chapter nine.
Malam minggu kelabu bagi Yoshi, pemuda 18 tahun bersurai ash grey. Menjadi anak seorang menteri negara tidak melulu membuatnya hidup bahagia. Kurang perhatian, penuh tekanan, perilaku dijaga serta diatur, jika sudah mengemban sebuah tugas maka lakukan dengan perfect. Jika tidak? Pilih hukuman mana yang kau mau.
Buggati hitam itu berhenti pada halaman rumah luas. Kedatangannya disambut baik oleh seluruh maid disana. Tidak perlu berbasa-basi, pintu kayu yang gagangnya berlapis emas dibuka selebar-lebarnya seperti sudah biasa pemuda ini datang.
Langkahnya berhenti sejenak di depan pintu. Mata setajam pisau meneliti setiap ruangan yang tampak, kosong melompong.
“Tuan Kanemoto.” Perempuan sekitar setengah abad menghampiri lalu membungkuk hormat. Pakaiannya paling bagus karena memang beliau ketua maid, paling lama mengabdi.
“Dimana dia?”
“Sejak pulang dari sekolah Tuan berdiam diri di taman belakang.”
Yoshi tersenyum miris, perasaan bersalah muncul. Lalu, Yoshi berdehem sekaligus mengeratkan kembali jemarinya pada paper bag dan bucket bunga dikedua genggamannya sebelum tubuh jangkung itu melangkah menuju bagian belakang rumah.
Sampainya disana, Ia bisa melihat pemuda lain bertubuh kecil tengah duduk merenung menatap gerakan air kolam renang. Sepertinya tidak terusik dengan kedatangannya.
Yoshi tersenyum, meletakkan bunga dan kantong berisi makanan pada meja terdekat. Ia melepaskan leather jacket pelapis kemejanya.
“Cuaca sedang dingin, apa yang kamu lakukan diluar?” Tanya Yoshi sembari menyampirkan jaketnya. Membungkus si kecil agar hangat.
Diperlakukan begitu membuat yang lebih kecil terkejut. Lebih kaget lagi saat tau siapa gerangan yang datang.
“Yoshi?”
Yoshi mengangguk membenarkan. Memberikan senyum gantengnya tak lupa mencuri kecup pada kening si kecil.
“Ngapain kamu kesini?!” Teriaknya ketus. Ia berdiri, melepaskan jaket pada tubuhnya. Wajahnya dibuat segalak mungkin berharap lelaki dihadapannya takut.
Hanya mendapat tatapan membuatnya lebih kesal. Si kecil mendengus, kakinya membawa tubuh kecilnya pergi.
“Mau kemana kamu?” Belum lima langkah lengan kurusnya dicekal.
Namun, hatinya telah dihinggapi rasa kesal bukan main akan semua perilaku pria yang lebih tinggi. Helaan nafas berat terdengar, tubuhnya lelah pun pikirannya. Jika pria ini datang hanya untuk mengajak berdebat lebih lanjut maaf Ia tak lagi sanggup.
Mengumpulkan tenaga tersisa, lengannya ditarik kembali hingga terlepas dan berjalan pergi.
“Kanemoto Mashi!”
Lagi, si kecil kembali berhenti. Dalam hati meruntuki kenapa bisa dirinya selemah ini. Paling benci dipanggil begitu oleh pria bermarga Kanemoto.
Kanemoto Yoshinori aku benci kamu, tapi aku lebih benci sama diri sendiri. Kenapa aku lemah jika berhadapan denganmu?
“SIAPA KAㅡ”
Si kecil pemilik nama Mashiho berbalik. Belum sempat melayangkan protes pada pria yang dengan entengnya merubah marga keluarganya, tubuh kecil itu ditubruk keras hingga hampir oleng kebelakang.
Tubuh si kecil sukses direngkuh, bersandar pada dada yang lebih lebar. Yoshi mencari kenyamanan, menghirup dalam aroma wangi khas milik Mashi.
“Lepas! Kamu siapa bisa peluk-peluk sembarangan?!” Katanya dengan nada tinggi sembari menggeliat minta dilepaskan.
“Your fiancé.” Balasnya enteng, tepat sasaran. Detik itu Mashi berhenti, menyerah untuk pergi dan membiarkan Yoshi terus merengkuhnya. Karena jika dilepaskan, tubuhnya jatuh saat itu juga.
