chapter fourteen.
Benar saja tak berselang lama bel pulang sekolah berbunyi, hujan deras disertai petir menghadang aktivitas sebagian civitas sekolah. Tak khawatir, sebab sekolah Treasure banyak dari mereka yang menggunakan mobil. Hujan badai pun dilalui dengan nyaman.
Berbeda dengan siswa anak orang kaya, disini Haruto masih senantiasa berdiri. Melindungi diri dibawah atap pelataran sekolah sembari jemarinya dengan sengaja diserahkan pada air hujan. Basah, bau petrichor khas air hujan beradu tanah membuat suasana hatinya menjadi lebih tenang.
“Har!” Sapa seseorang dari arah belakang. Tepukan dipundaknya membuyarkan seluruh lamunan yang tengah si jangkung bayangkan.
Haruto tersenyum teduh, mengetahui yang datang adalah sosok manis yang tengah Ia tunggu sejak 10 menit yang lalu.
“Nunggu lama ya? Sorry tadi diajak ngomong masalah tugas dulu sama temen kelas.” Tuturnya detail, padahal Haruto nggak peduli kenapa si manis keluar terlambat toh masih sebentar. Tapi, Junkyu memanglah seperti ini. Haruto sudah kelewat hafal gestur dan kebiasaan kecil si gemes.
“Hujannya deres, kamu beneran mau nunggu? Nggak mau nelpon supir aja?” Haruto malah melemparkan sebuah pertanyaan lebih pada saran. Melihat hujan masih sangat deras dan dirasa langit mendung gelap tak bersahabat. Ini pasti akan lama.
Junkyu menempatkan tubuh jangkungnya disebelah Haruto, kini tangannya mengikuti gerakan yang lebih tinggi menadah air hujan. “Aku udah bilang mau pulang bareng kamu, gimanapun keadaannya ya kamu yang harus tanggung jawab anterin aku sampai rumah.”
Haruto mau tak mau semakin menyunggingkan senyumnya. Frasa Kim Junkyu adalah pria yang berbahaya benar adanya. Dalam keadaan suram, perasaan Haruto diobrak abrik dengan tiap kalimat manisnya.
“Oiya tadi mana hadiah buat aku?”
Kedua kelompak mata Haruto mengerjap, diam sejenak lalu membuka tasnya yang memang sedikit menggembung. Junkyu menunggu dengan tidak sabar, bola matanya bak seekor anak kucing menunggu tuannya memberi makan.
Haruto menarik benda besar dari tasnya, disambut sumringah serta pekikan kagum dari si manis. “Tadaaa!!!”
“Waahhh... bagus banget, buat aku? Beneran?” Sorak bahagianya, memastikan berkali-kali bahwa helm berwarna ungu yang masih mengkilap itu benar diberikan padanya.
“Iya biar kalo kemana-mana nggak hampir kena tilang lagi.”
Junkyu pun Haruto tertawa geli mengingat beberapa hari yang lalu mereka menghindari polisi lalu lintas layaknya buronan.
“Suka nggak?”
Tak perlu ditanya, binar mata yang dipancarkan milik Junkyu menjadi jawaban bagi Haruto. Haruto turut bahagia dibuatnya.
“Tiap hari aku bawa biar kalo pulang atau mau kemana sama kamu nggak bingung.”
“Bagus deh, dijaga yang baik ya.” Titah Haruto sembari mencuri cubit pada pipi memerah si manis.
Halus, kenyal, addicting. Jujur ini baru pertama kali Haruto seberani ini, tapi niat untuk memegang memang sudah ada dari lama. Hingga Junkyu yang diperlakukan seperti itu semakin tersipu dibuatnya.
Kim Junkyu jangan gemes gemes banget, kasian hati Haruto nggak kuat.
Masih ditemani hujan yang mengguyur tiada henti, sosok dingin itu berjalan menyusuri koridor. Obsidian yang selalu memancarkan kilatan menakutkan terlihat dua kali lebih dari biasanya. Sorotnya tak lepas dari dua anak adam yang tengah bersenda gurau diujung koridor. Sosok yang sering dieluh-eluhkan dengan sebutan pangeran itu tau betul siapa gerangan.
