas.
Setelah berbincang sebentar, Haruto mendadak beranjak. Junkyu segera meraih pergelangan tangan Haruto, takut ditinggal sendirian.
“Mau kemana?” Tanyanya dengan wajah super melas juga takut.
“Beli minum. Kamu disini aja.”
Mereka berdua sibuk meneguk air dingin masing-masing. Merasa segar saat rasa manis dari minumannya menyentuh lidah.
Junkyu sesekali melirik minuman milik Haruto. Junkyu sering melihat yang seperti itu, minuman es sachet diseduh dalam kantung plastik. Meskipun begitu belum pernah Junkyu mencobanya.
“Kenapa ngeliatin kaya gitu?” Suara bariton menginterupsi kegiatan Junkyu.
“Mau nyoba punya kamu.” Pintanya.
“Nggak usah itu aja, ini bikin batuk.”
Junkyu mengerlingkan bola matanya. Tolong ya Junkyu bukan anak kecil lagi, nyoba dikit gak bikin dia batuk. Lagi pula Junkyu sebenernya cuma ingin merasakan sensasi megang dan minum es dari plastik begitu.
Melihat wajah melas yang ditunjukkan membuat Haruto iba. Dengan pasrah diserahkan es plastik seharga recehan pada Junkyu.
Haruto menggeleng, Junkyu begitu bahagia saat berhasil menyeruput air sirup dalam plasti lewat sedotan. Gerakan menggenggam plastik esnya begitu kaku menandakan Junkyu baru pertama kali akan pengalaman ini.
“Udah gaboleh banyak banyak.” Lagi-lagi Junkyu dirundung kecewa. Haruto mengambil minumannya kembali, Junkyu seperti bayi yang dotnya diambil oleh ibunya.
“Udah mau gelap kamu pulang aja, supir kamu pasti nunggu.” Titah Haruto. Memang langit sore telah pudar sinarnya. Bayangan bulan mulai nampak mulai mengemban tugas menggantikan tugas mentari.
“Aku pulang bareng kamu. Supir udah aku suruh duluan.” Putus Junkyu.
Haruto kadang nggak ngerti sama jalan pikiran pemuda manis satu ini. Daripada naik mobil mewah, duduk nyaman hingga sampai rumah malah memilih menemaninya di emperan belum nanti diterpa angin malam. Jujur, Haruto makin dibuat bingung. Ketika Haruto berusaha berusaha keras rasanya sulit menggapai Junkyu, saat Haruto memilih untuk pasrah, mengikuti alur yang ada Junkyu malah disini, semakin mendekat padanya, seolah Haruto diberi titik terang untuk terus mengejarnya.
Berada diposisi ini ujian terberatnya adalah dengan diri sendiri. Hati kecilnya setuju namun otaknya selalu mengulang setiap cacian fakta menyakitkan yang dilontarkan Yoshi. Dan ya... Haruto dilema.
“Mas silahkan dicek dulu.” Ujar pemilik bengkel sepertinya telah berhasil memperbaiki si Jennie.
Setelah dicoba satu putaran, Haruto merasa puas. Ia membayar untuk semuanya dan mengajak Junkyu pulang.
“Aku baru tau deh kalo naik motor bisa senyaman ini.”
Tiba-tiba Junkyu bersuara. Haruto kira Junkyu tidur karena pundaknya terasa berat.
Haruto berdehem, mata elangnya seperti biasa fokus pada jalanan.
“Aku kira karna suasananya atau angin sepoi-sepoinya. Tapi kayaknya ya karna aku digonceng sama kamuㅡ”
“ㅡ motor Jeongwoo boleh bagus tapi guyonan anaknya aneh” Haruto ngakak bukan main mendengar satu kejujuran dari bibir merah muda Junkyu. Tau banget dia guyonan aneh dari sobatnya satu itu. Junkyu patut kalo nggak nyaman.
“Ternyata sampai sini aku paham, yang bikin nyaman bukan naik motornya. Tapi sama siapanya...”
Tawa Haruto kali ini mendadak berhenti. Wajahnya kembali datar namun dalam tubuh, jantungnya berdebar nggak karuan. Kepalanya telah basah akan keringat menunggu kalimat demi kalimat yang keluar dari Junkyu.
“Aku kayaknya udah jatuh. Jatuh kelewat nyaman sama kamu.”
`teuhaieyo