“Aku masih marah sama kamu.” Cicitnya, tengkuknya geli akibat pergerakan kepala si dominan.
“Jangan, Junkyu udah benci sama aku. Kamu gak boleh.”
Yoshi memang terlihat galak, kejam, mengintimidasi di sekolah. Tapi Yoshi hanyalah manusia biasa, punya titik lemah yang hanya Ia perlihatkan pada Takata Mashiho.
Pria bertubuh kecil yang mampu menghadirkan getaran-getaran aneh dalam dirinya. Pria yang berhasil mengenalkan pangeran dingin akan indahnya kisah romansa. Yoshi mampu membuat siapapun tunduk, namun jika sudah berhadapan dengan marahnya sang pasangan maka Yoshi tidak segan berlutut.
Mereka berdua lemah akan kehadiran masing-masing.
Malam semakin gelap, ditemani lampu taman temaram keduanya masih terdiam, diatas kursi ayunan dengan Yoshi meletakkan kepalanya nyaman dipangkuan sang kekasih. Nyaman, sudah berapa lama mereka tidak menikmati waktu berdua, sibuk dengan kegiatan keluarga ikut menghadiri pertemuan memuakkan.
“Junkyu block chatㅡku.” Ujar Yoshi mulai membangun komunikasi.
“You deserve it.”
Jawaban Mashi singkat. Yoshi tertampar dibuatnya..,Apa perilakunya seburuk itu?.
“Sayang...”
Mau tak mau Mashi mencubit gemas pipi dominannya. Gimana jadinya kalau orang sekolah tau pangeran mereka hobi merengek.
“You've done enough,Yosh. Udah saatnya kamu lepasin Junkyu, biarin Junkyu milih jalan hidupnya sendiri.”
Yoshi tertegun, dia bingung. Setengah tubuhnya ingin, tapi yang lain masih berat. Rasa takut akan kejadian beberapa tahun silam terus menghantui. Kejadian dimana dia hampir gagal lagi menjaga orang tersayang. Yoshi telah kehilangan adik kembarnya, dipertemukan dengan Junkyu kecil berhasil menyembuhkan setiap luka hingga dia berjanji akan selalu menjaga Junkyu.
“Aku nggak tau apa aku bisa?” Bisiknya lirih. Mengingat nyawa Junkyu hampir hilang dengan cara yang sama dengan saudara kembarnya membuat dirinya hampir gila.
“Kamu bisa, tapi kamu nggak mau. Kejadian dulu biarlah jadi kenangan, toh itu bukan salah kamuㅡ”
“ㅡTerlebih kalau kamu kayak gini terus, aku nggak yakin hatiku cukup kuat buat terus bertahan sama kamu. I'm your last priority. Jujur aku sakit disini.”
Yoshi mengubah posisinya jadi menghadap wajah kekasihnya. Bahkan dilihat dari bawah, rasa sedihnya terasa. Kedua obsidian cantik itu berkaca-kaca menatap depan dengan pandangan kosong.
Yoshi turut sakit, meruntuki diri sendiri merasa menjadi pria paling bajingan di dunia. Mengikat Takata Mashiho dengan cincin pertunangan setelah itu diabaikan begitu saja.
“Sekarang kamu pilih antara aku atau Junkyu..” Pertanyaan kekanakan. Tetapi, dalam keadaan seperti ini apapun jawaban yang akan dilantunkan Yoshi nantinya akan mengubah semua yang telah dibangun.
Yoshi memilih bisu, otak dan hati nuraninya beradu. Memilih jawaban paling tepat agar tidak kehilangan keduanya.
Mashi jengah, lama menunggu kekasihnya berpikir...,sesulit itu ya?
Diangkat kepala Yoshi pada pahanya, memilih beranjak berasumsi bahwa jawaban Yoshi jatuh pada Junkyu.
Yoshi kelimpungan sendiriㅡjangan, Mashi jangan pergi.
Dengan tegas Yoshi berdiri, berjalan cepat menyusul langkah kekasihnya. Dipeluk tubuh kecilnya dari belakang.
“Aku memilihmu, sejak awal aku memilihmu.” Bisiknya penuh kesungguhan.
`teuhaieyo.