Sepatu pantofel mahal menimbulkan suara menggema. Namun, kedua pemuda yang ada disana masih larut akan obrolan santainya. Hingga tak sadar pemuda bersurai ash grey sudah berada didekat mereka.
“Junkyu.” Panggilnya menginterupsi. Keduanya langsung menghentikan candaan yang saling dilayangkan, memberikan seluruh atensi pada pria yang tengah berdiri disana.
“Yoshi? Loh, aku kira kamu udah pulang.” Sergah Junkyu, setaunya Yoshi memang tidak suka berlama-lama disekolah. Sedangkan Haruto diam menunduk menghindari tatapan mengintimidasi dari mata dingin itu.
“Ada urusan sama kepsek bentar. Ayo pulang kamu ngapain masih disini?!” Ajaknya lebih mengarah pada perintah mutlak.
Junkyu melirik Haruto sebentar lalu menggeleng tanda menolak ajakan Yoshi. “Aku bareng Haruto.” Cicitnya.
“Pulang!” Ucapnya lagi namun dengan nada lebih tinggi.
“Enggak mau, kan udah bilang aku bareng Haruto.” Junkyu pun begitu, masih bersikeras menolak ajakan Yoshi.
Suasana berubah drastis jadi canggung. Apalagi udara dingin dari cuaca hujan makin membuat keadaan buruk. Haruto benci berada diantara pertengkaran begini. Ada benarnya juga Junkyu harus segera pulang, hari semakin larut. Haruto tak apa jika pulang dengan basah kuyup namun bersama Junkyu, Haruto mana bisa.
Haruto sedikit oleng saat lengannya dicengkeram erat oleh Junkyu. Si manis tengah meminta pertolongannya, masih tegas memilih pulang dengannya.
Namun dengan berat hati, meksipun dalam dirinya masih bimbang, Haruto melepas genggaman tangan Junkyu dari lengannya. Ia menatap kedua manik si manis yang cukup terkejut akan sikap penolakan Haruto.
“Kamu pulang sama Yoshi ya...” Ujar Haruto sembari tersenyum kecil, mencoba memberikan sedikit pengertian pada pemuda yang lebih kecil.
Junkyu menggeleng tegas, namun Haruto seakan menyuruhnya untuk pergi. “Aku nggak mau kamu nunggu disini sampai malam, udaranya dingin, hujan juga. Aku takut kamu sakit.”
Junkyu kali ini menatap Yoshi nyalang, dia tuh gapapa mau nunggu sampai besok asal sama Haruto tapi kenapa Yoshi dateng dan ngerusak semuanya. Junkyu jujur kecewa, dia gajadi nyobain helm baru nan lucu pemberian Haruto, dia gajadi meluk cowok itu dari belakang, nyium bau khas cowok itu sambil naruh dagunya di bahu lebarnya.
“Ayo, pulang!” Ajak Yoshi sekali lagi, mematahkan semua harapan Haruto yang mungkin akan mempertahankannya.
“Aku pulang ya, Haru. Maaf gajadi nemenin kamu.Thanks helm-nya.”
Yoshi mengerlingkan bola matanya jengah, memilih berjalan lebih dulu membuka payung yang memang sudah ditangannya. Sedangkan Junkyu berjalan setengah hati, sesekali menengok dan memberi lambaian selamat tinggal pada Haruto sebelum tubuhnya dirangkul posesif oleh Yoshi dibawah lindungan payung.
Haruto masih disana, pendar matanya meredup. Masih menelaah jauh kedua punggung yang tengah berjalan semakin menjauh ditengah hujan.
Aku kalah lagi, Kyu. Seberapa besar aku terus nyoba maju selalu ada yang mukul aku mundur. Apa ini pertanda kalau kamu memang bukan takdir buat aku.
`teuhaieyo.