bergeming.
Khaotung Point of View.
Berdiri di depan lobby rumah sakit aku kebingungan. Dada naik turun, meraup kasar udara bebas. Peluh sebesar biji jagung meluncur gitu aja, kepala mendadak pening, dan mata berkunang-kunang.
Otak ini isinya ga ada, kosong. Telinga rasanya berdengung berisik nada-nada berbeda dari mulut orang lalu-lalang. Akhirnya aku baru balik dari alam sadar waktu bahuku ditabrak dari belakang.
Aku masih pakai baju lumayan fancy tapi bentuknya udah ga karuan waktu papap sampai di lobby. Kita jalan agak jauh ke daerah intensif, ga langsung masuk ke ruangannya, cuma bisa lihat badan lemes mama dengan berbagai alat yang udah terpasang di beberapa bagian tubuhnya.
Bergeming, mendadak dada sesek banget. Ada perasaan aneh-aneh muncul yang sedikit demi sedikit meruntuhkan pertahananku. Merasa bersalah, anak ga berguna, egois parah, dan anak durhaka.
Bergeming, panas mulai meraba dua mata. Emosi mulai membuncah, marah bercampur kecewa. Aku dibuat lemas, ga berdaya tetapi mau pingsan pun ga bisa.
Bergeming, biarkan air mata yang berbicara. Sebenernya ini mimpi atau nyata? Sebab aku bingung saat ini hidup dalam dunia apa. Aku saat ini juga mau bangun dari tempat tidurku yang nyaman, memulai hari dengan pesan dari mama yang begitu menyebalkan. Setidaknya beliau masih sibuk mencari celah bercengkrama bukan melalang buana entah di alam mana.
Nyatanya, aku bergeming bersama air mata penuh penyesalan kini bukan mimpi belaka melainkan kisah nyata. Aku yang berantakan ini tengah dihukum dalam neraka dunia sebab menjadi anak durhaka.
`hjkscripts.