a good or bad day.


Khalil Point of View

Minggu pagi biasa aja ini gue telah dihadapkan oleh sesuatu yang cukup membuat gue kaget. Satu pesan muncul dari notifikasi bikin gue cengo sesaat.

Amararina send you a message

Gue mencerna beberapa saat, gue mengerjap beberapa kali memeriksa apakah hanya halu atau memang kenyataan. Ternyata benar, cewek populer yang pernah gue selamatkan akhirnya meraih gue.

Khalil, bisa ketemu ga?

Perlu dua kali diri ini membaca pesan ini dalam hati.

Mau apalagi?” Begitu dalam benak gue. Gue tentu dikelilingi hal-hal negatif jika mengingat satu nama cewek ini. Tentu bukan tanpa alasan, tetapi karena memang gue punya banyak alasan yang buat gue memilih ga berurusan sama dia terlebih setelah kejadian waktu itu.

Namun, pesan setelahnya berhasil buat gue terenyuh. Cewek ini mau ucapkan kata maaf dan mau ucapkan terima kasih. Maka apa yang harus gue lakukan? Ya, tentunya gue langsung menyanggupi.

Gue bersiap diri, berdandan rapih sesekali melatih ekspresi wajah seperti apa yang akan gue perlihatkan nanti. Well, let's try it out.

Bunyi klakson di depan rumah seakan memberi sinyal bahwa gue harus cepat keluar. Cowok gue menunggu di depan tanpa berniat turun mengikuti kata gue. Namun, gue terlebih dahulu berpamitan dengan oma.

“Oma?” Gue mengintip ke dalam kamar. Oma masih terbaring ga ada perubahan signifikan dari hari kemarin.

Gue pun berlutut, sejajarkan tinggi badan gue dan oma. Oma bangun hanya bisa menatap gue dari posisinya.

“Oma? Iki keluar sebentar ya sama Chandra. Oma sudah Iki titipkan sama Tante Erna ya, nanti beliau ke sini bantu oma makan sama minum obat.” Pamit gue. Gue letakkan telapak tangan di berbagai permukaan tubuh oma. Panas yang terasa sempat bikin gue khawatir. “Oma gapapa?” Tanya gue melanjutkan.

Oma menggeleng, “Oma gapapa, Iki.” Katanya yang memegang kuat jemari gue.

Diri gue pun ragu untuk pergi, perasaan ga enak mulai muncul menggelanyuti hati.

“Oma...”

“Iki...”

Panggil kita diwaktu yang sama. Gue pun diam, membiarkan oma berbicara.

“Iki, oma minta maaf jika susahkan kamu begini.” Lirihnya terbata.

Enggak oma jangan berkata seperti itu.

“Iki yang baik, Iki yang pintar, Iki yang sayang oma. Harusnya oma yang rawat Iki hingga dewasa nanti seperti janji oma pada mama kamu.” Lanjutnya.

Gue masih menatap oma yang tengah menangis. Tiap inci wajah gue disentuh seperti ada ketakutan di sana. Oma, Iki ga akan kemana-mana, Iki akan ada di sini sama oma.

“Iki, maafkan oma yang belum cukup ini. Maafkan anak oma yang telah tinggalkan kamu terlebih dahulu, dan maafkan oma jika nanti oma pilih pergi bersamanya.”

Oma? Oma ini ngomong apa? Ga ada yang akan tinggalkan Iki setelah ini.”

“Oma...” Gue memeluknya, erat sekali seakan besok gue ga bisa rengkuh lagi. Gue ga menangis, karena gue pernah berjanji ga akan nangis dihadapan oma.

“Iki terima kasih ya sudah hadir jadi pelengkap keluarga meskipun keluarga yang sesungguhnya telah tiada. Terima kasih Iki jadi anak baik yang mengerti keadaan. Terima kasih Iki sudah sudi jadi cucu oma yang biasa ini.”

“Iki cucu oma yang ganteng, tetap jadi Iki yang seperti ini. Iki yang pemaaf, Iki yang enggan simpan dendam, Iki yang lembut dan ceria. Iki jaga diri ya, hati-hati di jalan. Doa oma selalu menyertai Iki kapanpun.”


Khalil berakhir termenung menunggu Amara dan Elkan yang katanya mau hadir. Hanya saja suasana hatinya tidak sebaik di awal.

Cukup lama dengarkan petuah oma buat dirinya berat hati. Namun, melihat Chandra yang telah ada di depan ruma dia memutuskan untuk tetap berangkat.

Jujur saja, Khalil saat ini layaknya mayat hidup. Ada raganya, hilang ruh-nya. Satu persatu kalimat oma terus menyerang titik lemahnya bikin dirinya terus ga berdaya.

Apakah omanya baik?

Apakah omanya masih tidur tenang?

Apakah omanya sudah bangun, makan, dan minum obat?

Saat ini seakan dunia memperlambat gerakannya untuk berputar. Semua yang dia rasakan sangat pelan padahal dia sudah ingin lari pulang.

Drrt... drrt...

Dering ponsel di saku nyadarin Khalil dari lamunan. Dengan sigap cowok itu mengecek ponselnya diikuti Chandra yang juga kepo.

“Siapa, yang?” Tanya Chandra.

Khalil baca nama pengirim dari notifikasi barnya.

“Tante Erna yang jaga oma.” Jawab gue tanpa mengalihkan pandangan. Khalil langsung memencet tombol buka aplikasi dan bawa pesannya.

Dan, boom! Layaknya mesin waktu meledak dunia Khalil berhenti berputar.

“Chan, anterin gue pulang sekarang juga!”


`hjkscripts.